Mumpung waktu libur akhir pekan, Samuel memanfaatkan berkunjung ke rumah Nadia. Dia memarkir mobilnya, mengetuk pintu tiga kali sambil membawa sesuatu ditangannya.
Itu tampak Samuel sedang mencari muka di depan Mami Nadia, setelah sebelumnya dia mengantar pulang Bu Sandra hari itu.
‘Harus sempurna di hadapan Mami Nadia.' – Samuel.
Pintu rumah Nadia terbuka, dia mempersilahkan Samuel untuk duduk menunggu, lalu izin untuk mandi. Selagi Nadia mandi, Samuel menunggu di teras rumah.
Dari pagar rumah muncul sosok Jefry. Keduanya mematung saling memandang beberapa saat, sebelum Jefry menghampiri Samuel yang sedang duduk sendiri.
Kedua pemuda saling diam, biasanya mereka sangat aktif saat bertemu seperti membahas persoalan masing-masing. Kali ini keduanya tampak canggung.
“Sam, boleh aku bertanya?”
“Ya.”
“Kenapa kita jadi diam begini?”
“Mungkin karna kita nggak tahu mau bahas apa.”
“Huh bisa jadi.”
Mereka berdua harus menghilangkan kecanggungan itu. Kemudian Jefry mengajukan pertanyaan lain.
“Kamu sudah lama? Maksudku apa yang kamu lakukan di sini.”
“Aku datang menjenguk Ibu Nadia,” jawab Samuel. “Kamu sendiri?”
“A-aku mau mengembalikan buku kejuruan Nadia.”
“Oh begitu. Nadia izin mandi tadi.”
“Hum.”
Ternyata bukan hanya mereka berdua yang datang tiba-tiba, Gisel juga datang bersama Yudha secara tiba-tiba.
“Kalian sudah di sini duluan yah,” kata Gisel.
“Eh kok kalian bisa barengan?” tanya Jefry heran.
Yudha yang menjawab. “Aku menjemputnya.”
“Di rumah Gisel?”
“Iya, emang mau dimana lagi,” sahut Gisel.
“Jadi Yudha sudah tahu rumahmu?”
“Astaga, Jef. Kamu kenapa? Aku nggak akan datang mencuri di rumahnya,” celutuk Yudha.
Betapa terkejutnya Nadia, ketika dia meninggalkan Samuel sendiri sementara waktu. Saat dia kembali, teras rumahnya sudah ramai.
Nadia hanya mandi secepat kilat. Dia mengeringkan rambutnya dengan hair dry kemudian mengikat kuncir satu rambutnya. Hanya memakai celana pendek dan kaos putih polos oversize, membuat dia terlihat imut dan natural.
“Aku mengajak Yudha ke sini untuk menjenguk Ibumu sekalian. Kami bawa buah-buahan.”
“Sebagai bentuk cinta dan kepedulian kami.”
“Karna kalian semua di sini. Aku ucapin makasih banyak yah sudah datang menjenguk Mamiku,” kata Nadia. “Ayo masuk. Tapi Mamiku lagi istirahat.”
“Ya. Biarkan saja beliau istirahat. Kami juga nggak lama,” kata Yudha.
“Kalian berdua kayak orang sibuk saja.”
“Begitulah... sebenarnya aku mengajak Gisel keluar jalan, tapi dia bilang mau ke rumah Nadia dulu.”
Nadia pergi ke dapur membuat lima minuman dingin.
“Oh, jadi kalian sudah berkencan?” Jefry menyeringai. “Nggak bisa begini, Yud....”
Samuel berpersepsi bahwa Jefry menaruh cemburu. “Lah, kamu kenapa, Jef?”
“Tidak. Maksudku, karna kita lagi kumpul bareng. Lebih baik kita quality time.”
“Asalkan kita nggak bising.”
“Betul. Kita ngomongnya pakai volume satu saja.”
“Kenapa nggak buat grup chat aja sekalian.”
Bahkan tertawa harus dengan menutup mulut. Kelimanya duduk berbeda-beda posisi. Ada yang di sofa, ada yang nyaman di lantai.
“Nad, kamu sudah liat grup kelas? Tanggal ujian sekolah sudah dirilis,” kata Gisel.
“Oh ya? Aku belum pegang hp dari tadi.” Nadia meletakkan baki berisi lima gelas minuman. Lalu segera membuka layar ponselnya.
“Nggak usah buka, sudah kukasi tahu juga,” kata Gisel sambil menepuk jidat.
“Oh iyaya... Hehe makasih.”
“Jadi tanggal berapa?”
“Akhir bulan ini.”
Samuel bertanya. “Ada yang minat ikut les pendaftaran universitas?”
“Aku juga lagi mikirin itu.”
Jefry berpura-pura batuk dua kali. “Jangan membahas soal sekolah. Kita disini untuk menjenguk Ibunya Nadia.”