The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #8

Car Free Day

Car free day telah tiba. Tiga remaja sedang duduk pada pinggiran bunga terbuat dari beton melingkar setinggi pinggang, di tengah-tengahnya tumbuh bunga-bunga didominasi warna hijau. Tidak jauh dari tempat mereka, lapak, gerobak, gerak jajanan berbaris rapi.

Samuel mengatakan pada kedua murid IPS, jika masih harus menunggu satu teman. Sambil menunggu, ketiganya berbincang-bincang kecil.

“Oia, Sam. Gisel ini yang dari kemarin penasaran sama kamu,” ucap Nadia.

“Astaga Nad, kamu jujur banget. Aku jadi malu,” kata Gisel seraya melototi Nadia.

Samuel tersenyum dan berpikir, 'Kenapa Gisel sampai segitunya?'

“Apa yang buat kamu penasaran sama diriku?”

“Heh. Nggak. Aku hanya penasaran siapa yang ikut cerdas cermat dengan ketua Osis tempo hari.”

“Oh sekarang kamu sudah nggak penasaran lagi kan?” 

“Ya” Gisel menempelkan tangannya ke lengan Nadia saking malunya. Ia mengalihkan dengan nada resah. “Astaga kenapa temanmu lama sekali?”

Samuel menyahut. “Mungkin kejebak macet.”

“Ini sudah lewat satu jam.”

Nadia menambahkan. “Mamiku selalu bilang padaku untuk tidak mempercayai omongan pria.”

Samuel tak menyela, dia tidak punya kalimat bantahan melawan dua betina yang sedang bersamanya.

**-**

Jefry bangun terhentak akibat bunyi alarm jam weker di meja belajarnya.

Dia melotot pada jam weker tersebut. “Jam berapa ini? Sudah berapa lama aku tidur?”

Bersamaan itu Samuel meneleponnya hanya untuk mengingatkan tentang janji meet up mereka. Jefry terbelalak.

Jefry melempar tubuhnya ke atas kasur posisi tengkurap setelah menutup telepon. Awalnya dia ingin tetap di rumah namun Samuel kembali mengingatkannya. Sungguh dia tidak ingin ikut, dia merasa di luar berbahaya bertekad untuk tidak pergi ke luar rumah. Tapi setelah dia pikir-pikir, demi permintaan seorang teman yang sudah membantunya tempo hari dan merasa hampa di akhir pekan di rumah sendiri. Akhirnya dia memilih untuk pergi keluar. Apapun yang terjadi.

Sungguh dia tidak paham dengan dirinya sendiri, kenapa dia harus melewati pengalaman sangat berharga. Dia segera bergegas dengan ringkas.

**-**

Ini bukan pertama kalinya Jefry melihat Samuel dan Nadia. Tetapi kali ini rasanya tampak berbeda. Rasanya seperti sesuatu di dalam diri Jefry telah hancur tidak dapat ditarik kembali.

Dia melihat Samuel duduk dengan pakaian rapi, hari ini Samuel memakai kacamata putih bening model gaya dengan kemaja putih dan jumper navi diluarannya. Di sampingnya Gisel duduk dengan wajah masang, dan Nadia tetap dengan rambut diikat rapi memakai blus dan memiliki sedikit riasan. Dia terlihat berbeda hari ini di mata Jefry.

Dengan segenap raga, di bawah terik matahari. Jefry mendekati mereka untuk menampakkan wajahnya pada ketiga teman sekolahnya tersebut.

“Itu dia...,” kata Samuel.

Kedua cewek di sampingnya menoleh ke arah Jefry.

“Itu kan Jefry,” kata Gisel. “Jadi kita menunggu Jefry dari tadi? Kenapa nggak bilang dari tadi,” cetusnya pada Samuel.

“Aku lupa kalau kalian satu jurusan,” balasnya. “Jadi aku nggak perlu mengenalkan dengan kalian lagi.”

“Haii teman-teman...,” sapa sumringah Jefry.

Tentu saja kedua remaja perempuan sudah kenal sosok Jefry. Keduanya merasa mendapatkan sesuatu yang tak terduga. Gisel yang sebenarnya membuat ekspetasi tentang bagaimana paras teman Samuel. Dan Nadia yang tak menyangka bahwa Samuel anak IPA berteman dengan Jefry tetangga kelasnya. Detik itu juga, Samuel mengetahui tentang tiga orang disekitarnya itu.

Gisel langsung memberikan semburan pembuka lahar panas untuk Jefry. “Kemana saja kamu? Seandainya kami buah, kami sudah membusuk dari tadi gara-gara nungguin kamu.”

“Maap maap, aku lupa. Aku belajar sampai larut. Untung jam wekerku bunyi.”

Gisel berteriak jengkel. “Kenapa kamu masih pakai jam weker di zaman sekarang? Kamu punya ponsel, kan?”

“Karna suara jam weker lebih berisik.”

“Kamu terlalu keras belajar semalaman. Sampai lupa kalau hari ini hari minggu,” sela Samuel.

Jefry memancarkan wajah pura-pura bodoh. “Ah maafkan aku. Mari kita ke jalan-jalan sekarang,” serunya.

Tampaknya ketiga remaja sudah tidak tertarik untuk mencoba jajanan.

“Kita cari makanan berat saja yah. Perutku sudah konser dari tadi,” kata Gisel.

“Tapi ini belum jam makan siang.”

“Gimana kalau kita cari kedai untuk nongkrong saja.”

“Tidak. kita harus cari warung makan!” kata Gisel.

Ketiganya sepakat. Mereka memutuskan putar haluan menuju sebuah rumah makan sederhana, tidak jauh dari tempat mereka sebelumnya.

**-**

Duduk saling berhadapan di meja berbentuk persegi panjang. Selanjutnya Samuel melambaikan tangan kepada pelayan untuk memesan.

Pelayan meletakkan dua buku menu tebal berisi gambar makanan dan daftar harga.

“Kalian mau makan apa?”

“Aku pesan Mie goreng spesial dengan lemon tea,” kata Jefry.

Selanjutnya Gisel memilih menu. “Aku mau udang goreng dan pangsit goreng. Minumannya es jeruk.”

Pelayan pria mencatat menu pesanan Jefry dan Gisel pada kertas kecil di tangannya.

Sementara itu Nadia masih membolak balik buku menu. Samuel merekomendasikan satu menu makanan padanya.

“Nad, Kamu suka bihun goreng?”

Nadia masih berpikir. “Hum.”

“Atau Kerang saus tiram, kamu suka?”

“Hum. Ya.”

“Kamu mau minum apa?”

“Es Teh dingin.”

Samuel menoleh pada pelayan dan berkata. “Kerang saus tiram dua dan Es tehnya dua.”

Jefry duduk di depan Nadia menyaksikan bagaimana Samuel menawari dan memesan menu yang sama dengan Nadia. Dia selangkah di depan Jefry.

Sembari menunggu pesanan, empat remaja memulai percakapan.

“Tadi waktu nungguin kamu, Sam sempat cerita pada kami awal mula kalian bertemu. Tapi dia nggak sebut nama,” kata Gisel. “Itu seperti drama-drama ftv.”

Kedua mata pemuda tercengang mendengar kata ‘Drama ftv’.

Samuel mencoba mencari topik lain. “Apa kalian sudah punya rencana setelah lulus nanti? Melanjutkan ke Universitas?”

Gisel menjawab pertama. “Aku masih bingung menentukan Universitas mana yang cocok untukku.”

“Kamu masih ada waktu untuk memilih,” balas Samuel. “Bagaimana denganmu, Nad?”

“Aku berencana kuliah dan mengambil jurusan Pendidikan.”

“Jurusan yang bagus,” balasnya. “By the way kamu terlihat cantik hari ini, Nad.”

Tampak wajah Nadia memerah, di sisi lain Jefry membungkam mulutnya saat Samuel memuji seorang Nadia. Dalam hatinya berkata. ‘Sam seperti kucing yang terlihat pendiam dan pemalu di luar, tapi diam-diam dia melakukan segala macam hal, bahkan menjadi buaya.’

Saat makan bersama berlangsung, Samuel sesekali melakukan lirikan tajam dengan sadar terhadap siswi anggota Osis itu, dan Nadia sesekali membalas lirikannya.

Mereka mengobrol random mulai topik masalah sekolah, dan kegiatan masing-masing.

“Oia guru seni memintaku untuk mengambil bagian dalam paduan suara kelulusan,” kata Nadia.

Lihat selengkapnya