The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #9

Suram

Dalam hari-harinya setelah berkenalan dengan Nadia, Samuel selalu berharap dapat melihat sisiwi taksirannya di mana pun dirinya berada meskipun di sudut sekolah. Sejauh ini, Nadia selalu merespon setiap sikap dengan siapa saja yang mengirim pesan padanya dengan baik.

**-**

Rutinitas pagi, beberapa siswa naik bus ke sekolah, goyangan sepatu akrab dengan penumpang. Cuaca sangat bagus, langit biru cerah dan rumput hijau.

 Di area jurusan IPS.

“Berapa lama lagi dia suram seperti itu?” gumam Yudha. Biasanya dirinyalah terlihat suram di hadapan Jefry.

Yudha menegur teman sebangkunya yang sedari tadi membenturkan kecil kepalanya di meja.

 “Hei, Jef. Apa yang terjadi? Berhenti benturin kepalamu, nanti kamu geger otak.”

“Acchh biarin… aku mau amnesiaaa.”

“Kamu ngomong apa sih?”

“Sesuatu terjadi… nggak pernah terbayangkan olehku ini akan terjadi… sungguh-sungguh di luar prediksi….”

Tak ada ekspresi selain ekspresi bingung campur bengong dari Yudha.

“Tidak semua mimpi dalam hidup ini dapat terwujud…,” lanjut Jefry.

‘Salah satunya mimpi mewujudkan bersama Nadia. Aargh Sam mengatakannya dengan jelas, dan aku tidak mengatakan apa-apa. Dasar. ’ – Jefry.

Kata-kata yang sudah terucapkan tidak dapat ditarik kembali. Kata-kata yang belum terucapkan tidak akan pernah diketahui oleh siapapun. Jika ada yang salah, maka itu salah Jefry.

Yudha sama sekali tidak paham maksud semua perkataan Jefry.

“Jef, kamu terlihat lesu? Kamu ada masalah? Wajahmu frustrasi begitu.”

“Ya, aku hampir mati.”

“Bicaralah sama aku, walaupun nggak ada solusi seenggaknya bisa buat kamu lega.”

Jefry dilema, apa dia harus memberitahu Yudha tentang kisah asmara segitiga bermudanya atau menunda sementara.

“Aku baik-baik saja. Aku hanya frustrasi akhir-akhir ini, harus belajar keras untuk ujian akhir.”

“Karna itu kamu sampai sekarat begini?” Yudha menghela napas. “Nilai memang penting tapi jiwamu jauh lebih berharga. Jangan sampai kamu mati gara-gara keras belajar. Yang ada kamu nggak akan ikut ujian.”

“Kamu tahu sendiri kan, nilaiku nggak ada yang cantik dalam tiga tahun ini.”

“Banyak yang dapat nilai jelek, aku juga begitu. Paling cuman dimarahi orang tua sehari.”

“Katanya yang nggak lulus ujian akan mati dengan tenang kali ini.”

Seorang guru perawakan berumur empat puluh tahun kemeja putih datang memberi informasi mengerikan di depan kelas.

“Ujian akhir semester kali ini dijadwalkan dua bulan dari sekarang. Kalian harus menyiapkan dengan baik. Terutama siswa yang nilainya sangat jelek.”

Jefry dan Yudha saling lempar tatapan.

Teguran guru pria itu tidak berangsur lama. Alih-alih memikirkan nilai, Kedua siswa itu keluar kelas berdiri saling berhadapan di depan pintu kelas. Kemudian memunculkan topik baru.

“Jef, aku juga ingin punya pacar. Cewek itu ibarat duit. Aku menyukai duit tapi duit tidak menyukaiku.”

“Eh? Kamu naksir seseorang?”

“Nggak. Aku cuman pengen punya pacar.”

Melupakan kesuramannya, Jefry lalu membantu Yudha. “Baiklah. Ayo kita cari di media sosial.”

Selanjutnya Jefry menggulirkan layar ponsel di aplikasi sosial media miliknya. Mencari daftar teman, khususnya murid perempuan yang satu sekolah dengan mereka.

Jefry menunjukkan satu foto profil akun siswi di hadapan Yudha. “Dia anak IPA, tetangga kelas dengan temanku.”

“Dia kelihatan intimadasi.”

Jefry kembali menunjukkan profil akun siswi lain. “Bagaimana yang ini?”

“Aku nggak suka potongan poninya.”

Begitu seterusnya, hingga bola mata Yudha tampak tak tenang ketika Nadia dan Gisel melewati punggung Jefry dari belakang.

Nadia sempat menoleh melirik. Yudha memberikan kode mata namun Jefry tidak peka, dia terus berbicara menganalisis remaja perempuan di sosial media.

“Dia anak kelas dua, Yud. Tahun lalu dia terpilih sebagai ketua marchine band sekolah kita….”

“Sst” Yudha terus mengirim kode, kali ini menggunakan gesekan bibir pada Jefry.

Jefry menoleh ke belakang, pupil matanya membesar ketika dia melihat tatapan satir Nadia.

“Sejak kapan kamu ada di belakangku?”

“Sekitar lima detik yang lalu.”

“Kalian membuatku kaget.”

Nadia menegurnya. “Hei kamu tahu, itu nggak baik berbicara di belakang seseorang seperti itu.”

“Aku menjelaskan ini untuk membantu Yudha mencari selir hati.”

“Kenapa kamu menjelaskannya sama aku? Aku hanya menegurmu.”

Jefry berteriak di dalam hati, kepalanya terasa pecah. ‘Damn! Kenapa aku jelaskan? Ya tidak ada apa-apa di antara kita. Hanya aku suka kamu!’

“Kalian lanjutkan saja….”

Nadia dan Gisel berlalu.

Di Mata Nadia dan Gisel, mereka berdua itu terlihat seperti tipe cowok yang sudah biasa berurusan dengan cewek.

“Yud, mau dibuang kemana mukaku?”

“Heh. Kamu sudah chattingan pribadi belum sama dia?”

Jefry menggeleng kepala.

“Ya ampun, kenapa pergerakanmu lambat sekali.”

“-_-”

“Jangan bilang kalau misi pertama kita belum berhasil.”

“Jangankan berhasil, tanda-tanda bergerak dari nol pun belum ada.”

“Apa mesinmu rusak?” =_=

**-**

Nadia menopang dagunya di atas meja. “Oia Sel, By the way gimana pendapatmu tentang Samuel?”

“Dia hot, tampan, segar seperti sayuran yang baru dipetik, ada manis-manisnya, hm... apa lagi yah....”

“Dari perspektif lain?”

“Dia enak diajak ngobrol, pembawaanya tenang. Aku bisa lihat bagaimana cara dia memandangmu. Aku yakin dia ada rasa suka sama kamu, dia perhatian sama kamu.”

“Secepat itu?”

“Lihat, dia nggak menyinggung soal tanggapanmu di akunnya. Sebaliknya dia memuji kecantikanmu.”

“Hum.”

“Menurutku dia pria dewasa.”

Lihat selengkapnya