Hari ini adalah hari di mana Louisa dan Shane pulang. Aku sudah menunggu mereka dari kemarin lusa. Sebelumnya, aku mengurung diriku di kamar selama dua hari dan hanya meminum sereal selama itu.
Ponselku beberapa kali berdering selama aku mengurung diri. Semua Log hanya berisikan nomor milik Gavin. Aku tak pernah mengangkatnya. Aku tak mau Gavin terkena imbas luapan emosiku. Aku hanya mau mengangkat telepon dari rumah sakit tempat mama dirawat.
Aku beranjak dari kamar dan menuju dapur. Memilih pisau besar pemotong daging untuk segera membelah tubuh Shane ketika ia tiba nanti. Aku duduk di ruang tv sambil menunggu suara mobil. Bila suara mobil terdengar aku akan langsung berlari dan menikam tubuh Shane dari luar. Aku tak lagi berpikir jernih. Aku mungkin sudah gila saat ini. Aku menjadi makhluk buas saiko.
Benar saja, tak lama setelahnya terdengar suara mobil dari kejauhan. Aku berlari kencang menuju pintu gerbang lalu mendobraknya dan berteriak kencang. Tanpa kusadari tubuhku lunglai. Aku jatuh tersungkur di depan pintu gerbang. Aku bangkit dengan tergesa-gesa. Kuacungkan pisau tegak ke atas kepalaku dengan harapan dapat menghunus kepala Shane dan membelahnya. Jatuhku cukup keras sehingga lututku cidera dan berjalan terseok-seok.
Seseorang membuka pintu gerbang dari luar dan aku sudah siap menikam.
"MATI KAU SHANE!!!"
Di hadapanku ternyata bukanlah Shane melainkan Gavin. Ia menangkap tanganku dan menjatuhkan pisaunya. Aku menatap kosong ke depan. Gavin merengkuh tubuhku dan menariknya ke pelukannya.
Aku merasa sangat bodoh ingin membunuh orang yang telah baik padaku. Belum sempat aku menangis Gavin membenamkan wajahku di dadanya. Perasaan kalut dan frustasi yang kurasakan saat itu hilang seketika. Aku tak bisa berkata apapun dan mematung dalam dekapan Gavin.
"Tenangkan dirimu," katanya.
Dari arah seberang, mobil milik Shane dan Louisa tiba. Mereka memperhatikanku dan Gavin yang membelakanginya. Shane menghentikan mobilnya di hadapanku lalu menurunkan kaca mobilnya.
"Kalian bermesraan di siang hari?" sindir Shane dengan senyuman satu sudut.
Tanpa permisi ia turun dari mobil lalu memaksaku melepas pelukanku dari Gavin.
"Apa yang kau lakukan?" teriakku.
"Aku bilang berhati-hatilah pada orang asing!" Teriak Shane.
"DIAM!"
Shane menatapku tajam. Aku melirik Louisa, tapi ia diam bahkan sangat tenang di situasi semacam ini.
"Jangan bersandiwara Shane!"
Shane memegang lenganku, tapi aku memaksanya untuk melepaskannya, "kau pembunuh!" teriakku pada Shane.
Tapi Shane tak menanggapi ucapanku. Ia terus menarik lenganku hingga memerah. Bahkan kali ini ia membalikkan tubuhku ke arahnya lalu mendekapnya dengan satu tangan. Tanpa permisi, Shane mengeluarkan belati di balik tubuhnya.
Aku membelalakkan mata. Secepat ini? Shane? Aku tidak heran jika Shane melukai mamaku, tapi aku sangat terkejut karena ia berani mengunci tubuhku dengan belatinya.
"Shane?" suaraku kembali mengudara. Lebih terdengar akan menangis. Aku sangat menyesalkan perlakuan kasar Shane padaku.
Dengan kekuatan penuh, aku mencoba keluar dari rengkuhan Shane. Tapi ia memang sangat kuat.
Aku mendongak wajah menemukan wajah Shane. Ia terlihat begitu mengerikan sekarang. Mungkin inilah wajah yang diceritakan Louisa saat Shane berburu manusia. Aku merasa degup jantungnya menempel dengan jantungku. Ia sangat cepat bergetar, seperti marah tak tertahankan. Satu per satu air mataku menetes di dadanya.