Papski dan Mamski sudah bertengger di luar gerbang menunggu anak emasnya yang paling langka pulang. Mereka berdua khawatir karena sedari tadi hingga jam sembilan malam, Febri belum pulang-pulang. Mana handphone-nya susah dihubungi lagi.
Tak lama kemudian, dari tikungan tampak lampu motor. Cowok tersebut memelankan lajunya lalu berhenti manis di depan orangtua Febri.
“Aduh, Mam, Pap. Maaf baru pulang, tadi—“
“Maaf, Om, Tante, saya tadi nggak sengaja ketemu Febri di toko buku bingung mau pulang naik apa. Soalnya sekarang setahu saya ojek berhenti magang jam 5 sore, jadi saya antar dia sekalian saya ajak makan. Maaf, Om, Tante.” Cowok itu memotong perkataan Febri. Raut papski dan mamski yang awalnya horor menjadi sedikit lebih teduh mendengarkan penjelasan dari Rama.
“Yaudah, lain kali hape kamu jangan diheningkan, Feb,” kata Mamski merangkul anaknya.
Papski menyuruh cowok itu untuk segera pulang karena sudah mulai larut malam. “Segera pulang, Nak, nanti dicariin orangtua kamu. Om sama Tante makasih, ya.”
Cowok itu mencium tangan papski dan mamski lalu matanya memandang Febri dengan senyuman kecil dan memberi kode untuk segera cabut. Febri hanya menganggukkan kepala.