Keadaan bisa berubah dengan cepat seperti membalikkan telapak tangan. Biarkan perasaanmu terus berlayar hingga mendapat dermaga yang menerimanya untuk berlabuh, jangan berhenti dan bertahan. Mungkin kita benar-benar tidak bisa melepaskan cinta orang, tapi kita bisa maju dan melupakan mereka.
Situasi menjadi canggung. Sejak kejadian tempo hari, mereka sepakat tidak memikirkan status saat ini. Cukup jalani hubungan yang ada, mereka kembali menyimpan perasaan itu meskipun mereka masih berteman.
Informasi sekolah, bahwa hasil ujian akhir akan di umumkan dalam dua pekan.
**-**
Akhir pekan sebelumnya, membuat otak Nadia sedikit menderita dan terkuras. Tidak ada satu hal pun yang berjalan sesuai harapan. Perasaan dan logikakunya saling bergelud, menempatkanku di posisi sulit. Dia sedikit munafik dan menahan karena telah menyembunyikan perasaannya. Ada hal-hal yang hanya bisa dibiarkan oleh nasib. Nadia sudah melalukan bagiannya sebaik mungkin.
**-**
Jefry masih berleha-leha di kasur dengan hoodie tebalnya. Dia merasa hawa siang ini sangat dingin.
Dia telah mendapat peringatan dari teman-temannya. Bahwa dia harus menyelesaikan berdua masalahnya dengan Samuel. Dia telah berjanji akan mengurusnya sendiri.
Papinya membuka pintu kamarnya.
“Jef, Papi dari tadi manggil-manggil terus” katanya. “Apa kamu mau keluar?” tanya si Papi berdiri di pintu kamar.
“Tidak, Pi. Kenapa?”
“Kalau begitu Papi mau minta tolong, tolong kamu isi ulang parfum Papi.”
Ia mengangguk. Segera beranjak dari kasurnya. Dia pergi ke toko parfum untuk isi ulang. Sehabis itu, dia bertekad ke suatu tempat.
Jefry mendatangi Samuel. Dia datang sendiri, ia mencoba menyerukan gencatan senjata.
Samuel berwajah datar. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya di ambang pintu rumahnya.
“Menemuimu.”
“Ayo kita cari tempat yang tidak ada orang mendengar kita bertengkar.”
“Aku datang bukan untuk bertengkar.”
“Siapa yang jamin? Apa kamu mau orang tuaku melihat kita bertengkar.”
“Aku sangat menghargaimu kalau kamu mau mendengarkanku.”
Jefry menunggu dengan ekspresi penuh harap. Dan itu membuat Samuel tidak tega jika ia menolaknya. Walaupun itu sangat bertentangan dengan hatinya.
“....” Samuel melipat kedua tangannya didada.
“Aku datang mau minta maaf sama kamu. Maaf untuk semuanya.” Jefry berkata dengan penuh ketulusan.
Keduanya bergeser, duduk di tangga kecil depan rumah Samuel.
“Aku hanya terkejut, kamu benar-benar melakukan itu.”
“Aku juga kacau, kamu tahu,” balas Jefry. “Aku memikirkannya, dan aku menyadari kalau kamu lebih cocok untuknya.”
“Kupikir kamu nggak mengerti bagaimana perasaanku. Karna kamu jauh lebih dewasa dariku.”
“Aku hanya merasa rendah diri kepada aku, semua orang merasa seperti mereka semua lebih baik dari aku. Aku pikir kamu nggak akan tahu bagaimana rasanya.”
“Sekarang aku mendengar sisi kamu, aku merasa sedikit malu... aku tidak berpikir bahwa kamu merasa seperti itu.”
“Hal yang sama juga untuk kamu. Aku s4lalu iri sama mu. Membandingkan diriku dengan bayangan dirimu yang ada di kepalaku. Terutama dengan akademik.”