The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #2

Kekuatan Siswi

Di luar sekolah, Jefry berdiri bersandar di tembok dekat gerbang. Terlihat sedang menunggu, menunggu sesuatu yang tidak pasti. Tidak ada yang memperhatikan Jefry, ya karena dirinya tak penting. Jam menunjukkan pukul setengah tiga.

Karena sudah tertinggal bus dan pagi hari hanya mendapat tumpangan. Siang ini dia memilih berjalan kaki pulang. Sembari menikmati hawa musim panas. Bisa saja dirinya memesan ojek online tapi dia ingin jalan kaki sebentar. Dia memilih jalan pintas, gang-gang melewati komplek perumahan.

**-**

Di sebuah jalan yang tidak terlalu lebar seukuran mobil truk, samping kiri kanan terdapat rumah dan ruko sebagaian tutup. Siang ini suasananya terlihat sepi.

Nadia berjalan dengan santai, tampak Jefry berjarak beberapa meter di belakangnya. Siswa itu tidak berani mendekat untuk menegur, tetapi dia berjalan seperti penguntit. Atau dia hanya penasaran, dimana tempat tinggal Nadia.

Kemudian sekelompok pemuda nongkrong berpakaian seperti preman amatiran menegur Nadia.

“Hi cewek!”

Nadia menoleh sekilas dan mengabaikannya.

Lalu ketiga preman amatiran itu mendekat menghadang Nadia.

“Apa yang kalian inginkan? Aku hanya seorang siswa SMA biasa, aku tidak punya uang atau kekuasaan,” kata Nadia.

“Hi cantik, serahkan uangmu!” kata salah satu dari mereka sambil mencodongkan badannya ke hadapan Nadia.

“Tubuhmu juga boleh,” kata preman satunya lagi.

“Kami bukan orang jahat, serahkan saja uangmu!”

Nadia hanya menatap mereka dengan santai, seperti tidak ada ketakutan dalam dirinya tengah ditodong. Ia juga tidak berteriak ataupun lari, malah berpikir ketiga orang ini hanya butuh uang rokok.

Jefry yang melihat adegan siswi sejurusannya itu diganggu, nampak masih diam mengamati dibalik tiang listrik. Menunggu moment untuk maju, dia sudah menyiapkan jurus ninjanya jika terjadi hal yang serius.

“Kamu lihat apa? Huh,” bentak preman yang berambut mowhak. “Kamu mau memberikannya atau kami akan melakukan pemaksaan.”

“Pergi kalian!” kata Nadia dengan nada santai kayak di pantai.

“Kamu bilang apa barusan huh?” kata preman semakin mendekat ke Nadia. “Kamu kira aku akan toleransi karna kamu cewek?!”

Dibalik tiang listrik, Jefry mulai mengambil satu batu seukuran genggamannya buat berjaga-jaga.

Dengan satu tarikan napas, Nadia mengulang kalimatnya. “Aku bilang pergi kaliaaan!!” teriak Nadia bak orang kesurupan seraya mengangkat tangannya dan menghantam wajah preman yang paling dekat dengannya hingga tersungkur.

Melihat temannya jatuh, dua preman pun maju melawan, namun Nadia lebih cekatan, gerakannya sangat cepat untuk menghajar. Ia melayangkan satu hantaman tinju dan satu tendangan masing-masing ke wajah dan perut si preman. Selanjutnya Nadia menginjak satu kaki preman yang tersungkur.

“Huh, kakiku sakit.”

HIAAT HIAAT

Tendangannya kembali melayang ke perut si preman.

“Tolong, aku anak tunggal” kata satu Preman sembari memegang perutnya yang terkena tendangan. sedangkan yang satunya jongkok gemetaran seperti anjing meminta makanan.

“Aku nggak mungkin menghajar kalian, kalau kalian semua tidak menggangguku,” ujar Nadia memperingatkan ketiga preman.

Nadia kembali bergerak lagi untuk menghajar. “Ini rasakan....”

Sebelum pukulannya mendarat, satu preman mengangkat kedua tangannya tanda bendera putih. “Ampun... ampun.”

“Dasar... beraninya sama cewek saja.”

“Ayo lariiii,” teriak preman satunya.

Kedua temannya bergegas berdiri dan berlari sekencang-kencangnya.

Jefry membuang batu yang dipegangnya, dia terpaku dengan kekuatan bela diri Nadia. Itulah kenapa dia tidak lari membantu, karena Nadia dapat menghabisi ketiga preman tersebut. Layaknya karakter anime cewek imut berubah menjadi garang, sekilas Jefry seperti menonton Salermon.

Hosh hosh.

Siswi itu menstabilkan napasnya, ia membersihkan kedua tangannya dengan ditepuk-tepuk.

Jefry yang sedari tadi jadi penonton, melangkah menghampiri Nadia.

“Hei kamu tidak apa-apa?” tanya Jefry sedikit khawatir.

Nadia memandangnya dan berpikir, 'Siapa orang ini?' Tiba-tiba datang bertanya keadaannya, itu artinya dia melihat kejadian barusan.

“Aku baik-baik saja,” jawabnya singkat.

Memang dia baik-baik saja, Jefry jadi salah tingkah. ‘Kawaii banget,’ batinnya melihat lebih jelas wajah cute Nadia.

“Anu... aku baru lewat sini dan melihat kamu berantem dengan tiga preman,” katanya gagap. “Ahh kamu hebat membuat mereka ketar-ketir,” puji Jefry sumringah.

“Oh itu, biasa saja. Makasih.”

Nadia melihat seragam sekolah Jefry sama dengan seragamnya. Meskipun memakai sweater diluaran, ia dapat mengenal dari warna kombinasi seragam sekolah mereka.

“Kamu anak SMA Rajawali?”

“Ah iya. Aku Jefry, kelas 3 IPS 3.” Sambil mengulurkan tangannya berjabat.

Nadia membalas jabat tangan. “Nadia. Kelas 3 IPS 1.”

“Berarti kita tetangga kelas.”

“Kayaknya sih gitu.”

Hening sejenak.

Nadia melangkah lebih dulu, diikuti Jefry.

Nadia menolah dan berkata. “Kenapa kamu mengikutiku?”

“Heh itu, arah kita sama.”

Batin Jefry, ‘Benar kata Yudha dia emang galak’

Keduanya berjalan berdampingan.

Lihat selengkapnya