The Colours of Life

Sofia Grace
Chapter #7

Tiga Ibu Anak Spesial (1)

Mona, Ida, dan Anne adalah tiga ibu rumah tangga yang saling mengenal akibat persamaan nasib. Mereka sama-sama mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Buah hati mereka merupakan penyandang Autism Spectrum Disorder (ASD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan autis.

           

Ibu-ibu muda ini berkenalan di sebuah lembaga pembinaan ABK. Waktu itu anak-anak spesial mereka menjalani terapi dan pelatihan khusus selama tiga hari dalam seminggu, dengan durasi dua jam setiap sesinya.. Pada mulanya mereka hanya sekedar duduk mengobrol biasa sembari menunggui anak-anaknya diterapi. Lambat-laun hubungan tersebut berkembang menjadi kedekatan sebagai sahabat, meskipun putra-putri mereka tidak lagi melanjutkan terapi di tempat itu.

          

Dua bulan sekali ketiga sahabat ini mengadakan pertemuan rutin tanpa membawa anak-anak. Lokasinya bisa di sebuah kafe high-class dengan alunan live music yang merdu, restoran terkenal di hotel bintang lima, hingga kedai gaul yang sekedar menyajikan menu burger, kentang goreng, dan sejenisnya.

           

Kali ini mereka bersua di sebuah kedai burger yang terkenal lezat di pusat kota. “Hmmmhhhh…, mantap!” seru Anne seraya melahap burger favoritnya. “Burger ini selalu membuatku kangen mampir ke tempat ini,” tambahnya. Ia menutup kedua matanya, menikmati sepenuh jiwa-raga kelezatan roti bulat berisikan daging, keju, dan sayuran tersebut.

          

Mona dan Ida tersenyum menyaksikan tingkah karib mereka yang memang seorang penggemar burger. Keduanya juga sibuk menikmati hidangan masing-masing. Ibu-ibu muda berusia pertengahan tiga puluhan ini tampak begitu rileks menyantap makanan dan minuman sambil sesekali bersenda-gurau seolah-olah tidak menanggung beban apapun.

          

Mona membuka pembicaraan, ”Aku sudah letih mencari-cari sekolah dasar yang sesuai buat Tomy. Kalau nggak ditolak, ya diterima dengan catatan harus didampingi seorang guru khusus atau shadow teacher. Suamiku nggak sanggup membayar gajinya yang bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari uang sekolah!”

           

Shadow teacher adalah sebutan bagi guru yang khusus mendampingi ABK sewaktu menjalani pendidikan di sekolah umum. Guru tambahan ini bisa disediakan oleh pihak sekolah dengan tarif tersendiri atau orang tua dipersilakan untuk mencari sendiri jasa sejenis yang seringkali tarifnya lebih tinggi lagi! Hal inilah yang biasanya menjadi beban finansial bagi orang tua ABK yang hendak memasukkan anak spesialnya ke sekolah umum. Namun demi memberikan yang terbaik bagi buah hatinya, tak sedikit ayah-bunda yang rela menguras koceknya demi menggaji seorang shadow teacher guna mendampingi ABK-nya di sekolah setiap hari.

           

Tomy, putra tunggal Mona, sebenarnya adalah seorang anak yang cerdas dan mampu berkomunikasi dengan baik. Sayangnya bocah tampan berusia enam tahun itu perilakunya sangat usil dan hiperaktif. Hal itu seringkali membuat orang-orang di sekitarnya kelabakan. Hobinya membuang barang sembarangan. Kunci mobil dibuang ke dalam selokan depan rumah, ponsel mamanya dilemparkan ke halaman rumah tetangga sebelah hingga ditangkap anjing peliharaannya dan dibawa masuk ke dalam kandang! Belum lagi perlengkapan mandi seperti sabun, sampo, sikat, dan pasta gigi yang berkali-kali dibuang Tomy ke dalam kloset sehingga rusak dan terpaksa ganti baru!

           

Para guru di taman kanak-kanak sekolahnya juga sering merasa kewalahan menghadapi perilakunya yang bandel. Mendorong, memukul, dan merebut barang milik teman seakan-akan sudah menjadi trademark anak laki-laki berkulit putih bersih itu. Komplain pun berdatangan dari wali-wali murid yang merasa tidak terima anaknya diganggu. Mona sudah kebal rasanya menerima peringatan dari pihak sekolah dan cibiran sinis para wali murid. Dirinya hanya tertunduk malu, meminta maaf, dan berjanji akan mendidik anaknya lebih baik lagi.

          

“Lalu apa rencanamu selanjutnya?” tanya Ida penasaran.

Lihat selengkapnya