The Chain Of Youth

Haidee
Chapter #24

Papi Jefry

Jefry mendapati ke empat temannya di halaman rumah saat dia baru saja pulang dari Rumah Sakit.

“Hei Jefry kamu dari mana saja?” teriak Gisel tanpa perasaan.

“Kamu pergi bekerja dan mengabaikan sekolah,” lanjut Yudha mengira Jefry pulang dari kerja. “Kamu terakhir datang ke sekolah empat hari yang lalu. Bagaimana kamu mau lulus ujian kalau kamu malas pergi ke sekolah.”

“Kami benar-benar khawatir sama kamu.” kata Samuel.

Jefry Nyaris tak diberi kesempatan untuk menjawab.

“Aku di Rumah Sakit temani Papi.”

Keempat murid itu terkejut.

“Papimu? Dia sakit apa?”

“Apa yang terjadi dengan Papimu?”

“Papiku pingsan di rumah tiga hari yang lalu, jadi aku membawanya ke Rumah Sakit.”

“Lalu bagaimana kondisinya sekarang?”

“Masih dalam perawatan,” jawabnya. “Aku nggak tahu kalau dia sakit. Dan aku nggak akan tahu kalau Papi sering mengalami sakit di bagian perutnya. Dia menyembunyikannya karna dia nggak punya uang untuk perawatan, katanya.”

Bola matanya tak bisa berbohong, dia seperti menahan agar tidak menangis didepan keempat temannya.

“Ada tumor kecil di lambungnya.” sambung Jefry.

“Tumor?”

“Dia harus operasi. Tapi Papi bertahan nggak mau di operasi dan mengatakan kalau dia sudah baikan. Tapi aku yakin, dia sebenarnya hanya berusaha kuat.”

“Menurutku Papimu sebaiknya harus di operasi. Kalau dokter sudah mengatakan seperti itu, itu artinya adalah solusi terbaik.”

“Ya.”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Lalu keempatnya kompak menatap Jefry.

“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Jefry.

“Kami akan membantumu sebagai teman. Kami tahu gaji paruh waktu itu sedikit. Sementara operasi membutuhkan setidaknya puluhan juta,” kata Yudha.

“Aku bisa menangani biayanya kalau memang operasinya harus dilakukan. Kaliang nggak perlu....”

“Jangan pedulikan itu.” Samuel menyambar.

“Itu wajar bagi teman untuk saling membantu,” ucap Nadia.

Gisel menambahkan. “Kamu bisa menganggapnya utang kalau kamu berat menerimanya. Kami tidak akan menagihmu. Tenang saja.”

“....”

“Kamu jangan khawatir.”

“Ah bailah... oke-oke.”

Saking terharunya, terlihat bola mata Jefry berkaca-kaca, sedikit lagi akan jatuh rintihan itu.

“Kamu jangan menangis. Air mata itu asin, enggak enak.”

Jefry mengusap air mata yang mulai menetes di pipinya. “Tunggu sebentar,” katanya sambil berjongkok menutup wajahnya dan menghapus air asing itu.

Yudha dan Samuel memegang lengan untuk mengangkatnya berdiri.

“Kenapa kamu jadi cengeng begini sih...”

Sambil terisak, Jefry berkata. “Aku terharu bastard,” teriaknya. “Oia Aku mau mandi dulu. Kalian masuk gih, anggap saja rumah sendiri yakk.”

“Ya pergilah.”

Selepas Jefry berlalu.

Lihat selengkapnya