The Day I Disappear

Astri Anggraeni
Chapter #2

Hari Ketika Aku Memohon

Di depan sebuah ruangan kosong berukuran sekitar empat kali lima meter, dua sosok manusia berdiri di depan pintu yang secara ajaib terbuka dengan sendirinya. Terlihat dari luar di dalam ruangan itu tidak ada satupun perabotan yang terlihat. Tidak ada kursi ataupun sekedar meja. Apa yang ada di dalam ruangan itu hanyalah lapisan marmer putih bersih dengan corak kebiruan yang hampir tidak terlihat jika tidak diamati dengan seksama.

“Ini adalah ruanganku, secara teknis ini adalah ruangan milik kepala stasiun, tapi karena dia sedang pergi jadi aku sebagai senior pemandu dengan jabatan tertinggi di sini bisa mengambil alih tempat ini.”

“...”

Kim Luna melihat ke arah pria berjas dan syal merah muda di hadapannya. Dia tersenyum dengan memberikan beberapa penjelasan teknis tentang pekerjaannya kepada Kim Luna, namun dia sama sekali tidak mengerti. Kim Luna hanya merespon dengan sedikit anggukan pada setiap kata yang terlontar dari senior pemandu itu meskipun dia tidak tahu sama sekali apa yang sedang dia bicarakan. Mereka berdua berjalan perlahan masuk ke ruangan itu dengan sang senior sebagai pemandu jalan. Kim Luna tahu seharusnya dia tidak mematuhi bahkan mengikuti orang asing yang baru saja dia temui di jalan, namun entah mengapa dia tidak merasakan adanya niat jahat dari kedua mata berwarna kebiruan itu. Setiap kali dia melihat wajah pria muda itu dia selalu merasa aneh. Mungkin hal ini disebabkan karena wajah asia yang secara sengaja dipadukan dengan warna mata orang kulit putih (orang amerika/inggris) membuat perpaduan yang aneh. Kim Luna berpikir mungkin pria ini adalah keturunan campuran dari orang asing dan orang korea yang telah lama tinggal di Korea karena aksen bahasa Koreanya terdengar sangat bagus.

“Baiklah, kau bisa duduk dan bersantai di sini sebentar.”

“...”

Pria muda itu meletakkan payung di wadahnya, yang secara tiba-tiba muncul entah darimana. Kemudian melanjutkan kegiatannya dengan membuka sebuah brankas hitam di sampingnya, yang seharusnya tidak ada selama beberapa detik sebelumnya. Tanpa meletakkan syal merah muda di lehernya, dengan sigap dia melanjutkan pekerjaannya. Dia mencari file map di dalam brankas tersebut dan mengabaikan Kim Luna yang kebingungan. Dia menyuruh Kim Luna untuk duduk namun tidak ada kursi di tempat ini. Apakah dia bermaksud menyuruhnya untuk duduk lesehan di lantai?

Ketika Kim Luna mencoba untuk komplain pada si pemandu roh, tiba-tiba di sampingnya beberapa kursi dan sebuah meja yang terbuat dari kayu mahoni keluar dari tanah.

“!”

Kim Luna sempat berpikir ini semua hanyalah mimpi buruk dan semua yang terjadi hanyalah khayalan semata. Namun setelah dengan seksama melihat dan memeriksa kursi ajaib itu, dia akhirnya menerima kenyataan bahwa dia tidak berada di dunia manusia lagi.

“Ah, akhirnya ketemu. Maaf sudah membuatmu menunggu lama Nona Kim Luna.”

“Ah...”

“Kau bisa melanjutkan untuk memeriksa semua perabotan ini hingga puas. Tapi itu tak akan mengubah kenyataan bahwa kau tidak lagi di dunia manusia. Jadi bisakah kau duduk sebentar dan mendengarkan apa yang ingin kubicarakan?”

Kim Luna yang terkejut karena tingkahnya yang seperti orang kampung ketahuan, segera duduk di kursi dengan posisi terbaik yang dia pikirkan sambil berusaha menerka pembicaraan macam apa yang ingin dibicarakan orang ini. Kim Luna terkejut pria misterius ini bisa mengetahui namanya. Apakah pemandu roh memiliki biodata semua roh yang mereka tangani?

“Tidak perlu memasang wajah kaku, Nona. Mungkin sedikit minuman bisa membuatmu rileks. Ini memang bukan soju1 tapi ini bisa membuatmu cukup hangat.”

Entah sejak kapan tiba-tiba dua buah cangkir teh yang masih panas dan sebuah teko muncul di atas meja. Kim Luna mencoba memegang cangkir tersebut dan mencoba meminum teh yang ada di dalam cangkir tersebut namun dia hampir menumpahkannya ke meja.

“Terkejut?”

“...”

Dia tidak tahu entah mengapa dia ingin menghujamkan kepalan bogem mentah ke wajah pemandu itu agar dia tidak bisa tersenyum. Bagaimana mungkin seseorang tidak terkejut jika dia dihidangkan teh yang terbuat dari darah?

“Itu adalah teh yang biasa diminum di dunia bawah, ah maksudku dunia roh, jika kau tidak tahu. Mereka terbuat dari bunga lili yang berwarna merah seperti darah. Mereka terasa sangat manis ketika diseduh dengan air panas. Ini adalah minuman yang nikmat jika kau mengabaikan warna dan aromanya yang seperti darah.”

“Apakah kau sedang mempermainkanku?”

“Tentu saja tidak, aku hanya ingin sedikit bercanda agar kau tidak terlalu tegang. Jika kau tidak suka teh, bagaimana dengan permen? Yang satu ini terlihat dan terasa seperti permen dari dunia manusia.”

“Terimakasih.”

Kim Luna mengambil sebuah permen dari tangannya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut ketika dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan pada permen itu.

“Namaku adalah Jiwon dan aku adalah senior pemandu roh yang bertanggung jawab atas tempat ini. Mungkin kau sudah menyadari bahwa sekarang ini kau berada di dunia bawah. Lebih tepatnya, tempat ini adalah batas antara dunia manusia dan dunia roh. Singkatnya, kau sudah mati dan harus ke dunia roh tapi mengapa kau tidak pergi ke sana?”

“...”

“Baik sepertinya kau tidak mengerti jadi aku akan menjelaskannya lebih detail. Di dunia ini tugas pemandu adalah membawa roh yang tersesat untuk menaiki kereta itu. Stasiun ini akan menampung semua roh yang tersesat dan memaksa mereka secara halus ataupun kasar untuk pergi dengan menaiki kereta api dengan tujuan neraka, surga ataupun reinkarnasi.”

“Apa maksudmu secara kasar? Apakah kau mau memaksaku pergi ke akhirat? Bukankah kau hanya ingin membantuku? Mengapa kau memaksaku pergi ke sana?”

Mendengar kritikan dengan nada jengkel keluar dari mulut Kim Luna, Jiwon hanya bisa tersenyum kecut kemudian melanjutkan penjelasannya yang panjang dan membosankan.

Lihat selengkapnya