Pemukiman RT 13, lebih tepatnya perbatasan antara wilayah timur dan utara Kota Polar kini menjadi perampokan yang diduga memiliki pelaku yang sama melihat dari keterangan saksi. Suasana rumah yang dikelilingi beberapa mobil dan garis polisi membuat suasana tegang dan pilu. Seorang ayah yang berbicara dengan polisi dan sosok ibu yang berusaha menenangkan anak-anaknya. Penyelidikan dimulai sejak pagi hari hingga sekarang ketika matahari berdiri tegak lurus di atas mereka. Beberapa detektif berkeliling di sekitar pemukiman untuk menanyakan kepada beberapa warga mengenai perampokan misterius ini.
"Apakah benar kemarin kau melihat sesuatu di rumah ini ?" Seorang detektif terkenal Kota Polar, Ferdi Palaka sedang menyelidiki musuh bebuyutannya.
"Kemarin pagi-pagi sekali sekitar jam setengah lima, kami meninggalkan warnet. Seketika temanku Dadang melihat sebuah bayangan. Samar-samar namun katanya Ia mengenakan topi seperti mas-mas yang biasa menawarkan villa di daerah pegunungan." Ujar Anton Ishwan yang secara kebetulan menjadi saksi karena saat kejadian Ia pergi menuju warnet dengan Dadang. Sekarang Anton dan Dadang berusaha menenangkan Cecep yang kehilangan dua sepatu kesayangan.
"Lagi-lagi kau, Beanie Hitam. Seperti biasa tidak ada kerusakan dari luar namun kunci jendela dan kunci pintu yang selalu terbuka dari dalam adalah ciri khasmu yang aneh. Benar-benar mustahil. Apakah ada yang salah dari penyelidikanku ?" Gumam Ferdi Palaka.
Ia menyuruh Anton untuk segera pergi tanpa melihat Dadang. Mereka berdua berjalan menjauhi sekumpulan polisi setelah mendapatkan beberapa makanan ringan dan permen. Anton membagi hadiah tersebut dengan Dadang. Namun Dadang hanya terdiam dan terus berjalan.
"Kenapa Dadang ? Kebetulan semua jajan ini adalah favoritmu." Anton memberikan satu bungkus keripik kentang dan tiga buah permen kepada Dadang.
"Nanti saja Anton, nunggu sepi." Dadang tiba-tiba berlari diikuti Anton yang tergesa-gesa merasa tertinggal.
Menyusuri beberapa rumah, mereka sampai di sebuah bangunan dengan spanduk "My Komp", sebuah warnet yang biasa mereka kunjungi saat waktu luang.
"Anton kamu beneran gak papa ? Kudengar kau ditanyai polisi." Tanya perempuan penjaga warnet.
"Bukan apa-apa kak. Hanya saja kemarin aku sempat melihat sosok pencuri di rumah Cecep. Oh ya, seperti biasa ya kak. 2 meja nomor 24 sama 25." Ujar Anton memberi dua lembar uang lima ribu rupiah.
"Hehehe.. Bukannya penasaran sih, toh aku juga untung. Kenapa selalu pesen dua komputer ? Memangnya ada event menarik ya ? Eh woi ! Jangan hiraukan aku." Sebelum operator itu menyelesaikan pertanyaannya mereka berdua sudah pergi menuju komputer yang dipesan.
"Aku letakkan disini ya Dadang." Bisik Anton meletakkan makanan ringan pemberian polisi di atas meja Dadang. Setelah menyalakan komputer Ia mulai beraksi menggunakan tetikus dan keyboard untuk menghajar para musuh di dunia maya. Anton membentuk kelompok bermain 'party' dengan Dadang.
Tetikus yang bergerak cepat diiringi matahari yang terus bergerak ke arah barat. Hari semakin sore dan layar yang mati secara tiba-tiba menandakan waktu dua jam yang diberikan telah habis. Semenjak banyak game menarik yang mudah diakses pada ponsel, suasana di "My Komp" terlihat sepi kurang peminat. Operator yang biasa sibuk mengurus puluhan komputer setiap jam kini menghabiskan waktu dengan tidur dan bermain game. Dengan langkah yang redam Anton dan Dadang berjalan keluar dari sebuah warung internet sepi di ujung jalan.
"Kau tidak apa-apa Anton ? Tidak seperti biasa kau luput dalam melakukan kombinasi serangan saat pertandingan tawanan tadi." Ujar Dadang khawatir.
Sesuatu yang sangat besar mengganjal perasaan Anton. Rasa menyesal karena mengacuhkan Dadang kemarin serta perasaan sedih dan kesal melihat Cecep yang terus mengurung di dalam rumah. Sebelum memasuki gang tempat tinggal mereka, Anton membeli dua bungkus sate telur di depan sebuah sekolah dekat warnet yang mereka kunjungi. Menikmati telur gulung goreng dengan melihat beberapa anak mengenakan seragam mulai keluar dan membeli aneka jajanan disana.
"Hei Dadang, kalau misalnya aku.."
"Hahhh... mulai lagi. Ayo kita pulang !" Sahut Dadang menyela pembicaraan Anton.
Setelah menghabiskan beberapa tusuk sate telur, mereka berjalan menyusuri jalan setapak melewati area konstruksi yang baru-baru ini membuat suasana malam menjadi sangat ramai dan sibuk. Dua tahun mereka berlihat banyak area pembangunan dengan spanduk raksasa bertuliskan "Vandalizer". Pikiran mereka hanya sampai batas dimana "Vandalizer" adalah pemilik sah kota ini. Setelah berbelok dari perempatan, seperti biasa Anton dan Dadang berpencar di persimpangan. Dadang terus berjalan ke atas sementara Anton mengetuk sebuah pintu rumah tiga tingkat bertuliskan "Panti Asuhan Polar". Bangunan yang tak terpakai selama puluhan tahun dan terletak diantara beberapa lahan kosong hingga gedung tua membuat pemilik tanah enggan membuat konstruksi disana. Masyarakat pun membuat sebuah jalan baru agar terhindar dari komplek mengerikan ini.