Febri melemparkan tasnya ke sembarang arah begitu memasuki kamarnya. Ia merasa kesal. Lalu mengempaskan dirinya di atas kasur yang nyaman, membuat matanya terpejam untuk sesaat. Kemudian sebersit tugas Biologi siang tadi membuat Febri kembali membuka matanya.
"Anjir, kudu beli buku biologi." Febri menepuk jidatnya lalu cepat-cepat mengganti pakaian tanpa harus mandi dulu.
Cewek itu lalu turun dan mengambil tas selempangannya di samping kursi makan. Rin—mamski Febri—berjalan menghampiri anaknya yang tampak tergesa-gesa.
"Febri mau ke mana?" tanya mamski sambil duduk di kursi meja makan dan menggigit sebuah apel.
Febri langsung mencium pipi mamski sambil pamit. "Ke toko buku, Mamski. Lupa tadi."
"Lah, kok nggak langsung tadi pulang sekolah?"
"Lah iya, lupa Mamski." Febri ikut menggigit apel di tangan mamski, lalu segera keluar rumah. "Febri pamit, Mam. Assalamualaikum."
Setelah cewek itu mengunci pintu gerbang, ia melangkah keluar perumahannya dan mencari tukang ojek. Kenapa? Karena Febri nggak bisa naik motor dan nggak mau belajar naik sepeda motor. Maunya langsung naik mobil, karena sepeda motor berbahaya. Papski hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
"Bang, ke toko buku, ya," kata Febri ketika sudah duduk di atas motor.
"Siap, Neng."
Sepeda motor itu melaju di tengah kepadatan jalan raya kota Surabaya.
***
Febri menelusuri tiap rak di toko buku tersebut. Suasana dingin dan sepi membuat cewek itu bisa bertahan lebih lama dan betah di sana. Ia berjalan mencari buku tentang kinerja otak. Buku itu wajib dibawa tiap kali ada pelajaran biologi dan diharapkan anak-anak mampu memahami bagaimana otak bekerja dalam kondisi apa pun.
Setelah memutari beberapa rak, akhirnya ia menemukan buku yang dicarinya. Sempat ia baca sekilas lalu berjalan lagi untuk mencari buku tentang filosofi penyair terkenal sekaligus idola Febri sejak memasuki SMP, Kahlil Gibran. Siapa yang tidak tahu Gibran? Ah, kasep.
"Gibran... di mana ya?" Febri menggumam sambil mengingat-ingat rak buku tempat karya Kahlil Gibran dipajang. Ia berhenti pada rak di dekat puisi-puisi. "Ah, ini."
Febri langsung mengambil buku itu dan membukanya. Kembali lagi ia terlarut dalam dunianya sendiri. Kemudian di tengah-tengah imajinasinya, matanya menyapu dari bulu mata yang tidak terlalu lentik kepada seseorang di sampingnya.
Seorang cowok yang memunggunginya sedang bertanya-tanya pada penjaga toko buku. Febri yang sedikit bisa mendengarnya tampak salut dengan keholikannya tentang buku Kahlil Gibran.
"Mbak, kalo sastra Inggrisnya ada nggak, Mbak? Saya kurang suka yang versi terjemahan Indonesia, kurang ngeh aja artinya," kata cowok itu yang sepertinya sedang mencari buku Gibran versi aslinya yang dalam bahasa Inggris itu. Pastinya cowok tersebut mahir sekali dalam berbahasa Inggris. Febri semakin salut mendengarnya.
"Oh, maaf, Mas, di sini buku versi asli adanya cuma buku Sherlock Holmes. Kalo Kahlil Gibran masih belum ada. Coba cari di pusat kota, kayaknya ada, Mas." Pegawai itu berjalan dengan cowok itu mendekat dan berhenti tepat di sebelah Febri. Pegawai itu menunjukkan kumpulan buku Gibran versi Indonesia.
"Sherlock Holmes saya sudah punya banyak," jawab cowok itu.
Ternyata Sherlockian juga ya? Kok sama sih? Keren deh. Febri menertawai kesamaannya dengan cowok di sampingnya dalam hati. Cewek itu menjadi lebih terfokuskan pada obrolan cowok di sampingnya daripada buku yang digenggamnya. Menurutnya, mendengarkan persamaan orang lain dengan dirinya itu menarik. Kita seolah dapat melihat diri kita sendiri di dalam diri orang lain.
"Lah? Kok malah buku-buku Wattpad, Mbak? Yaudah deh, makasih, Mbak, ini bukunya saya kasihkan adik saya aja deh," kata cowok tersebut sambil tertawa. Lalu pegawai itu kembali membiarkan cowok tersebut sedang melihat-lihat koleksi buku di depannya.
Febri adalah cewek yang penuh dengan rasa penasaran. Setiap hari di otaknya hanyalah berisi sebuah filosofi-filosofi yang diciptanya sendiri. Terkadang, dalam lamunannya terdapat pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang ingin ia pecahkan. Karena itu tak jarang mamski dan papskinya melihat Febri sering berbicara sendiri di dalam kamar.