The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #1

The Students

Suara hiruk kapal-kapal yang mulai beraktvitas datang dari daerah pinggiran pelabuhan. Beberapa di antara kapal masih bersandar di tepi tanggul beton. Kota semakin berkembang dan modern. Di antara gulungan-gulungan tali tambang, gudang dari bahan ekspos, derek-derek, kapal-kapal pelaut dan para nelayan serta burung camar beterbangan di atas jernihnya air laut.

Begitu juga suara klakson kendaraan roda dua dan roda empat, tak ketinggalan para pesepeda mengenakan baju seragam sekolah saling berlomba mengayunkan sepedanya di jalan raya pinggir tanggul.

Bergeser dari tanggul pelabuhan, terdapat rumah-rumah sederhana, toko kelontong, bengkel, berjejer menghadap ke laut. Dari arah lorong lain, sebauh rumah sederhana yang yang dihuni dua insan manusia, seorang duda menuju lanjut usia dan anak lelakinya yang masih duduk di sekolah menengah atas.

“Jefry... BANGUUN,” teriakan dari Papinya yang menggelegar diluar pintu kamarnya. “Ini sudah jam tujuh.”

Dengan mata melek anak lelaki itu membuka pintu kamarnya. “Astaga, Pi. Nggak usah pakai toa gitu. Jefry dengar kok.”

“Kamu bohong... suara Papi sudah kecil dari tadi tapi kamu tidak dengar. Ayo cepat mandi!”

Jefry segera bergegas mandi dan berpakaian seragam sekolah, dia tahu kalau dirinya sudah hampir terlambat jadi semuanya dipersingkat. 

Dia berjalan tergesa-gesa keluar menuju pintu depan. 

“Oii sarapanmu!” teriak si Papi lagi. 

“Aku sudah telat, Pi.” 

“Walaupun kamu buru-buru, makan dulu sarapan yang Papi buat dengan kasih sayang,” ucap Papi dengan lembut seperti seorang penggoda. 

Papinya sudah membuat dua piring nasi goreng. Semenjak Ibunya meninggal saat Jefry masih berusia tiga belas tahun. Dia tinggal berdua dengan Ayahnya, yang lebih suka dipanggil sebutan Papi. 

“Nanti saja, Jefry takut sakit perut di sekolah,” jawabnya sarkas sambil mengikat tali sepatu. “Daah Pi.” Kemudian dia lari maraton meninggalkan rumahnya. 

Jarak antara rumah Jefry ke sekolah jika berlari berdurasi kurang lebih tiga puluh menit. Jefry memiliki sepeda motor tapi sayang saat ini keadaan sepeda motornya sedang sakit alias rusak. Dia juga memiliki satu skateboard, tapi pagi ini ia memilih tenaga kedua kakinya menuju halte bus. 

Dalam perjalanannya menuju halte, seorang pengendara motor tampak seperti lelaki dewasa pekerja kantoran menegurnya. 

“Jef, mau numpang?” 

Tanpa menjawab, Jefry langsung melompat ke atas motor tersebut. Siapa yang menolak tumpangan gratis. -,- 

Sepeda motor itu melewati jalan pinggir tanggul hingga pertigaan, kemudian belok ke kanan melewati pasar. Di jalan ini kecepatan kendaraan harus melambat. Karena jalan ini dipenuhi toko-toko yang mentereng dan lapak yang menjual kebutuhan sehari-hari, kios-kios mini, supermarket, dan toko yang menjual CD bekas serta kafe, warkop. Area ini juga tak luput dari para pengemis yang meminta-minta dan pengamen jalanan. 

Sepeda motor itu kembali melaju sedang setelah melewati pasar, tampak jalan ini dipenuhi gedung-gedung sekolah dari Taman Kanan-kanak hingga sekolah menengah atas dan kantor-kantor berjejer di area ini. 

**-** 

Tiba di sekolah, Jefry langsung bergabung pada satu barisan di lapangan, ini bukan hari senin tetapi semua murid sudah berkumpul berbaris rapi.

“Ada apa ini?” tanya Jefry pada Yudha Tamzir teman sekelasnya.

“Nggak tahu.”

Kepala sekolah memberikan sambutan dan menyampaikan informasi bahagia. Jika sekolah mereka baru saja memenangkan lomba Cerdas Cermat tingkat daerah dan juga beberapa lomba yang mendapat peringkat.

“Demikianlah kata sambutan dari Kepala Sekolah. Berikutnya kata sambutan dari perwakilan salah satu teman kita yang berhasil menjuarai cerdas cermat,” kata protokol mempersilakan salah satu siswa yang terlibat dalam Cerdas Cermat sebagai perwakilan.

Suara gemuruh kecil yang didominasi suara siswi terdengar dibarisan, ketika siswa tersebut naik ke podium.

Sama seperti Kepala Sekolah, siswa itu mengucapkan terima kasih dengan bangganya. Tak lupa memberikan motivasi kepada teman-teman.

“Dia keren sekali....”

“Wah! Ketua Osis....”

“Asli emang nih cowok.”

Suara histeris yang didominasi para siswi mulai bising saat siswa yang menjabat sebagai Ketua Osis itu tengah berbicara di atas podium tersebut. Selain berparas tampan, Ketua Osis juga dikenal pintar dan lembut kepada semua siswa dan siswi. Dia termasuk idola para siswi di sekolah.

“Nggak cantik nggak jelek, semua pada lebbay,” gumam seorang siswa.

“Kita hanya sekelas butiran debu,”

Yudha menoleh ke belakang. “Bukannya temanmu dari jurusan IPA itu juga ikut Cerdas Cermat yah?”

Jefry hanya berdehem tanda benar.

**-**

Pada jam istirahat. Siswi dengan rambut dikuncir satu memiliki tulang pipi yang tinggi, baru saja membantu seorang siswi yang kena bully dari sekelompok gank siswi yang merasa sok cantik seangkatannya. 

Sebagai anggota OSIS dia punya wewenangan untuk membela dan memberantas bentuk kejahatan di sekolah baik verbal maupun fisik. Namanya Nadia.

“Kalau kalian masih membully dia, saya akan melaporkan kalian semua ke Kepala Sekolah,” kata anggota Osis tersebut dengan lugas.

“Apaan sih dia. Cabut aja yukk,” kata salah satu siswi yang membully sambil memandang sinis ke arah Nadia.

Satu gank itu pun pergi meninggalkan Nadia dan siswi yang dibully.

“Kamu nggak apa-apa?” tanyanya pada siswi yang di bully tersebut.

“Nggak a-apa-apa,” jawab siswi terbata-bata karena masih gemetar.

“Lain kali kalau kamu ketemu mereka, kamu lari saja dan jangan takut untuk meminta bantuan.”

“iya Kak, terima kasih.”

“Kamu kelas berapa?”

“Saya kelas satu, kak.”

Lihat selengkapnya