The Candles and Their Owners

Aning Lacya
Chapter #11

Lullaby

"Berhentilah mengarang cerita Shane!" Aku melepas tubuhku dari Shane dan kembali membanting benda di dekatku. 

"Semua benar!" Louisa berteriak. Tapi ia menunduk dan menggigit bibir bawahnya hingga berdarah.

Shane mendudukkanku, "Kami mengumpulkan semua data dan informasi yang ada. Ketika eksekusiku yang terakhir, aku membiarkan kurir manusia itu hidup agar Loui bisa membaca pikirannya. Setelah Loui membacanya, ia menangis. Ia bahkan tak mau bicara pada siapapun. Termasuk pada Jean.

"Mamamu menjual anak-anak kepada rumah sakit dan beberapa kaum pedofilia kaya dari luar negeri. Ia telah lama melakukan hal ini. Data yang kami dapatkan bahkan lebih tua dari umurmu dan umurku saat ini.

"Panti asuhan tempatmu tinggal adalah peternakan manusia. Mereka akan mengambil anak-anak dari segala tempat untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumennya. Mamamu adalah pemain yang sangat baik. Ia sangat rapi menjalankan bisnisnya. Tak akan ada yang curiga dengan panti asuhan."

Aku tak sanggup mendengar cerita Shane dan mematung dengan tatapan kosong. Mama, orang yang selama ini menjadi satu-satunya orang yang kupercaya. Mama, orang yang sejauh ini tak merelakanku diadopsi orang tua manapun. Sampai saat ini aku masih tak bisa berpikir. Aku harus percaya Shane atau mama? Bagaimana jika yang dikatakan Shane hanyalah kebohongan?

Bukankah aku baru mengenalnya satu bulan lalu? Dan ia hanya pembantai dengan alibi organisasi THE CANDLES atau apalah itu.

Aku memandang mata Shane lekat.

Lalu bagaimana jika yang ia katakan memang benar? Selama ini Mama memang sangat tertutup padaku tentang orang tua adopsi adik-adikku. Mereka hanya datang dengan senyum riang lalu membawa adikku begitu saja tanpa ada kelanjutan kontak sama sekali. Bagaimana nasib adik-adikku ya Tuhan?

Shane duduk di sampingku, lalu membiarkanku dalam diam. Louisa berlalu mengayuh kursi rodanya ke kamar. Tidak ada yang bergerak kecuali jarum jam dinding yang berputar begitu cepat. Berulang kali kudengar Shane bicara sendiri. Lalu tanpa permisi ia bangkit dan mengangkat tubuhku paksa.

Shane membawaku menuju tangga rumahnya.

"Kau tak seberat sebelumnya. Apa kau diet? Maidy! Kau tidak mendengarku? Kau pikir aku bicara sendiri! Maidy!"

Aku sadar dan berontak. Apa yang dilakukan Shane? "Turunkan aku!"

"Diamlah! sebentar lagi kita sampai," jawabnya santai. "Kau dengar aku? Apa kau diet?"

"Memangnya sejak kapan kau tahu berat badanku?"

"Hanya mengira."

"Dasar bodoh!"

Shane menurunkanku pada kasur lipat di lotengnya. Ada sebuah jendela terbuka menghadap ke arah langit. Jadi di tempat inilah Shane meneriaki kamarku? Aku duduk menekuk lutut, dan Shane berbaring di sampingku.

"Tenangkan dirimu di sini, semua akan baik-baik saja Maidy," Shane berkata pelan. Lebih terdengar sangat lembut.

Aku baru sadar jika Shane sudah membalut luka di dahinya, aku juga baru tahu jika matahari sudah tenggelam sejak tadi. Dari sini, aku hanya melihat taman bintang. Semua gelap. Apalagi tempat tinggalku. Langit malam dan sentuhan angin tiba-tiba membuatku tenang.

"Saat pertama melihatmu aku pikir kau juga mengalami hal yang sama denganku," kata Shane.

"Maksudmu?" tanyaku.

Shane menarikku dan membuat tubuhku sejajar dengan tubuhnya. Lengannya sudah berada di bawah leherku.

"Saat kau baru pindah, aku bertanya pada Loui. Apa kau juga sama sepertiku? Kulihat rambutmu putih." Shane tersenyum. Pertama kalinya Shane memberikan senyum yang sangat manis padaku. Aku masih enggan tersenyum.

"Ayahku menyiksaku ketika aku masih kecil. Aku mengidap Marie Antoniette syndrome yang membuat rambutku putih pucat. Tak hanya itu, aku mengalami migrain hebat tiap waktu. Bahkan aku tak mengerti apa itu senang dan sedih. Aku seperti merasa aku bukan manusia.

"Setelah kita saling mengenal. Louisa bilang aku mulai berubah. Entah mengapa aku merasa kalau aku mulai merasakan menjadi orang lain. Louisa bilang mungkin saja aku menyukaimu. Katanya aku mulai berubah menjadi lebih manusiawi.

"Sebenarnya bagaimana perasaanmu padaku?" tanyaku.

"Aku tak tau. Aku tak mengerti perasaan yang kualami. Aku hidup untuk menjaga Louisa dan menjalankan tugas dari Jean. Aku merasa lebih lepas saat kau ada bersamaku. Perasaan yang sama seperti saat aku bersama nenek. Boleh aku jujur?"

"Tentang apa?"

"Saat aku membunuh si tambun yang mencoba membunuh Loui. Ketika kau pingsan harusnya aku langsung membunuhmu. Tapi saat aku tahu itu kau, aku terdiam memperhatikanmu. Tak ada sedikitpun niat untuk menyakitimu saat itu. Aku merasa kau pun mengalami penderitaan yang sama denganku saat masih kecil."

"Oh!"

"Ternyata kau lebih cantik di jarak sedekat ini."

Lihat selengkapnya