"Sis, kemarin aku jalan pulang sama Dave. Katanya, kalo soal dia sama Winda itu kamu tahu. Emang gimana sih sebenarnya tuh?"
"Rin, kemarin aku cerita banyak, dia katanya ga suka Winda lagi, tapi ada orang lain. Aku ga berani nanya lagi karena diajak barter info tentang yang bikin aku bingung. Lha gila kalo aku bilang itu dia, jadi ya udah tetep misteri."
"Gimana sih obrolannya? Harusnya iya aja, tinggal cari nama asal aja. Beres, kamu ga penasaran lagi sama dia. Ah, beneran ga cerdas ini!"
"Ga kepikir, maklum aku kan jujur. Ya udah lah biarin aja. Lagian kemarin mendadak aku jadi grogi juga. Awalnya aku mau jujur ngomong, eh tapi kok dia suka seseorang, jadi batal deh."
"Dia bilang kalo harusnya aku kenal, siapa ya kira-kira? Mungkin Kak Syenni kali. Tapi kan aku ga kenal ya."
"Ya sudah, salahmu ga mau barter info. Buang kesempatan. Ya udah sekarang putuskan, mau stop atau lanjut?"
"Ga tahu, tetep bingung."
"Ah manusia penuh kebimbangan. Gini ini warga Libra, kebanyakan nimbang!"
Biasanya mereka akan berpapasan dengan Dave di pintu gerbang, tetapi tidak dengan hari ini. Tak nampak sosok dirinya di sana. Bahkan saat melewati kelasnya pun tetap tak nampak. Sudut mata mencari, tetap tak didapati.
Di kelas Inez mengajak Sisca keluar kelas sebentar setelah meletakkan tasnya. "Sis, aku bisa minta tolong? Tapi rahasia ya. Aku tahu kamu paling bisa simpan rahasia."
"Rahasia tentang apa? Aku pengen tahu segalanya tentang Kak Dave, kayaknya kamu kenal ya sama dia. Aku pernah lihat kalian ngobrol-ngobrol waktu pulang bareng."
"Kenapa memang? Kamu mau kenalan kah?"
"Sudah pernah dikenalin Hanny sih, tapi ga terlalu deket."
"Oooh mungkin kamu kali ya yang dimaksud."
"Dimaksud apa ya? Orangnya pernah cerita?"
"Ga juga sih, mungkin terlalu fokus ama Winda."
"Oya, gimana dia sama Winda?"
"Katanya sih ga ada apa-apa."
"Ya kalo bisa kenalin aku ya."
"Hahahaha, tumben nih Inez perhatian ama cowok. Kasih tepuk tangan."
"Dasar usil!"
Pelajaran hari itu dimulai. Sisca kembali menghubungkan cerita Inez dengan cerita Dave kemarin. Mungkinkah sosok yang dimaksud itu adalah Inez. Tanda tanya besar muncul, tapi ia sudah bilang ga akan nanya-nanya lagi.
Sehari berlalu, dua hari, sampai seminggu, Dave tak lagi menghubungi dan tak juga bertemu di sekolah. Sepertinya Sisca dan Dave benar-benar saling menghindari, saling menjaga jarak.
"Vi, kamu masih marah kah pada kami?" tanya Airin pada Livi.
"Iya,Vi, maafkanlah kami. Sampai kapan kamu menyimpan kemarahan?" tambah Sisca.
"Marah sama kalian? Sebenarnya ga marah, aku sudah tahu dari awal. Dave pernah kasih tahu aku. Katanya kalian pasti ga tega cerita sama aku. Tapi kok lama banget kalian baru bicara. Kesel tahu. Mana ada aku down selama itu. Bukan Livi kalo down lama-lama."
"Hmm...itu anak juga ga cerita kalo udah ngomong sama kamu. Berapa cerita lagi ya yang kelewat?" kata Sisca.
"Cerita apa yang kalian lewatkan?" Livi bertanya.
"Ini anak bodoh nih, Vi. Ga bisa menangkap peluang. Sudah diajak barter info, otaknya freeze, ga kreatif."
"Barter info? Sebentar aku ketinggalan cerita."
"Ya itu diajak barter info tentang siapa yang mengisi hati masing-masing. Eeeh malah sepakat menjadikan rahasia. Gemes ga tuh. Dave bilang mau kasih tahu siapa yang ada di hatinya dengan syarat Sisca juga bilang. Eeeeeeh, ni orang malah nolak. Deuh!!!"
"Lho...aduh kamu iniiiiiii, Sis!"
"Tapi aku bisa mengira kok, kayaknya Inez soalnya dia minta dikenalkan lebih dekat sama Dave." kata Sisca.
"Belum tentu, harusnya pernah ada cerita tentang namanya dong. Lha selama ini kayaknya ga pernah." kata Livi. "Jujur ya aku juga pernah nanyain itu ke dia, kok aku merasa malah kamu ya, Sis?" sambungnya.
"Ga mungkin, ga ada aku di hatinya. Buktinya sekarang malah putus hubungan. Ga pernah ketemu juga kan kita. Sadar ga kalian?"
"Aku masih sering lihat kok, kamu kali yang jarang ke kantin." kata Airin.
"Iya mungkin ya." kata Sisca.
Seminggu berlalu tanpa kehadirannya terasa berbeda bagi Sisca. Dia berpikir, mungkin ini yang terbaik bagi mereka.
"Sis, nanti kalo ketemu sama itu, jangan lupa ya kenalin." pesan Inez.
"Eh iya iya." Sisca gugup. Sebelumnya dia memang menghindari untuk bertemu Dave saat bersama dengan Inez. Meskipun berkata gapapa, tapi ada rasa ga rela di hatinya.
Waktu yang ditunggu pun tiba, Inez mengajak Sisca ke kantin bersama. Bingung harus bagaimana, serba salah. Akhirnya pun menuruti Inez. Dan bertemulah ia dengan Dave di kantin. Lama ga ngobrol dan ga ketemu membuat agak canggung ketika akan memulai pembicaraan.
"Hai, apa kabar?" sapanya.
"Baik. Kamu?" jawabnya tak kalah kakunya.
"Ini Inez, temenku, kenal kan ya?"
"Oh iya, pernah ketemu waktu acara di rumah Denny. Acara apa ya waktu itu, Nez?"
"Ga tau, aku ga ikut acaranya, cuma waktu main aja ke rumah Hanny." Inez menjawab.
"Iya aku lupa. Sudah lama soalnya ya." kata Dave.
"Ya udah aku mau makan dulu, kalian ngobrol aja. Kutinggal dulu." Sisca berpamitan sambil mencari alasan walau perut tidak lapar. Apesnya, warung bakso penuh sesak, mau membeli nasi pun habis. Mau lewat kembali takut mengganggu karena saling tersenyum seperti sedang menikmati pembicaraan. Akhirnya terpaksa membeli minuman dingin sambil terduduk di bangku kantin.
Inez kembali ke kelas dengan senyuman di wajahnya sambil mengucapkan terima kasih pada Sisca. Mengertilah Sisca bahwa Inez juga menaruh rasa yang sama pada Dave. Sisca penasaran pada Inez dan bertanya padanya,
"Nez, sejak kapan kalian kenal?"
"Sebenarnya ga kenal juga, aku cuma dikenalin sama kakaknya Hanny. Tapi sebatas nama aja."
"Trus kenapa baru sekarang minta dikenalin lagi?"
"Sebenarnya sudah beberapa waktu lalu aku ingin nanya nomor teleponnya tapi malu sama kamu."
"Lha ini tadi dah nanya?"
"Belum, ga berani, tadi dia tu ceritain kamu malahan. Hayo, kamu lagi suka siapa?"
"Hah? Cerita apaan?"
"Katanya kamu minta pendapatnya, kalo ga berani bilang tapi ga rela melepaskan, dia nanya ke aku, ada dekat sama siapa sih kok jadi aneh gitu."
"Trus kamu jawab apa?"
"Kujawab ga tahu karena kamu misterius."
"Halah, kayak situ kagak aja. Bukannya kamu juga?"
"Eh tapi beneran jangan bilang Hanny ya. Bahaya kalo dia tahu."
"Beres, ini nomornya..." kata Sisca memberi secarik kertas pada Inez.
Sisca ngomel dalam hati, dasar ga bisa dipercaya! Ngapain diceritakan ke orang baru. Eh tunggu, bisa jadi memang bukan orang baru. Secara tampang juga mereka cocok. Inez cantik, Dave juga ga bisa dibilang ga cakep. Rasa hati Sisca benar-benar ga karuan, akhirnya ia harus rela melepaskannya. Dan ternyata juga, ia memang suka pada cowok itu.
Hari lepas hari, tak terasa sudah hampir 2 minggu mereka tak saling berbicara. Inez pun juga tak pernah cerita pada Sisca. Hanny yang tiba-tiba bertanya,
"Selama kamu mengenal Dave, orangnya kayak apa, Sis? Rame, seru apa diam?"
"Biasa aja sih, lumayan seru sih buat diajak berdebat. Kenapa?"
"Inez bilang, orangnya diem banget, kalo ia ga ngajak bicara, Dave juga diam saja ga nanya-nanya."