The Classeirs

L. Blue
Chapter #2

CHAPTER 2

Selama beberapa hari berikutnya, dia tetap tinggal, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Tapi Rayee dan Aren tidak kembali. Ketiadaan mereka semakin terasa, dan kesadaran itu membuatnya jatuh dalam jurang depresi yang semakin dalam.

Suatu malam, perut Arion berbunyi kelaparan. Dia membuka kulkas dengan harapan menemukan sesuatu yang bisa dimakan, tapi yang dia temukan hanyalah kekosongan. Kulkas itu kosong melompong, tidak ada sisa makanan sedikit pun. Dengan langkah lemah, dia menyeret kakinya kembali ke ruang tengah, mencoba mengabaikan rasa lapar yang menggerogoti, dan melemparkan dirinya ke atas sofa, tenggelam di antara bantal-bantal yang empuk.

Samar-samar, Arion mendengar suara langkah kaki di luar rumah. Awalnya dia mengira itu hanya imajinasinya, tetapi suara itu semakin mendekat, berat dan ritmis, membuat jantungnya berdegup kencang. Refleks, Arion mengangkat kepalanya, matanya menatap ke arah jendela yang kini tertutup oleh bayangan besar. Sebuah bayangan gelap menutupi seluruh jendela, membuat seluruh ruangan menjadi lebih gelap dari biasanya. Jantungnya hampir melompat keluar dari dadanya. Dengan napas tertahan, dia berjalan ke jendela, menyingkap tirai dengan tangan yang gemetar. Apa yang dia temukan membuat darahnya membeku.

Di luar jendela, ada sesuatu yang mengerikan. Bayangan itu nyata—bukan ilusi, bukan khayalan. Cairan hitam kental seperti ter mengalir dan menyusup masuk melalui celah-celah jendela, bergerak dengan kecepatan yang tidak wajar, berkumpul menjadi satu entitas di dalam ruangan. Dengan cepat, bentuk itu tumbuh, meregang ke atas hingga kepalanya menyentuh atap rumah yang tingginya hampir tiga meter. Sosok itu memekik, suara yang begitu menusuk dan menyakitkan, membuat Arion merasakan rasa sakit yang tajam di telinganya.

Ketegangan menebal di udara, dan dalam hitungan detik, Arion berhadapan langsung dengan makhluk mengerikan itu. Keheningan singkat melingkupi mereka, namun ketakutan menggantung seperti kabut tebal. Makhluk itu memiliki mulut yang menutupi hampir setengah wajahnya, tersenyum dengan seringai menyeramkan yang memperlihatkan lendir menjijikkan dan deretan gigi ganda yang seolah tak berujung. Matanya sebesar bola basket, merah menyala di atas mulut menganga itu, memancarkan cahaya menyeramkan. Tapi yang paling menjijikkan adalah permukaan kulitnya—berlubang-lubang, berdenyut seperti ada sesuatu yang hidup di bawahnya, berlendir, dan terus-menerus bergerak.

Arion tidak bisa berpikir panjang. Naluri bertahan hidupnya mengambil alih, dan dia langsung berlari, berusaha menyelamatkan diri keluar dari rumah itu. Jeritan seram makhluk itu menggema di seluruh rumah, membuat Arion tidak sempat mengenakan alas kaki. Kakinya menghantam tanah yang dingin dan keras saat dia melarikan diri, tubuhnya penuh dengan ketakutan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Saat berlari sejauh mungkin, dia sesekali menoleh ke belakang, melihat rumah yang kini hanya tampak sebagai bayangan putih pucat di bawah cahaya bulan. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Suara ledakan menggetarkan udara, mengguncang bumi di bawah kakinya. Cahaya kuning kemerahan meletus dari rumahnya, membentuk pemandangan yang mengerikan sekaligus indah di langit malam, disertai gemuruh yang menggema di seluruh lingkungan. Tekanan udara panas dari ledakan itu menghantam tubuh Arion, melemparkannya jauh ke depan. Kepalanya menghantam aspal dengan keras, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Arion meringis, berusaha bangkit dan duduk meskipun kepalanya masih berputar. Cairan merah mengalir dari dahinya, menetes ke tanah.

Namun, rasa sakit di kepalanya bukanlah yang paling menakutkan. Saat Arion memaksakan diri untuk melihat ke arah rumahnya yang kini hancur, dia melihat sesuatu yang membuat jantungnya kembali berdetak kencang layaknya genderang perang. Di antara puing-puing yang terbakar, sebuah siluet besar berdiri. Makhluk itu kini setinggi lima puluh meter, hitam pekat dengan mata menyala merah terang, berdiri di tengah kepulan asap hitam tebal yang membubung ke udara. Makhluk itu memekik, suara yang berasal dari neraka, membuat Arion hampir kehilangan akal sehatnya.

Lihat selengkapnya