Aku memulai hari dengan berjalan-jalan berkeliling ruangan. Sekedar merenggangkan tubuhku yang mulai kaku. Ruangannya terkunci. Shane bilang kalau ini standar operasionalnya. Tapi aku merasa seperti tawanan.
Shane sering mengunjungiku. Ia membawakanku buah-buahan. Kadang ia membawakan buku untuk dibaca. Perubahan kondisiku sudah amat membaik. Gel di kulitku sudah dilepas. Lebam di tubuhku juga tak lagi kurasa.
Begitu juga dengan Shane, perbannya sudah dilepas. Aku masih sedih melihat beberapa jahitan di tubuh dan kepalanya. Entah bagaimana cara kerja tubuh Shane. Harusnya dengan pukulan keras di kepala seperti itu membuatnya gegar otak.
Aku sudah tidak sabar bertemu Shane. Hari ini aku akan keluar dari ruangan yang membosankan. Makanan yang mereka beri memang sudah berubah. Beberapa kali mereka memberikanku ayam panggang dan steik. Namun tetap saja tak mengurangi rasa bosanku. Aku tetap menginginkan Matcha latte.
Dengan sedikit berkeringat aku duduk mengatur napas di ranjang. Lalu menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Shane masuk dengan seorang perawat yang membawa gouridon. Begitu ia sampai di dekatku, Shane menyuruhku untuk duduk karena perawat akan memberikan obat terakhir untukku. Aku tidur di ranjang dan membiarkan perawat memberikanku beberapa suntikan lalu memeriksa denyut nadiku.
Perawat mengeluarkan handuk dan peralatan mandi dari dalam gouridon lalu memintaku mandi. Ia juga memberikanku baju dan celana ganti dengan warna hijau. Kunyalakan shower dan membasuh tubuh. Segar sekali rasanya. Ini kali pertamanya aku mandi secara normal setelah satu bulan. Sebelumnya aku hanya mandi dengan air untuk membilas gel di tubuhku lalu mengusapnya dengan kain lembut yang dibasahi cairan kimia.
Kulitku sedikit nyeri saat gel mulai terlepas. Namun aku tidak memedulikannya. Aku mengambil sabun cair dan mengusapnya di tubuh. Baunya aneh seperti bau rumah sakit meskipun sepertinya ada sedikit bau lemon yang tipis. Kulanjutkan dengan mencuci rambut, shampo yang mereka berikan juga cukup aneh. Baunya seperti sabun cuci tangan.
Kudapati ujung rambutku rusak. Mungkin karena aku terjatuh di tumpukan bara api dan genangan darah. Setelah ini aku ingin memotong rambutku. Aku akan meminta Louisa melakukannya.
Setelah berganti baju, kami bersama-sama keluar ruangan. Di luar ternyata hanya ada tiga ruangan dalam sebuah lorong. Temboknya pun dicat abu-abu. Hanya ada satu pintu keluar. Aku menggandeng tangan Shane sedangkan perawat berjalan mendahului kami. Ia membuka pintu keluar dengan sebuah kartu lalu mempersilakan aku dan Shane berjalan dulu.
Aku cukup terkejut melihat beberapa orang berpakaian hitam yang menyelamatkan kami hari itu. Mereka melihat kami bersamaan seperti melihat artis bahkan secara serentak memberikan hormat pada Shane. Shane membalas hormat mereka dan aku mengekor Shane. Mungkin itu cara berkomunikasi di sini.
"Apa kau melihat Kapten Jean?" tanya Shane
"Ya Tuan. Ia ada di bangunan utama. Kurasa ia bersama Nyonya."
"Baiklah. Terima kasih kami akan ke sana."
Kami tiba di ruangan utama. Seluruh ruangan berwarna putih. Beda dengan ruangan tempat kami pertama tadi. Kami bisa melihat orang-orang bekerja di dalamnya. Dalam satu ruangan hanya ada satu dan dua orang. Aku tak menghitungnya secara pasti. Namun sepertinya hanya ada enam ruangan di sana. Aku melihat sekilas ada orang yang hanya memantau layar komputer dengan headset di kepalanya. Di ruangan lain ada orang yang memeriksa senjata. Yang lainnya hanya berkutat dengan foto dan kertas-kertas penuh coretan.
Shane tidak banyak bicara. Aku pun tak mau bertanya. Aku tahu ini merupakan rahasia jadi akan lebih baik kalau aku tidak mengetahuinya. Kami keluar dari bangunan tersebut. Terdapat jembatan besi yang menghubungkan bangunan satu dengan bangunan lainnya. Ternyata selama ini aku berada di lantai dua. Aku dapat melihat keadaan sekeliling dari atas jembatan.
Hanya ada tiga bangunan di sini yang terhubung satu sama lain. Bangunan terakhir tampak lebih besar. Aku hanya dapat melihat atap bangunannya. Sekeliling bangunan dipenuhi pohon-pohon pinus yang sangat tinggi. Aku rasa kami berada di tengah hutan.
Kami memasuki bangunan tengah. Bangunan ini hanya ada satu lantai saja. Bagian bawah bangunan dipenuhi mobil dan senjata. Ada ruangan besar di kelilingi kaca di tengah bangunan. Aku dapat melihat Jean dan Louisa serta tiga orang lainnya di ruangan itu. Aku melambai ke arah Louisa. Ia membalas lambaianku sambil tersenyum lebar.
Aku dan Shane bergegas. Aku menarik Shane agar melangkah lebih cepat. Jean membawa Louisa ke luar ruangan. Aku dan Louisa saling berpelukan. Louisa mencium pipiku berkali-kali.
"Aku sangat khawatir padamu Maidy." Kata Louisa.
"Aku pun begitu. Aku rindu pancake buatanmu."
"Ah...aku punya hadiah untukmu."