The Candles and Their Owners

Aning Lacya
Chapter #14

Palette

Aku berdiri malas di tengah kamarku. Shane menyiapkan beberapa kardus dan menyusunnya. Aku menutupi wajahku dengan kedua tangan. Aku merasa penat sekali. Namun ini semua harus kulakukan dengan cepat bila aku masih ingin hidup. 

Kutatap Shane yang mulai memasukan barang-barang ke dalam kardus. Ia memandangku dan menggerakkan kepalanya memberi isyarat agar aku bergerak. Malam ini aku akan menginap di rumah Shane. Aku tak punya pilihan lain. Louisa dan Jean sudah pergi sedari pagi tadi setelah memberikan aku dan Shane arahan. 

Louisa adalah incaran utama bagi tuan Eroll dan Neill sekaligus aset utama organisasi THE CANDLES. Wajar bila Louisa menjadi prioritas utama saat ini. Aku pun akan sangat gelisah bila ia tidak dalam pengawasan yang tepat.

Shane mendekatiku lalu tiba-tiba menggendongku. Ia meletakkanku dalam salah satu kardus.

"Kalau kau tak bergerak lalu aku harus bagaimana?"

"Maaf aku hanya bingung."

"Kemasi barang-barang yang kau perlukan dan yang berharga saja. Sisanya bisa kita kemasi lain waktu. THE CANDLES sudah memiliki strategi yang baik untuk tempat ini. Kita bisa mengambilnya kembali nanti."

"Bukan itu yang kupikirkan Shane!" Jawabku sambil berusaha keluar dari dalam kardus. "Aku hanya belum terbiasa dengan hal ini. Tubuhku, pikiranku dan semua hal yang kurasakan saat ini bukanlah kehidupan normalku sebelumnya."

"Maka dari itu aku disini bukan? Bergegaslah."

Aku tersenyum malas, lalu mulai kubongkar lemari. Kukeluarkan semua pakaian dan memasukannya ke dalam kardus. Aku membuka semua laci dan memilah barang-barang yang akan kubawa. Hal terpenting adalah obat dan krim kulitku. 

Aku beranjak ke meja lampu duduk, dan terpaku sejenak ketika kulihat foto mama. Aku memandanginya cukup lama. Masih ada rasa rindu yang amat sangat berat kurasakan. Kuraih foto itu dan kuletakan di dadaku. Teriris rasanya dadaku saat ini. Mengingat orang yang akan membunuh mama adalah Shane.

Shane melirikku tanpa berkata apapun. Tampaknya ia memahami tentang apa yang ku rasakan sekarang. Ia mulai mengemasi kardus-kardus yang penuh dan menutupnya sendirian. Aku sadar kalau aku membuang-buang waktuku dengan bernostalgia. Ku letakkan semua barang yang ada di meja belajar ke dalam kardus. Shane mulai membawa kardus yang sudah terkemas rapi ke rumahnya.

Selanjutnya kami juga mengemasi barang-barang milik Shane. Aku tak pernah memasuki kamar Shane sebelumnya. Aku hanya sering masuk ke dalam kamar Louisa. Kamar Shane terletak di bawah tangga menuju loteng, sejajar dengan kamar Louisa. 

Aku membayangkan bagaimana bentuk kamar seseorang seperti Shane. Apakah kamarnya dipenuhi poster-poster band layaknya laki-laki normal pada umumnya seperti yang kulihat di film-film? Shane juga laki-laki bukan? Ia setidaknya menyukai satu atau dua hal mengenai hal itu bukan?

Shane masuk terlebih dahulu. Aku mengendap-ngendap pelan dan memutuskan untuk meliriknya terlebih dahulu. Aku terkejut bukan main. Kamar Shane dipenuhi lukisan. Lukisan itu langsung di gambar di tembok dan langit-langit kamar. Kamar ini tak lebih luas dari kamarku. Hanya ada satu lemari dan satu Kasur. Di pojok kamar ada sebuah jendela kecil yang mengarah keluar menghadap taman. Ada sebuah kamar mandi dengan pintu yang terbuka.

Aku memandangi kamar Shane dengan penuh kagum. Mataku serasa dimanjakan dengan lukisan-lukisan di dinding dan langit-langitnya. Di dinding sebelah kiri menggambarkan tentang isi di lautan. Ada ikan, bintang laut, kapal tua yang sudah karam, terumbu karang dan ubur-ubur.

Di dinding sebelah kanan tepat menghadap kasur menggambarkan sebuah pohon dengan buah-buahan yang bermacam-macam. Aku sedikit bertanya-tanya, mengapa pohon ini memiliki buah yang berbeda-beda? 

Kubalikkan tubuhku untuk melihat lukisan di dinding belakangku. Kali ini sebuah lukisan seorang ibu yang menggendong bayi yang tersenyum. Di belakang sang ibu ada anak perempuan dengan rambut merah yang di kepang dua. Rambut ibu dan anak perempuan itu sama-sama berwarna merah. Bayi itu seakan sedang digoda oleh kakaknya. Mereka tertawa bersama.

Aku memandangi langit-langit kamar, ada lukisan tentang luar angkasa. Bintang, planet, galaxy dan bulan. Nampak seperti suasana malam hari dengan atap terbuka.

"Lukisanku sejelek itu sampai kau harus menatapinya tanpa berkedip?"

Lihat selengkapnya