The Day After Tomorrow

nothin' on me
Chapter #17

Chapter 17: WHEN YOU FOOL'S

Nayla mengguncang tubuh Randy pelan. “Randy, lo mikirin apa sih?”

Terkesiap dari lamunannya, Randy mengerjapkan mata. Ia menghela napas. “Ehm, gak mikirin apa-apa.”

Nayla mengangguk tak ingin ambil pusing. “Lo bawa flashdisk gue, kan?” tanya Nayla yang merupakan maksud dirinya menghampiri Randy.

“Bawa.”

“Tinggal kelompok kita yang belum ngantar tugas ke Pak Yono.” ungkap Nayla. “Sekarang gue mau ke kantor majelis guru, sekalian ngasih filenya. Mana sini?”

Randy berpikir sejenak. “Gue aja deh yang nganter.”

“Oh, oke, bagus deh. Antar sekarang ya.” ujar Nayla lalu melongos pergi begitu saja.

Usai mengambil flashdisk dari kotak pensilnya, Randy berjalan menuju kantor majelis guru. Hari ini, mentari bersinar cerah. Randy dapat mendengar kicauan burung yang menyapa pagi. Sayangnya, suasana yang sedemikian rupa, berbanding terbalik dengan Randy. Ia sedikit kacau, linglung, …dan ragu. Ucapan Farah saat berada di acara ulang tahun salah satu murid Djuwita, sukses terngiang-ngiang di kepalanya. Pelajaran pertama yang telah selesai sejak lima menit yang lalu, sama sekali tak dapat ia tangkap. Ah, pelajaran ekonomi favoritnya, harus melayang satu subtema lagi hari ini. Randy ditambah ketidak fokusan, akan sama dengan kecerobohan. Randy jelas tidak ingin jika harus remedial di ujian harian ekonominya.

“Salah enggak sih… kalau nyurigain teman sendiri?”

“…nyurigain teman sendiri?”

“…teman sendiri?”

Randy menggaruk kepala tampak frustasi. Berusaha mengeluarkan suara Farah yang terasa memenuhi pendengarannya. Entah ini karena fakta yang begitu menyesakkan, atau lebih karena Randy yang menolak keberanan, intnya, Randy pusing! Logikanya mulai bekerja. Menampilkan segala macam bentuk kecurigaannya pada… ehem, temannya. Namun, jika didasari oleh hati, bukankah ini semua salah? Maksud Randy, temannya? Ya ampun! Lagi, ia hanya dapat menghela napas.

Dengan langkah kaki enggan, Randy masuk ke dalam ruangan luas penuh meja yang sebelumnya hanya sekadar ruang administrasi sekolah. Ia mengedarkan pandangan, berusaha mencari keberadaan meja Pak Yono. Ah, di sana, Randy melihatnya. Tanpa pikir panjang, Randy berjalan mendekat. Sedikit terkesiap saat menyadari bahwa di seberang meja Pak Yono, Randy dapat melihat Kevin dan Pak Hendra—wali kelasnya—sedang berbicara. Randy rasa, itu perbicaraan yang tampak serius.

“Ada apa, Randy?” tanya Pak Yono mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

Randy menggeser matanya. Tak lagi memperhatikan meja seberang. “Saya mau ngantar file tugas kelompok, Pak.” jawab Randy sembari menyerahkan flashdisk.

“Kelompok berapa?”

“Kelompok tiga, Pak.”

Pak Yono mengonfirmasi dan mengambil flashdisk dari tangan Randy. “Presentasi kalian bagus, tapi tampilan powerpointnya masih sedeharna sekali.” komentar Pak Yono.

Randy hanya terkekeh kecil tak dapat memberikan alasan lain. Pendengaran Randy justru lebih ia tajamkan terhadap meja seberang. Entahlah, mengetahui keberadaan Kevin a.k.a teman sekelasnya a.k.a tersangka pengambil buku catatan Nayla, menjadi tanda tanya besar bagi Randy. Maksudnya, atas dasar apa Kevin melakukan ini semua kepadanya?

Kevin yang menyadari tengah diperhatikan, memilih untuk beranjak berdiri. “Iya, Pak. Nanti sore saya bersihin semuanya, Bapak tenang aja.”

Pak Hendra menghela napas. “Kalau ada yang bisa Bapak bantu, kamu tau kan di mana harus datengin Bapak?”

“Iya, makasih, Pak.” Kevin mengangguk sekilas. Setelah mengucapkan terima kasih, ia melangkah keluar ruang majelis guru.

Mendapati sinyal Kevin yang semakin menjauh, Randy mengalihkan pandangannya pada Pak Yono. Guru matematikanya tersebut masih terlihat sibuk memindahkan file yang cukup memakan waktu. Randy mengintip pintu majelis yang terbuka dan tak lagi menangkap siluet Kevin di sana. Ah, tentu saja sang target telah pergi.

Seperkian detik, Pak Yono mengembalikan flashdisk Randy. “Ini, Randy. Untuk nilai, murni dari apa yang Bapak dengar dan Bapak lihat. Jadi, jangan berharap ada bonus nilai.”

Randy mengangguk cepat, sudah mengetahui apa yang akan gurunya katakan. Randy tidak mungkin lupa dengan tipikal guru matematikanya ini. “Iya, Pak, makasih.”

***

Lihat selengkapnya