"Hah? Mengapa?"
Aku terkejut dengan perkataan Shane. Mengapa bisa THE CANDLES dibubarkan begitu saja? Lalu bagaimana jika masih banyak kasus yang masih membutuhkan campur tangan mereka? Tapi aku tak menemukan titik bohong pada wajah Shane.
"THE CANDLES sudah mulai tercium semenjak Tn. Eroll mengincar Loui. Ditambah Eroll bekerja sama dengan Neill. Kolaborasi maestro sadis dan duo jenius psikopat yang sempurna. Kami tidak akan ada apa-apanya dibandingkan mereka berdua."
"Lalu?"
"Pemerintah pusat akan mengambil alih. Kasus ini sudah bukan kasus kecil lagi. Mereka akan mengurusnya. Kau tak perlu khawatirkan apapun."
"Aku masih tidak percaya dengan apa yang kualami sekarang Shane. Aku seperti hidup dalam film milik Stephen Spielburg."
Shane tak menjawab, ia tersenyum kecil. Mataku mulai berat dan aku bilang akan tidur lalu beranjak berdiri tapi Shane menahan tanganku. Ia memberi kode agar aku tidur di dekatnya. Ketika aku melebarkan mata, Shane malah menarikku dan mematikan lampu.
Shane mengambil ponsel dan tampak memilih lagu di playlist-nya. Aku hanya memperhatikan apa yang sedang ia kerjakan sambil menahan kantuk. Suara musik terdengar pelan dari ponsel Shane. Ini lagu instrumental milik Depapepe. Aku mulai memejamkan mataku dan berharap esok semua hal akan baik-baik saja.
***
Aku bangun lebih pagi. Tubuhku sudah lebih membaik. Rasanya lebih segar. Kuraih ponselku untuk melihat jam. Waktu menunjukan pukul lima pagi. Aku bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan. Hari ini mobil pengangkut barang akan datang pukul delapan pagi, setelah itu aku dan Shane akan pergi ke sekolah tempatku mengajar. Hari ini akan jadi hari terakhirku melihat sekolah itu.
Aku membasuh wajahku dan hanya menggosok gigi lalu segera menyiapkan sarapan. Aku mencoba membuat pancake kayu manis pagi ini. Semua bahan tersedia. Tepung, butter, susu segar dan telur selalu tersedia. Aku masih ingat rasa pancake yang pernah dibuatkan Louisa untukku. Aku mencoba membuatnya semirip mungkin. Aku mulai memanggang adonan di atas pan. Aroma yang dihasilkan cukup mirip dengan yang dibuat Louisa. Seketika aku merasa flashback dengan kejadian dihari itu.
Beberapa bulan yang lalu aku masih hidup di dunia normalku dan hari ini aku hidup di dalam dunia nyata yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Entah bagaimana cerita hidupku nantinya berlanjut. Bahkan apa yang akan terjadi setelah ini aku tak tahu. Terlalu rumit membayangkan semua hal ini. Yang terbesit saat ini hanya pertanyaan Apakah aku sanggup hidup terus menerus seperti ini?
"Hei! Suara Shane mengejutkanku dari belakang.
Kutatap pancake yang kupanggang di atas pan. Bentuknya sudah seperti arang. Aku terlalu banyak melamun dari tadi sehingga tidak menyadari pancake-ku sudah hangus. Aku panik dan langsung memasukan pan beserta pancake-nya ke dalam dishwashing. Asap mengepul ke seluruh ruangan. Shane membuka pintu dan jendela agar asap cepat menghilang.
Ia menatapku sambil menggelengkan kepalanya. Aku yakin Shane marah dengan hal ini. Ia mendekatiku lalu memperhatikanku dari atas sampai bawah.
"Kau tidak apa-apa? apa ada yang terluka?"
Aku menggelengkan kepala. "Maaf aku melamun."
"Tak perlu menangis. Kau tak perlu bekerja dan berpikir terlalu keras. Jangan cemas, akan kubereskan semuanya. Duduklah."
Shane membawakanku segelas susu dan beberapa crackers keju. Ia mengusap kepalaku lembut. Ia mendekatkan gelas susu ke bibirku agar aku bisa meminumnya. Tangisku perlahan-lahan mereda.
"Saat ini kau dalam keadaan depresi. Kesalahan kecil yang kau buat dapat membuatmu menangis sepanjang hari. Kau tak perlu repot untukku. Kau juga tak perlu sungkan untuk meminta bantuanku."
"Tapi Shane, aku ingin membantumu."
"Kau ada di sini itu sudah membawa perubahan untuk diriku. Itu cukup untuk saat ini."
Aku mematung.
Shane melanjutkan memanggang adonan pancake dan kembali dengan pancake yang sudah matang. Ia duduk di sebelahku dan mengggulung rambutku.
"Ayo kita sarapan. Iris mata violet itu tak cocok dengan air mata yang kau buang-buang. Lagipula bila kau tidak bisa memasak lebih baik serahkan semuanya padaku. Aku masih ingin makan makanan manusia."
Aku tersenyum.
Shane lebih banyak menghabiskan pancake-nya daripada aku. Seakan aku sudah tau porsi makannya yang ekstra. Seperti biasanya, aku membereskan piring dan meja lalu mencuci peralatan makan. Shane mendekatiku di dishwashing. Ia menyodorkan sebuah cangkir.