The Day After Tomorrow

nothin' on me
Chapter #3

Chapter 3: WHEN YOU CONFUSED'S

Dengan kesal, Farah mengetuk pintu UKS yang dikunci dari dalam. Farah tak menghitung sudah berapa kali ia mengetuk pintu, yang jelas sudah banyak! Dan lebih kesalnya lagi, pintu tak kunjung dibuka. Tak menyerah, Farah mengetuk pintu dengan lebih keras lagi.

Tidak lama kemudian, pintu dibuka dengan perlahan. Mata Farah langsung tertuju pada sang pembuka pintu. Dengan wajah tanpa dosa yang ingin sekali Farah acak-acak—siapa lagi jika bukan Randy!

Randy? Egrh, ingin muntah saja Farah!

“Apaan sih lo? Orang lagi tidur juga, rese’ aja jadi orang.” ucap Randy dengan mulut yang menguap lebar.

Benar bukan kata Farah tadi? Benar-benar WATADOS!

“Lo ngapain sih disini?!” tanya Farah sembari melangkah masuk ke UKS. Berdiri di hadapan Randy dengan mendongakkan kepala. Berusaha untuk membuat Randy takut, walaupun Farah yakin usahanya mungkin malah membuat Randy tambah menyebalkan. 

“Lo gak denger atau gimana? Tadi kan gue udah bilang, gue disini lagi tidur.” jawab Randy malas. “Ngapain lo kesini? Gue gak lagi butuh obat merah lo.”

Farah menahan napas—berusaha untuk sesabar mungkin. “Harusnya sekarang lo ada di kelas! Bukan di UKS!”

Lagi, Randy menguap. “Di kelas gak enak buat tidur. Mendingan disini, sejuk.”

Farah ternganga. Kehabisan kata-kata, ia kembali mengatupkan mulutnya. Semakin dijawab, Randy akan semakin menyebalkan. Tanpa pikir panjang, Farah menarik tangan Randy untuk keluar dari UKS. Secepatnya, Randy memang harus keluar dan tak pernah boleh masuk ke UKS lagi. Dan serius, seharusnya Farah mengecap blacklist pada Randy sejak kemarin.

Randy yang tak terima, menepis tangan Farah. “Apaan sih lo megang-megang?” tanya Randy sewot sembari membersihkan tangannya yang baru saja dipegang Farah menggunakan tisu basah miliknya. Ia yakin, jika tidak langsung dibersihkan, pasti virusnya akan menyebar. Siapa yang tau jika Farah steril, bukan?

“Dih, emangnya gue sekotor itu apa?”

“Bisa jadi.” jawab Randy santai.

Dengan penuh kekesalan, Farah menginjak kaki Randy yang polos tanpa sepatu. Farah tersenyum licik saat melihat Randy kesakitan. Jika melihat Randy sengsara, mungkin disitulah letak kebahagiaan Farah.

“Lo gila atau gimana sih?!” semprot Randy tak terima. Awas saja kalau ia tidak bisa main futsal karena cedera, Farah pasti dalam masalah besar. “Datang tiba-tiba, kaya jelangkung tau gak? Lo demam apa gimana?”

Farah menepis tangan Randy yang hendak mengecek suhu tubuhnya. “Diem deh lo, gue gak lagi demam!”

“Kalau lo gak lagi demam alias sehat jasmani dan rohani, ngapain jadi lo ke UKS? Lo gak lagi piket UKS hari ini.” Randy menunjuk karton di ruang UKS dengan judul tertera ‘Jadwal Piket UKS’.

Yang Randy katakan benar, hari ini bukanlah jadwal Farah untuk menjaga ruang UKS. Melainkan di hari ini adalah jadwal adik di bawah angkatan Farah—yang sebenarnya sudah diusir Randy sejak tadi. Alasannya sih simple, tentu saja Randy mendambakan ketenangan tanpa ada gangguan. Dan sialnya, kini Farah-lah yang datang dan mengganggu Randy. Serius, Farah memang tak pernah sejalan dengan Randy.

Farah mendesis. “Harusnya gue yang ngomong kaya gitu ke lo. Ngapain juga lo kesini kalau lo sendiri sehat?”

Randy menggeleng prihatin. “Gue rada miris deh sama lo, Far. Juara umum..., tapi pikun. Tadi kan gue udah ngejawab pertanyaan lo yang satu itu. Gue, Randy, datang kesini buat tidur.”

“Sumpah ya, lo tau gak sih alasannya UKS itu dibuat? Lo tau gak kenapa UKS itu ada di setiap sekolah? Unit Kesehatan Sekolah hanya menerima siswa yang sakit. Seius, lo perlu ngegaris bawahi kata ‘sakit’, kalau emang lo gak paham. UKS bukan untuk nerima siswa yang ngantuk dan lari dari pelajaran.” jelas Farah memainkan tanda kutip dua jari di udara. “Dan faktanya, lo gak lagi sakit. Lo gak seharusnya ada di sini!”

“Duh, udah pikun, cerewet banget pula. Harusnya—“ pembelaan Randy terpotong saat mendengar suara ribut dari luar. Suara yang sukses membuat fokus Farah juga terpecah.

Spontan, Randy mengecek keadaan dari jendela. Sial, ini sih kode merah, harusnya Randy tau itu! Tak lagi menimbang-nimbang apa tanggapan Farah, Randy menarik tangan gadis-tak-berdosa ini dan mengarahkannya untuk bersembunyi di dalam lemari.

“Dih, apa sih maksud lo?” protes Farah ketika Randy hendak menutup pintu lemari. Bayangkan saja, masa iya Farah akan dikurung dalam lemari? Itu tidak lucu!

Randy yang greget menggaruk kepalanya. “Kenapa lo keluar lagi? Sana, cepetan sembunyi!”

“Emang ada apaan?” tanya Farah heran. Rasa penasarannya semakin bertambah saat melihat pintu UKS yang kelihatannya tengah berusaha untuk dibuka secara paksa dari luar. Suara riuhpun semakin ramai, membuat keduanya kalang kabut.

Randy memutar otak. Akhirnya Randy kembali menarik tangan Farah dengan pelototan mata seakan berkata ‘ikutin-cara-gue’. Ia dan Farah pun masuk dan bersembunyi dalam lemari. Mau bagaimana lagi, tidak ada cara lain saat genting seperti ini.

“Serius lo mau—“ ucapan Farah terpotong karena tangan Randy yang menutup mulutnya. Tak hanya itu, Randy juga mendesis menyuruh Farah diam. Jika tidak seperti ini, Farah akan mengacaukan semuanya. Dan itu bukan hal yang bagus.

“Tuh anak gak ada di sini, Dit!”

“Gue gak bakal berhenti ngincar tuh bocah.”

Randy dan Farah berusaha mengintip dari celah pintu lemari. Terlihat segerombolan anak SMA dengan penampilan khas berandalan yang memberantakkan segala isi ruang UKS. Mulai dari ranjang pasien, lemari obat, meja piket dan poster bertema kesehatan yang sebelumnya tertata rapi, kini tak lagi berbentuk.

“Gimana, Dit?”

“Ya udah, sekarang kita pulang dulu. Kita pakai cara lain.”

Saat semua gerombolan anak berseragam SMA menyeramkan itu pergi, Farah dan Randy keluar dari lemari. Farah melihat keadaan sekitar dengan tercengang. Entahlah, Farah tak tau harus berkata apa sekarang!

“Mereka semua musuh-musuh gue, dari SMA sebelah.” jelas Randy tanpa diminta. Lama Randy menunggu, namun Farah tak merespon apapun. “Tuh anak cupu, emang cuma berani keroyokan. Dasarnya anak mami, mau kaya gimana lagi?”

Keluar dari keheningan yang lama, akhirnya Farah membuka suara meski terdengar seperti parau basah. “Jadi... ini semua maksudnya apa?”

“Mereka pada ke sini, ya jelas untuk nyari gue lah. Paling mereka ke UKS karena ada yang ngeinfoin kalau gue di sini.”

“Terus... siapa yang bakal tanggung jawab ini semua?”

Randy menghela napas jengah. “Ya lo lah, mau siapa lagi? Lo ketua PMR-nya, kan?”

Lihat selengkapnya