Dua hari kemudian. Samuel masih absen ke sekolah. Dia masih tinggal sepanjang hari di rumah Jefry bersama Papi Jefry. Memasak sendiri atau membuat makanan agar tidak merepotkan si tuan rumah.
Yudha dan Gisel saat ini berada di luar rumah Jefry. Kedua pasangan yang masih tahap PDKT itu terkejut campur bingung saat pintu rumah Jefry terbuka. Singkatnya, Samuel sedang mengenakan celana pendek warna kuning bergambar karakter spongesbob.
Kedua sejoli itu menatap Samuel dengan mata terbelalak.
“Sam?? Kenapa kamu....”
“Yud, kamu nggak salah rumah, kan?” tanya Gisel.
“Ya enggaklah, aku sering kesini.”
“Kalian berdua kenapa ekspresinya gitu?”
“Kamu ngapain di rumah Jefry?”
“Aku nginap disini.”
“Oh. Haha kupikir kamu pindah rumah, Sam.”
“Hahaha.”
Otak random Gisel berspekulasi, otaknya mensinkronkan cerita Nadia tempo hari tentang kedekatan Samuel dan Jefry. Dan apa yang dia lihat barusan, membuat pemikirannya semakin buruk.
Jadi mereka semua menunggu Jefry di dalam rumah. Kemudian Samuel menceritakan alasan dia menginap di rumah Jefry.
Nadia menghubungi Gisel bahwa dia telah bertemu Ibu Samuel. Dan Gisel mengkonfirmasi bahwa Samuel aman di rumah Jefry. Tentu saja, Nadia diam-diam membagi informasi ke orang tua Samuel tanpa sepengetahuan teman-temannya. Tetapi tidak semudah itu, Nadia membuat syarat kepada orang tua Samuel. Beruntung orang tua Samuel sepakat dengan syarat yang dibuat Nadia.
**-**
Sore itu seperti biasa, suasana daerah dekat pelabuhan ramai. Sore memang adalah waktu yang tepat untuk orang-orang sekedar bersantai ria di depan rumah, bercengkerama dengan tetangga, sekedar jalan-jalan sore ataupun jalan-jalan yang masih merayap padat oleh pengendara lalu lalang. Tak ketinggalan Papi Jefry menikmati sore harinya di halaman rumah.
Sementara ketiga teman Jefry tetap di dalam rumah. Meja makan lipat berada di kamar Jefry dipenuhi kaleng minuman ringan dan beberapa bungkus camilan.
Samuel menyobek sepotong besar roti lalu memasukkan ke dalam mulutnya.
Tidak lama kemudian, Nadia menampakkan dirinya. Dia berbicara pada Samuel tentang sikap Samuel layaknya anak kecil. Namun tekad Samuel masih bulat, yaitu minggat beberapa hari.
“Aku hanya ingin bilang, kalau Ibumu sangat sedih. Jadi aku memberitahu mereka kalau kamu ada di sini.”
“Kamu tahu apa resikonya?”
“Sam, kalau kamu bisa membuka diri, hubungan kamu akan jauh lebih baik.”
“Biarkan saja dulu seperti ini.”
“Kamu pikir ini main-main. Sam dengar....”
Nadia terus mengomeli Samuel. Sejenak pemuda itu berpikir, ‘Kenapa dia tiba-tiba cerewet, ekspresinya juga sedih. Apa ini berarti Nadia benar-benar peduli sama aku?’
Dan tiba-tiba raut wajahnya berubah dan matanya pun bersinar-sinar.
“Hei Sam. Kamu jangan sombong! Kita sudah menganggapmu sebagai teman. Kamu harus dengar apa yang dikatakan Nadia. Jangan bengong,” kata Yudha mendecak jengkel.
“Iya maaf. Aku dengar.” kata Samuel malu lalu berganti tawa.
“Kenapa kamu tertawa? Apa yang lucu?”
“Tidak, tidak... aku.”
“Apa kamu tahu betapa khawatirnya mereka??”
“Sebenarnya aku benar-benar tidak niat seperti ini. Aku hanya tidak berani menghadapinya.”
“Tapi caramu menghadapi masalah itu salah”, timpal Nadia. “Kamu selalu bisa menyelesaikan masalahmu sendiri, kamu hanya terbawa emosi.”
Gadis itu langsung mengatakan kalimat yang membuat Samuel tertegun.