Aku terbangun tiba-tiba. Tenggorokanku terasa kering. Tampaknya tangis semalaman membuatku dehidrasi. Saat pandanganku mulai jelas, hal pertama yang kulihat adalah wajah lelah Shane yang masih terlelap.
Aku mendekati wajahnya dan mengecup bibirnya. Beberapa bagian nampaknya sedikit mengelupas dan berdarah karena kering. Kusingkap selimut dan aku turun dari loteng.
Aku mengendap perlahan menuju tangga agar tak membangunkan Shane. Saat melewati lorong, kulihat kamar Louisa sedikit terbuka. Aku sedikit mengintip ke dalam. Tak terlihat kalau Louisa ada di dalam. Saat akan membuka pintu menuju ruangan tengah aku mencium aroma khas yang biasa di masak Louisa. Pancake kayu manis.
Mengapa Louisa memasak pancake sepagi ini. Aku membuka pintu dan mendapati Louisa sudah lengkap dengan apronnya. Rambut merahnya digulung ke atas, mengenakan kaus panjang berwarna merah, dan memakai walker untuk memudahkannya bergerak. Ia masih tidak menyadari kehadiranku.
Aku memandanginya dari pintu. Louisa adalah sosok wanita yang ideal dalam pandanganku. Ia pandai mengurus pekerjaan rumah dan memasak. Ia wanita yang kuat menghadapi segala hal yang telah terjadi dalam hidupnya.
Aku melangkah mendekatinya.
"Pagi!" sapaku lirih.
"Pagi Maidy, apa aku membangunkanmu?"
"Tidak. Aku terbangun sendiri. Tenggorokanku sakit. Boleh kuminta segelas air?"
"Tentu saja." Louisa beranjak dari tempatnya.
"Tak perlu, biar aku saja." Aku menahannya.
"Baiklah. Mungkin kau mau membantuku di dapur. Jean akan kemari nanti. Ia akan sarapan bersama kita."
Aku mengangguk pelan, aku juga ingin bertemu Jean.
"Terima kasih Maidy."
Aku meneguk airku dengan cepat. Louisa menatapku sambil tersenyum. Tatapannya membuatku salah tingkah. Aku tahu ia pasti membaca tentang aku dan Shane. Aku menghindari kontak mata dengan Louisa dan melesat menuju meja makan. Aku mulai menata piring dan cangkir untuk empat orang. Aku melirik Louisa. Ia tak lagi menatapku. Ia melanjutkan memanggang pancake, tetap kudapati ia tersenyum terus menerus.
Aku tersipu melihat Louisa yang seperti itu. Saat ini yang kulakukan tidaklah berguna. Aku hanya membolak-balikkan piring dan gelas yang sudah kutata. Aku hanya tidak mau Louisa memulai pembicaraan apapun tentang aku dan Shane. Baru kubayangkan itu, ia sudah tersenyum di belakang, membuatku terkejut salah tingkah. Aku melupakan kemampuan Louisa.