The Classeirs

L. Blue
Chapter #31

CHAPTER 18 (Part 2)

Valhalla menggertakkan giginya, merasakan adrenalin yang menggelegak dalam nadinya. Di hadapannya, berdiri sang entitas abadi, Marchioly, makhluk yang belum pernah ia hadapi sebelumnya dan yang kekuatannya masih penuh misteri. Tangannya bergetar, bukan karena takut, tapi karena kemarahan yang terpendam dalam ketenangan wajahnya. Ia tahu, di saat seperti ini, satu langkah salah bisa berarti kehancuran total—bukan hanya baginya, tetapi bagi semua orang di The Classeirs.

Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantung yang berdentam kuat di dadanya. Namun, sebelum napas itu mencapai paru-parunya, gravitasi seolah menjerat kakinya, menahannya di tempat, seakan-akan dunia ini sendiri berkonspirasi melawannya. Kedua matanya melebar saat melihat Marchioly mengumpulkan energi di depan dirinya.

“Tidak...” Valhalla berbisik putus asa, merasa tertantang oleh ketidakmampuannya mengendalikan luas Netralisasinya. Terlalu berisiko untuk mengaktifkannya di sini, di dalam domain Aston. Jika dia mencoba menetralkan Marchioly sekarang, efeknya bisa menghancurkan isolasi yang Aston bangun dengan susah payah. Tetapi dia juga tahu, tanpa tindakan, ini akan menjadi akhir hidupnya.

Dalam sekejap, Marchioly melepaskan teknik yang mengejutkan, teknik yang hanya dimiliki oleh Finn: “Void Breaker." Ruang di depan Valhalla tampak seakan-akan runtuh, terserap dalam kehampaan yang mendahului ledakan masif yang menantang ketahanan domain Aston.

Ledakan itu mengguncang seluruh wilayah, suara gemuruhnya memekakkan telinga, mengguncang tanah dan langit. Dari luar domain Aston, getaran itu terasa hingga ke gedung utama. Cello, yang sedang merawat siswa-siswa terluka di ruang penyembuhan, menegang merasakan getaran itu menjalar ke bawah kakinya. Dengan wajah cemas, dia menatap keluar jendela, melihat kepulan asap tebal yang membubung ke udara. Di dalam dadanya, ada rasa tak tenang yang mulai mendesak keluar.

“Kembalilah dengan selamat, Valhalla... Aston,” gumamnya, meremas tirai di sebelahnya, seolah mencoba mengusir kekhawatirannya.

Di dalam domain, Valhalla terbatuk, udara terasa berat dan panas di paru-parunya. Jika saja dia tidak mengonsentrasikan Netralisasinya ke kedua telapak tangannya pada detik terakhir, tubuhnya mungkin sudah menjadi abu. Sebagian besar serangan Marchioly telah dia netralkan, tapi sisa ledakannya menghantam dinding logam domain dengan keras. Dinding itu mencelos sedikit, namun dengan cepat kembali ke bentuk semula tanpa adanya celah.

Valhalla mengatur napasnya, mencoba memahami situasi. “Jadi, kau bisa menyerap dan membalikkan kemampuan lawan?” gumamnya, berusaha terdengar tenang, meski jauh di dalam hatinya, ketakutan mengintip di setiap sudut.

Perlahan-lahan, dia menetralisasi gravitasi di sekelilingnya, membebaskan diri dari belenggu tak kasat mata yang menahannya. Asap hitam yang memenuhi domain Aston mulai sirna, membuka pandangannya ke arah sang entitas abadi yang berdiri kokoh di hadapannya. Kini, tanpa halangan, dia bisa melihat Marchioly dengan jelas—sosok yang lebih menyerupai monster daripada makhluk hidup, penuh dengan bekas-bekas serangan yang tak mempan pada tubuhnya.

“Baik,” gumam Valhalla dengan tekad membaja, “aku tidak akan menyerah.” Dia menyiapkan Netralisasi di kedua tangannya, meskipun dia tahu bahwa mendekati Marchioly adalah perjudian besar. Tak ada pilihan lain. Jika dia tak mencoba, kematian Aston akan sia-sia, dan The Classeirs akan hancur.

Napasnya terengah-engah saat ia mendekat, tangan kanannya mengepal, siap melayangkan pukulan. Namun ketika ia mendekat, Marchioly menyeringai, sebuah senyum yang seakan mengejek keberaniannya yang dianggap sia-sia. Valhalla terhenti sesaat, merasa ada yang salah, tetapi ia tetap mendaratkan pukulan mentah. Tangan kanannya berhasil mendarat di perut Marchioly, tapi tubuh sang entitas langsung menyerap tangan Valhalla, seolah dagingnya adalah lumpur hitam yang menelan segalanya.

Seketika, Valhalla merasakan adanya kejanggalan. Ia berusaha menarik tangannya, tapi Marchioly menahan, semakin menjeratnya dalam jebakan. Tanpa disadari, di belakangnya, sederetan senjata materialisasi muncul—meriam, senapan, dan pistol-pistol besar, semua diarahkan ke tubuh Valhalla. Itu adalah senjata-senjata yang diserap Marchioly dari Esper Materialisasi yang sebelumnya sempat menyerang.

Valhalla merasakan tekanan pengaman senjata dilepas, terjadi keheningan sesaat ketika matanya perlahan melirik ke belakang tubuhnya.

Suara ledakan dan rentetan peluru memenuhi udara, berondongan peluru dan ledakan meriam menghantam area sekitar Valhalla. Di detik terakhir, Valhalla berhasil menarik tangannya dan berlindung di belakang tubuh Marchioly, membiarkan entitas itu menjadi tameng dari senjatanya sendiri.

Keringat mengalir di dahinya, detak jantungnya semakin cepat, namun dia berhasil mengatur napasnya. “Jadi... serangan eksternal tidak mempan padamu, tapi serangan internal mungkin bisa menimbulkan efek,” gumam Valhalla, menarik kesimpulan dengan napas yang terengah-engah. Marchioly tampak terluka, meskipun entitas itu masih berdiri kokoh di hadapannya.

Valhalla, tanpa ragu, meletakkan kembali tangan ke tubuh Marchioly, membiarkan Netralisasi mengalir ke dalam tubuh sang entitas abadi. Marchioly mulai mengerang, tubuhnya bergetar seperti agar-agar, menyusut perlahan-lahan, menjadi semakin lemah di hadapan kekuatan netralisasi yang langsung menyentuh inti eksistensinya.

Namun, Valhalla kembali merasakan sesuatu yang tak beres. Dalam sekejap, tubuh Marchioly yang sudah menyusut berubah bentuk, wajahnya penuh dengan seringai menakutkan yang terakhir dilihatnya pada ilusi... Arlyn. Sosok kecil itu tiba-tiba meledak, menghantam Valhalla dengan ledakan energi gelap yang melemparkannya ke udara, menghantam dinding domain dengan keras dan membakar sebagian kulitnya. Asap hitam pekat kembali memenuhi ruang, dan Valhalla yang terkapar di tanah mulai kehilangan kesadarannya.

Dalam pandangannya yang kabur, Valhalla melihat sosok yang ia kenal sangat baik berjalan mendekat di antara kabut asap yang menggantung tebal. Bayangan itu semakin jelas, dan matanya membulat saat menyadari siapa sosok tersebut. “Aston... kau masih hidup?” tanyanya, suaranya bergetar, nyaris pecah menahan emosi yang menyeruak dari dalam dada.

Aston tersenyum tipis, ekspresinya tampak damai namun dengan sedikit kepenatan yang samar di matanya. “Ya, aku kembali dari akhirat. Kau merindukanku?” balasnya dengan nada menggoda yang khas.

Valhalla menghela napas lega, bahunya melemas, seolah beban berton-ton baru saja diangkat dari punggungnya. “Kau membuatku takut setengah mati, tahu?” ujarnya, dan tanpa sadar, air mata mulai menggenang di ujung matanya. Ia segera mengusapnya, berusaha menjaga wibawanya, tapi tak dapat menyembunyikan kegembiraan yang tersirat di balik wajahnya.

Senyumnya sedikit melebar, tapi ada sesuatu yang ganjil di balik senyum itu, sesuatu yang tak sepenuhnya tepat. “Jangan khawatir,” ucap Aston, dengan suara yang terlalu datar. “Aku akan selalu kembali. Tak peduli berapa kali pun aku mati.”

Valhalla tertegun. Ada kejanggalan yang samar, sesuatu yang mengusik nalurinya. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba membuang rasa ragu itu. Tetapi saat ia membuka mata lagi, Aston masih berdiri di sana, tak berubah, menatapnya dengan ekspresi datar yang hampir bosan. Sebuah ide konyol melintas di benaknya, dan ia memutuskan untuk mengujinya.

Ia memejamkan mata lagi, kali ini lebih lama, mencoba berpikir tentang hal-hal tak masuk akal. Kucing terbang, mungkin? Atau Aston mengenakan rok balet? Beberapa detik berlalu, dan akhirnya ia membuka matanya. Sosok di depannya masih tak berubah.

Aston mengerutkan kening, terlihat bingung dengan tingkah aneh Valhalla. “Apa kepalamu terbentur, Val?” sindirnya sambil melipat tangan di depan dada, ekspresinya terlihat benar-benar kesal namun sekaligus khawatir.

Valhalla tersentak, dan tiba-tiba kesadaran menghantamnya. Ia menghela napas panjang dan melemparkan tatapan datar pada Aston, seolah mencoba memastikan bahwa ini benar-benar dirinya. “Kupikir kau adalah Marchioly yang menyamar. Maaf, refleks,” katanya, berusaha terdengar enteng meskipun masih ada sedikit sisa ketegangan.

Lihat selengkapnya