The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #10

Piknik Pantai

Nadia dan Gisel mempersiapkan barang-barang piknik yang akan di bawa ke pantai sabtu sore. Seperti camilan, makanan cup, tikar, bola voli dan meja lipat. Samuel akan menjemput mereka di rumah Nadia.

“Kamu sudah beritahu Jefry dan Yudha?” tanya Nadia.

“Ya, aku sudah texting mereka. Katanya mereka akan nyusul.”

Dengan mengendarai mobil Rush putih milik orang tuanya, Samuel menghentikan mesin mobil di halaman rumah Nadia. Selanjutnya, membantu kedua perempuan itu memasukkan barang-barang bawaan ke bagasi mobil.

**-**

Sinar matahari di pantai ini terasa hangat, kelimanya duduk bersama di atas tikar di bawah pepohonan dengan kaki telanjang. Di atas meja lipat sudah tersedia beberapa makanan.

Jefry memandangi satu persatu makanan dan perlengkapan yang dibawa temannya tersebut.

“Ya ampun kalian niat banget pikniknya.”

“Iya dong.”

“Kita datang di waktu yang tepat, kalau kita datang di hari minggu pantai ini sangat ramai,” terang Yudha.

“Oh ya? Berarti ini waktu yang pas liat sunset dengan tenang,” kata Gisel menarik napas panjang dengan memejamkan mata.

Sembari menunggu sunset, mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol ringan.

“Kita main voli yuk,” seru Samuel.

Keempat lainnya saling tukar pandang.

“Tapi kita berlima, bagaimana cara bermainnya?”

“Aku dan Jefry satu tim. Kalian bertiga,” kata Yudha.

“Aku jadi penonton saja,” sahut Nadia. Dia melihat posisi pemain ganjil.

Keempatnya sepakat. Jefry se-tim dengan Yudha dan Samuel se-tim dengan Gisel. Mereka saling berhadapan tanpa net. Dua versus dua mereka bermain bak pertandingan sungguhan.

Nadia mengambil posisi duduk di batu besar menonjol di atas pasir menghadap ke laut yang tak jauh dari tikar mereka. Dia adalah penonton satu-satunya di pantai itu, dia sangat tenang menonton teman-temannyanya yang saling membalas pukulan, saling mengoper dan smash, saling tos saat berhasil mendapatkan poin.

Permainan telah berlangsung beberapa menit.

“Jef, kamu bisa nggak mainnya lebih andal? Rasanya aku seperti pemain tunggal,” keluh Yudha di sela permainan. Ia sedari tadi lebih banyak memukul bola yang datang di area mereka.

“Aku nggak jago main Voli. Tapi kalau makan, boleh di adu.”

Permainan sangat sengit dan kurang seimbang, di mana area Yudha lebih banyak diserang.

BRUKK

Terdengar suara pantulan keras antara bola voli dan kepala Jefry. Jefry merasakan kepalanya berputar-putar sebelum tubuhnya tersungkur di atas pasir lembut tak sadarkan diri.

Saking terlalu liarnya memandangi cewek yang dia suka, sampai-sampai terkena bola tepat di pelipisnya.

Semuanya berlari mendekat ke Jefry, berlutut memeriksa kondisi Jefry.

“Apa dia pingsan?”

Mereka berempat berusaha membangunkannya dengan memanggil nama Jefry sambil menepuk-nepuk pipi dan lengan.

“Jef.”

“Jefry….”

Dalam alam bawah sadar Jefry : ‘Adakah sedikit harapan untuk masuk ke hatinya (Nadia)? Bagaimana aku bicara dan memberitahunya (Samuel)? Kenapa aku selalu ditempatkan pada posisi canggung, tidak mampu mendorong aku keluar. Aku jauh lebih manipulasi atau aku yang dimanipulasi. Siklus ini tak berujung, tak mengarah ke apapun.’

Kembali ke dunia nyata Jefry. Dalam keadaan terbaring, perlahan mulai membuka kedua matanya.

Sosok yang pertama muncul di hadapannya ialah wajah Nadia, tepat di atas pupil matanya.

Suara Nadia. “Jefry.”

‘Apa aku sedang bermimpi, itu Nadia.’ – Jefry. ^_^

Lalu muncul wajah Samuel. “Jef, kamu bisa mendengarku?”

‘Heh? Kenapa ada Samuel?’ – Jefry. T_T

Selanjutnya Gisel memunculkan wajahnya.

Kenapa dia (Gisel) juga ada disini?’ – Jefry. >0<

Terakhir wajah Yudha dari arah atas kepalanya. “Apa kamu benar-benar bodoh?”

‘Ternyata ini nyata. Hufft.’ – Jefry. -_-

Ia mulai bangkit sambil memegangi kepalanya yang terkena bola Voli pukulan dari Gisel.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Gisel sambil meminta maaf.

Jefry hanya mengangguk-angguk menahan kesakitan.

“Kamu sih, ngapain juga melamun segala,” kata Yudha, membantu Jefry berdiri.

“Ya sudah, kita istirahat dulu,” seru Nadia. “Kami membawa makanan, kita akan makan dulu baru pulang.”

Semuanya berjalan lebih dulu kecuali Gisel dan Jefry tertinggal di belakang.

“Kepalamu masih sakit?”

Jefry memijit-mijit kepalanya menjawab. “Nggak sakit, aku cuman kaget.”

“Aku nggak bermaksud melempar bolanya sekeras itu....”

“Heh? Jadi kamu sengaja melemparnya?”

Gisel berbisik ditelinga Jefry. “Kamu liatin Nadia terus kan....”

Jefry terbelalak.

“Sudahlah, aku perhatiin kamu. Makanya aku sengaja lemparin bola itu ke kamu.”

‘Gisell... teman bastardd,’ teriak Jefry dalam hati.

Melihat matahari terbenam merupakan momen istimewa, mellihat matahari yang seolah-olah masuk ke dalam hamparan air laut. Hembusan segar angin sepoi-sepoi mengibarkan-ngibarkan rambut.

Jefry berbaring di atas lembutnya pasir, di samping kirinya Yudha duduk serius menghadap laut memandang langit jingga. Beberapa jarak di samping kanannya, Nadia dan Gisel serta Samuel duduk menikmati salah satu keindahan semesta.

**-**

Lihat selengkapnya