The Day After Tomorrow

nothin' on me
Chapter #22

Chapter 22: WHEN YOU TELL'S

“Oke, kita sampai!” seru Randy heboh sembari merentangkan kedua tangannya ke depan. Ia mengarahkan Farah untuk menyaksikan pemandangan air mancur yang menjulang tinggi dihiasi dengan kerlipan lampu yang samar karena berlawanan dengan sinar matahari.

Farah terdiam sejenak. Menikmati atraksi air mancur tersebut hingga selesai. Setelah dirasa cukup, Farah menolehkan kepalanya ke arah Randy. Ia menghela napas sembari menunjuk apa yang Randy suguhkan, “Tunggu, sejak kapan air mancur berubah jadi ruang keamanan sekolah?”

Randy tertawa pelan, ia hanya dapat menggaruk kepalanya meski tidak gatal. “Sebenarnya... gue bukan mau ngajak lo ke ruang keamanan sekolah.” jawab Randy dengan ragu. Farah melipat tangan di kedua dadanya memasang tampang kesal. “Tapi... gue mau ngajakin lo buat jalan-jalan.”

Farah mendengus. “Kenapa lo bohongin gue?”

“Ehm, gue...”

“Kenapa lo bilang ke gue kalau kita mau ngecek CCTV sekolah?! Kenapa lo bilang ke gue kalau kita bakal ngecek CCTV sekolah untuk kedua kalinya... dengan alasan waktu yang semakin mepet?!” desak Farah tak terima. Ia menghela napas terlalu keras, terdengar sulit untuk melanjutkan. “Kenapa lo bilang ke gue kalau meskipun hari libur, tapi kita tetap harus bergerak mengingat ini H-4, Ran?!”

Randy mundur beberapa langkah menjauhi amukan Farah. “Tunggu, kasih kesempatan gue buat ngomong.”

“KENAPA?!”

Bukannya segera menjawab apa yang Farah tanyakan, Randy malah berlari mengejar penjual es krim yang tak sengaja ia lihat. Tak butuh waktu lama, Randy kembali dengan tiga mangkuk es krim yang memenuhi tangan. Ia menyerahkan salah satu es krim kepada Farah. “Lo mau es krim?”

Meskipun dibuat bingung dengan tingkah Randy, Farah tetap menerima pemberian es krim tersebut. Dan lagi... ini es krim coklat a.k.a favorit Farah. Siapa pula yang akan menolak es krim coklat penuh biskuir tabur di atasnya seperti ini? Tapi tidak, es krim belum dapat membuat Farah lupa alasan mengapa ia marah. “Jawab gue sekarang!”

Randy memainkan kakinya sebagai pengalih grogi. “Gue... ya itu tadi, gue cuma pingin ngajak lo keluar aja.”

“Yang gue tanya, kenapa lo pake acara bohongin gue segala?!”

“Ehm, soalnya... kalau gue gak pake alasan itu, pasti lo gak mau gue ajak keluar.” jujur Randy menundukkan kepala. Belum sempat Farah menyemprotkan seribu satu keluhannya, Randy terlebih dahulu membuka suara. “Iya, gue salah. Gue salah karena bohongin lo. Gue minta maaf soal yang itu. Tapi... untuk urusan ngajak lo keluar, gue gak perlu minta maaf karena gue sama sekali gak ngerasa nyesal.”

Spontan, wajah merah padam Farah tergantikan dengan ekspresi kebingungan. Farah hanya dapat cengo. “Hah?”

“Lo benar sih, H-4 ya? Iya deh, lo benar soal hari yang makin mepet.” Randy menyetujui fakta yang Farah jabarkan. “Gue tau banget waktu kita enggak banyak. Tapi, serius, Far, lo terlalu keras mikirin masalah yang satu ini.” kali ini, Randy jelas-jelas menyuruh Farah untuk diam dengan tangannya. “Lo ngeberatin diri lo sendiri dengan terjun ke kasus ini yang ternyata, semua titik fokus jatuh ke gue. Lo salah? Jelas enggak. Justru gue yang amat sangat berterima kasih karena berkat bantuan lo, gue bisa ngelewatin sampai sejauh ini. Berkat bantuan lo, gue bisa tau apa yang selama ini disembunyiin dari gue. Enggak cuma itu, bahkan lo juga ngehadapin sesuatu yang gak pernah lo alamin sebelumnya. Hari yang udah berat, gak perlu lagi lo tambahin dengan sesuatu yang terus jadi beban dipikiran lo. Sehari aja... sehari aja lo lepasin semua. Gue minta tolong, coba sehari aja lo luangin waktu lo untuk diri lo sendiri. Walaupun terdengar konyol, tapi coba, sehari aja gunain ke-egoisan lo untuk ngelakuin apa yang lo suka, apa yang lo mau tanpa mikirin orang lain.”

Pernyataan panjang Randy sukses menjadikan Farah terdiam. Ia mulai kikuk dan hanya dapat memperhatikan es krim di tangannya yang telah mencair sedikit. Meski diwadahi dengan mangkuk, tetap saja, es krim yang telah mencair tidak begitu nikmat jika dibandingkan dengan versi beku. Kebingungan harus merespon dengan cara yang bagaimana, akhirnya Farah memilih untuk meruntuhkan egonya. Ia mengambil sesendok es krim dan menyuapi ke mulutnya. Matanya mencuri pandang ke arah dua mangkuk es krim yang Randy miliki, “Kok es krim lo dua? Kok... punya gue cuma satu?”

Randy tertawa melihat wajah Farah yang ia rasa begitu imut. Tanpa merasa perlu menjawab, Randy memberikan semua mangkuk es krimnya kepada Farah. Randy menunjuk air mancur yang kembali melambung tinggi. Menyadari bahwa pagi hari ini pengunjung tentu akan datang dengan jumlah yang lebih banyak mengingat akhir pekan yang berbarengan dengan hari jadi ke-tiga taman bermain yang Randy datangi.

Farah membungkam mulutnya takjub saat melihat berbagai macam atraksi dari pagelaran kesenian yang mengelilingi area air mancur. Mulai dari aksi kucing pintar, pesulap, pantonim, hingga kumpulan dancer tampak memeriahkan suasana menjadi begitu menyenangkan. Farah melompat kecil sangking girangnya.

“Jadi, mau naik apa kita hari ini?” tanya Randy.

Farah berseru, “Roller coaster!”

Lihat selengkapnya