"Hei hei hei ! Lihat siapa disini. Tak kusangka kau masih sanggup untuk shift malam istimewa di Polar Cafe. Disisi lain, kau cukup membantu sih. Mohon bantuannya Al." ujarnya tersenyum.
Beberapa saat kemudian lonceng pintu tanda pelanggan berbunyi. Satu orang mengenakan jaket bomber tebal dan kacamata hitam duduk dihadapanku. Polar Cafe, tempat nongkrong yang buka mulai jam delapan pagi hingga sepuluh malam, setidaknya itu yang masyarakat ketahui. Namun tak disangka bahwa cafe ini buka selama dua puluh empat jam dan menghabiskan sisa waktunya dengan melayani beberapa entitas yang orang sebut dengan hantu, mitos, dongeng, dan sebagainya.
"Selamat datang di Polar Cafe, ada yang bisa saya bantu ?" ujarku bersamaan dengan wanita menyebalkan ini.
"Bisakah kau buatkan aku segelas americano manis dan beberapa keripik kamboja." sahut orang dengan tubuh besar yang kini menatapku melalui kacamata hitam penuh kesuraman.
"Oke ! Akan segera datang !" Wanita itu segera berlari ke belakang dan menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Sementara aku menghitung total biaya kemudian memberi pelanggan sebuah struk pembayaran. Reaksi bermacam-macam mereka tunjukkan, seperti langsung dibuang dihadapanku, ada yang ditelan, bahkan dibakar di hadapanku. Baru kali ini aku melihat pelanggan yang terus menatap struk yang kuberikan.
"Ada yang salah dengan struk kami Tuan ?" bisikku lirih.
"Tolong bacakan berapa total biayanya. Ruangan ini agak gelap jadi." bisiknya menjawab.
Mana ada orang membaca menggunakan kacamata hitam. Daritadi aku meraskan aura sesak menyesakkan dada pada orang ini. Aku pun mulai membaca struk perlahan dan akhirnya Ia membayar menggunakan uang pas.
"Terima kasih mas sudah membantu saya. Berhubung saya ini tidak punya mata. Hehehe.." Ujar pria itu melepaskan kacamatanya.