SETELAH makan siang, Dhaka bertanya pada Saijah dan Ronaldo, “Mumpung gerobak cat belum jalan, apakah ada pertanyaan yang masih ngegantung?”
“Tanya dong, Ka. Rumah yang tadi itu bakal kita semprot juga?” tanya Ronaldo pada Dhaka.
“Asyik kayaknya ya, Ron,” kata Dhaka lagi sambil menggosok-gosok kedua telapak tangannya, “kita semprot rame-rame.”
Dhaka menoleh ke samping. “Ada request, mungkin?”
“Soal lagu gampang. Gue ada USB sendiri,” kata Saijah.
“Oke sip,” kata Dhaka.
“Gue ada satu pertanyaan, kenapa pas kalo nyetir lo jadi sama kayak Batman?” tanya Saijah.
“Karena eh karena, sama-sama masih nyicil,” jawab Dhaka sambil melagukan kalimatnya mirip sebuah lagu dangdut.
Saijah mencabut kembali USB-nya. “Sstt... sekarang gue serius. Kalo hidup lo yang sekarang itu sebuah film, sebutin satu lagu yang lo mau jadiin soundtrack-nya. Jangan langsung dijawab, pikir dulu. Adegannya gimana, lagunya apa?”
“Sepuluh boleh, dong?” tanya Dhaka.
Saijah menggeleng dan mengacungkan jari telunjuknya.
Dhaka memakai A.T. Mahmud dan membuang pandangan ke arah luar. “Wah! Berat ya kalau satu judul.”
“Selamat siang, Pak Guru BP. Apa yang Pak Guru rasakan di siang ini, itulah soundtrack-nya.” tanya Saijah pada Dhaka.
Dhaka menggelengkan kepala. Sepertinya dia bisa menyebutkan satu judul.
“Ron, lo apa?” tanya Saijah pada Ronaldo.
“Fix You, aja deh. Coldplay,” jawab Ronaldo.
Mendengar jawaban Ronaldo, Saijah langsung tertawa terbahak-bahak. “Pantes!”
Dhaka jadi penasaran dengan reaksi Saijah. “Bagaimana ceritanya?”
“Nah! Chris Martin aja yang nyiptain Fix You aja bubar jalan sama Gwyneth Paltrow. Apalagi lo, Ron, yang cuma adopt to....”
“Satu sama kita ya, Ron,” kata Dhaka pada Ronaldo.
“Bungkus!” teriak Ronaldo.
“Eh, ikutan serius sebentar, ya. Kultur di K-pop itu hobae[1] sangat hormat pada sonbae[2] ya,” kata Dhaka berusaha mengalihkan perhatian karena belum menemukan satu judul lagu.
Ronaldo menunjuk ke arah Saijah. “Cuma fandom-nya yang posesif yang kayak begini ini yang bikin ilfil.”
“Dengerin tuh, Ka,” kata Saijah pada Dhaka
Dhaka mengacungkan telunjuknya. “Ya, saya?!”
Saijah melongok ke arah Ronaldo. “Jangan terlalu obsesif kalo jadi orang. Jangan terlalu posesif kalo lagi ngejar-ngejar seseorang. BA-HA-YA.”
“Dua satu,” kata Ronaldo setengah berteriak pada Dhaka.
Dhaka berusaha menahan tawa dan lagi-lagi membuang pandangan ke arah luar.
Setelah Saijah memutar lagu Boy With Luv dari BTS, mereka siap melanjutkan perjalanan. Dhaka menjelma jadi Batman dengan mengenakan A.T. Mahmud. Dan sejak itu, dia fokus selama menyetir, senyam-senyum sekadarnya, atau memiringkan kepala jika masih saja ada yang tega bertanya. Dia membiarkan Saijah dan Ronaldo beradu pendapat, saling cela, dan saling menertawakan diri mereka masing-masing, pastinya.
“Fresh from the oven, nih. Baru aja rilis April 2019 kemarin. Lo harus bersukur gue puterin ini lagu,” kata Saijah pada Ronaldo.
“Sekarang udah Juli, Sai,” tukas Ronaldo.
“Lo kudu pake kacamata K-pop dong, bukan yang lain, Ron.”
“Apa bedanya?”
“Lagu-lagu mereka itu bakat All-Kill, semua bakalan nomor satu di tangga lagu. Jadi efek lagu ini termasuk baru.”
Ronaldo mencolek bahu Saijah. “Ini soundtrack lo, kan? Sini gue bisikin sebentar.”