The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #17

Misunderstanding

Keesokan harinya, Gisel langsung mengintrogasi teman sebangkunya itu.

 “Jadi dari Rumah Sakit dia antar kamu pulang lagi?”

“Iya, dia sendiri yang mau menunggu.”

“Terus bagaimana kondisi Ibumu?”

“Sudah mendingan, udah mulai normal.”

“Aku kembali soal tadi. Jadi kamu ngapain aja sama Jefry?” Gisel memainkan alis matanya.

“Hah?”

Gisel berpikir tentang di rumah. sedangkan Nadia mengingat insiden motor mogok.

“Motor Jefry mogok.”

“Eh, mogok dimoment seperti itu?”

Nadia tertawa kecil.

“Jadi kalian mendorong motor?”

“Tidak. Untungnya ada bengkel dekat situ. Dia menyimpan motornya di bengkel trus kami pulang naik taxi.”

Gisel tepok jidat.

“Itu mereka sudah datang.”

Jefry dan Yudha menghampiri mereka.

“Kenapa kalian senyum-senyum?” tanya Yudha saat bergabung.

“Kamu sudah tahu belum soal insiden motor mogok?”

Yudha tertawa. “Ya, tadi pagi kami mengambilnya di bengkel.”

Nadia bertanya. “Motornya sudah sehat?”

“Iya.”

“Jef, lain kali motormu ajak kompromi dululah,” keluh Gisel.

“Motornya nervous seperti orangnnya,” canda Yudha.

**-**

Di bawah pohon beringin, dua pemuda duduk di atas rumput yang tebal. Daun-daun dahan melindungi dari pantulan sinar matahari, sebuah tempat yang sejuk di sudut sekolah.

“Kompetisi Musik Piano Nasional.”

“Aku sudah mengirim linknya. Kamu cek saja,” kata Jefry.

“Kenapa kamu mengirimkanku?”

“Supaya kamu bisa ikut kompetisi itu,” ucap jefry sambil mengedipkan satu matanya.

“Ini adalah kompetisi tinggi senior pertama. Semua orang menggangapnya serius, beberapa orang sudah mendaftar jauh sebelumnya.”

“Heh? Kamu sudah tahu banyak tentang kompetisi itu?”

“Aku nggak akan berpartisipasi.”

“Justru aku mengirimkan linknya agar kamu juga ikut mendaftar.”

“Meskipun aku belajar piano bertahun-tahun, keterampilanku tetap biasa-biasa saja,” balas Samuel nada pasrah. “Aku nggak bisa bersaing seperti ini.”

“Itu nggak akan menjadi masalah besar, kan?”

“Seharusnya itu masalah....”

“Tidak, ini ide bagus.”

“Bagimu. Bagiku tidak.”

“Sam, aku orang terdepan paling mendukungmu. Kamu tenang saja.”

“Jef, kamu harus tahu. Satu-satunya orang yang tidak bisa kuhadapi di dunia ini adalah Ayahku.”

“Maksudmu? Ayahmu tidak mengizinkanmu.”

“Ya.”

“Nanti aku bantu bicara dengan Ayahmu.”

“Ayahku orangnya sangat keras, tidak mudah menaklukannya.”

“Bukannya aku mau ikut campur. Tapi karna aku merasa kamu mampu melakukannya, jadi aku mendorongmu.”

“Itu sulit bagiku untuk meyakinkan Ayahku.”

“Ayahmu hanya tidak percaya sama kamu.” Jefry melanjutkan dengan satu kalimat bijak. “Orang cenderung percaya hanya hal-hal yang ingin mereka percayai.”

Ketika keduanya sedang berdiskusi tentang kompetisi dan Ayah Samuel. Tiba-tiba didatangi satu siswa berpenampilan sangat rapi. Kaki baju di dalam dengan rim hitam, memakai kacamata bulat bening, rambut tertata rapi bak olesan minyak sawit. Definisi siswa culun di sekolah.

“Hallo.”

Keduanya membalas serentak sapaan'Hallo' dari siswa culun.

“Kamu siapa?”

“Ah maaf. Apa kamu Kak Samuel kelas tiga IPA?”

“Ya. Ada apa?”

“Kenalkan aku Ryan. Aku kelas dua.”

“Um terus, ada perlu apa?”

“Boleh aku mau minta foto Kak Samuel? Maksudku foto bareng,” pintanya jujur.

Samuel menoleh ke Jefry, ia melihat mata kedua pupil Jefry meleleh.

“Sam. Aku nggak nyangka kamu punya penggemar cowok. Sepertinya aku memang kalah dari kamu.”

Samuel berderit mendengar kalimat yang dilontarkan Jefry.

“Kak Sam....”

“Uh Yaa. Bo-boleh.”

Mengikuti permintaan penggemarnya, Samuel pun berswafoto bareng Ryan adik kelasnya. Sesudah itu, Ryan pergi dengan senang hati.

“Sam, aku mau mengatakan sesuatu tapi janji jangan marah.”

“Apa?”

“Awalnya aku pikir kamu guy, sorry. Kamu tahu, kamu terlalu peka dan lembut, tidak hanya ke cewek tapi ke cowok juga,” katanya jujur. “Aku merasakannya, Sam.”

“Jef, maksudmu? Kamu...?”

“Tidak, tidak. Aku normal. Maksudku dirimu.”

“Hah? Ada-ada saja kamu. Bukannya kamu tahu kalau aku naksir cewek.”

Lihat selengkapnya