Kaito bersandar di kursi belakang mobil, kaca jendela gelap memantulkan lampu-lampu jalanan Jakarta yang bergerak cepat. Dia baru saja mengamankan Araki, bernegosiasi dengan kepala polisi, dan mendapatkan dua target baru. Sebuah kemenangan yang bersih.
Namun, di balik baju jasnya, kehampaan itu kembali merangkak naik, seolah tidak pernah benar-benar pergi.
Dia menoleh ke samping, tempat tablet yang berisi foto Detektif Mira tergeletak. Aku kembali bertarung, batinnya, getir. Bukan untuk mencari tujuan baru, tapi untuk mempertahankan sangkar emas ini.
Kaito memejamkan mata. Semua yang dia lakukan kini hanya untuk membuktikan bahwa dia masih berharga—bukan pada dirinya sendiri, tapi pada dunia yang hanya melihatnya sebagai binatang penguasa. Rasa lelah itu kembali.