#flashback#
23.20 PM
“Eomma! *ibu* Aku pulang!”, kata Jeongtae ketika baru sampai di rumahnya.
“Iya! Cuci tangan dan kakimu dulu sana!, eomma masak sayur kesukaanmu”, kata ibunya dari dapur.
“Waahh aku jadi tidak sabar!”, kata Jeongtae senang dan buru-buru mencuci tangan dan kakinya, lalu langsung berlari ke meja makan yang sudah tersedia makanan-makanan kesukaannya.
“Taruh tas kerjamu dulu yang benar”, kata Ibunya ketika melihat tas kerja anaknya ditaruh begitu saja dilantai.
“Iya iya!”, kata Jeongtae kemudian menggantung tasnya di tempatnya.
“Nah ayo makan!”, kata Jeongtae bersemangat kemudian segera duduk dan bersiap-siap makan.
Ketika sedang makan dengan lahapnya, Ia mengingat sesuatu yang ingin dikatakan pada ibunya.
“Eomma, tadi aku dapat nomor ponsel seorang wanita cantik loh!”, kata Jeongtae senang, kemudian mengeluarkan kertas yang diberikan Hye-ah sebelumnya.
“Wah Kau punya pacar sekarang? Kenapa baru beritahu eomma sekarang?”, tanya ibunya penasaran.
“Ah bukan pacar, ini nomor telfon seorang polisi”, jelas Jeongtae dengan mulut penuh makanan.
“Loh? Kenapa tiba-tiba dapat nomor seorang polisi?”, tanya ibunya.
“Itu loh yang pas subuh aku pulang sambil nangis-nangis itu”, kata Jeongtae.
“Ohh, dia melihatmu menangis sambil berlari-lari di jalan dan sekarang memberimu nomor telfonnya karena khawatir padamu? Pasti kau malu sekali hahahaha”, kata ibunya sambil tertawa.
“Ih bukan”, kata Jeongtae malu-malu.
“Yang aku lihat pas subuh itu ternyata sekaranng menjadi kasus yang sedang diselidiki polisi itu, siswi yang aku lihat itu sekarang hilang, terus aku jadi saksinya”, jelas Jeongtae.
“Oh? Benarkah?”, tanya ibunya.
“Tentu saja! Keren kan? Polisi cantik itu bilang, keteranganku sangat penting, ternyata jadi saksi keren juga, hehehe”, kata Jeongtae sambil memasukan suapan terakhir ke salam mulutnya.
“Nah, sudah selesai! Terima kasih makanannya eomma! Enak sekali!”, kata Jeongtae sambil terus mengunyah makanan di mulutnya.
“Sudah selesai makannya? Cepat sekali?”, tanya ibunya.
“Habis enak sekali! Eomma harus buka restoran!”, kata Jeongtae.
“Makanya kau kerja yang giat supaya kita punya modal untuk mendirikan restoran besar nanti!”, kata ibunya.
“Iya aku pasti akan giat bekerja! Yasudah aku mau mandi dan langsung tidur saja, hari ini aku lelah sekali, tadi ada banyak pelanggan di supermarket”, jelas Jeongtae.
“Yasudah sana mandi dulu”, kata ibunya.
Kemudian Jeongtae bergegas mandi dan pergi menuju kamar tidurnya untuk melepas lelah hari itu.
“Aku akan menambahkan nomornya di ponselku”, kata Jeongtae sambil membaca kartu nama pemberian Hye-ah di kamarnya.
“Nah sekarang aku akan memimpikan Kang Hye-ah!”, kata Jeongtae senang sambil menggenggam kertas itu dan bersiap tidur.
Namun disaat Jeongtae dan ibunya sudah terlelap, tidak ada yang menyadari bahwa ada tamu dirumah mereka.
00.41 PM
KRRIIEET
Salah satu pintu kamar terbuka, gesekan pintu membangunkan Jeongtae dari tidurnya.
“hoaam… eung? Siapa… disana? Tu-tunggu apa yang kau- mm-mmpph!”, kata-kata tidak berhasil tuntas keluar dari mulut Jeongtae ketika orang asing itu membekap mulutnya.
“Harusnya kau jangan lihat… “, kata orang asing itu kemudian menyeringai.
JLEB!
JLEB!
“Ini karena kesalahanmu sendiri”, kata orang asing itu kemudian meninggalkan Jeongtae yang sudah tertutup selimut tidurnya yang sekarang bernoda merah itu.
#flashback off#
“Anakku… anakku Jeongtae…”, tangis ibu Jeongtae.
“Di-dia meninggal dalam keadaan masih menggenggam kartu nama yang seonbae berikan padanya, kenapa seram sekali sih…”, kata Taejun pada Hye-ah yang masih terpaku melihat keadaan orang yang baru saja ingin dia temui hari itu.
“Pantas saja ibunya langsung menelpon seonbae…”, kata Jungseok.
“I-ini… kenapa bisa terjadi…”, kata Hye-ah sambil berusaha mencerna apa yang terjadi.
“A-a-apa dia dibunuh karena aku…?”, tanya Hye-ah merasa bersalah sambil terus menatap tangan Jeongtae yang sudah membeku sambil menggenggam kartu nama yang bertuliskan namanya dan nomor telfonnya itu.
“Ini tidak ada hubungannya dengan seonae, jangan menyalahkan diri sendiri”, kata Jungseok berusaha menenangkan Hye-ah.
“Uhm… Apa nama dan nomor telfon yang tertera di kertas itu adalah milik anda?”, tanya seorang detektif pada Hye-ah.
“i-iya”, jawab Hye-ah.
“Apa kalian kenal satu sama lain?”, tanya detektif itu lagi.
“Dia saksi dari sebuah kasus orang hilang yang sedang kami selidiki”, jawab Hye-ah.
“Ah begitu, kapan anda terakhir kali bertemu dengannya?”, tanya detektif itu.
“Kami baru pertama kali bertemu kemarin, aku memberinya nomor telfon karena aku pikir ia akan mengingat hal lain berkaitan dengan kasus yang sedang kami selidiki itu”, jelas Hye-ah.
“Siapa saja yang ada disana saat kalian baru pertama kali bertemu?”, tanya detektif tersebut.
“Sepertinya hanya ada aku dan rekan-rekanku saja”, kata Hye-ah sambil menunjuk rekan-rekannya.