The Day We Find Love

L
Chapter #18

Listen To Your Heart

"Enaknya ya yang punya pacar, Valentine dapet coklat." kata Hanny.

"Halah, tapi ya musti beli juga kan barter, daripada gitu mending beli sendiri dimakan sendiri kan ya bisa. Pake acara nunggu punya pacar. Ga sebanding." Sisca menjawabnya.

"Ah, ga romantis kok kamu! Lihat film itu lho belajar romantis dikit. Atau belajar sama Inez, cieeehh sudah siapin apa nih?" canda Hanny.

"Apaan ya? Ga, nanti diledekin lagi sama temen-temennya." jawab Inez.

"Ya kamu itu, Adit dah ngejar-ngejar dari dulu kamu gantung, dijadiin tuh. Kelar urusan, bisa ngadain acara Valentine noh." Sisca mengingatkan Hanny.

"Hahaha...trus habis Valentine putus gitu ya? Ngawur bener kamu!"

"Lha siapa yang suruh habis valentine putus? Kamu sendiri yang menyimpulkan."

"Nez, kamu beneran ga menyiapkan sesuatu kah? Kasihnya jangan di sini kan ga ketahuan." saran Hanny.

"Entahlah, Han, masih bingung. Oya, Sis, kamu deket kan sama dia, jujur dong, sebenarnya dia itu gimana sih? Sudah punya pacar apa belum?" tanya Inez tiba-tiba pada Sisca.

"Kalo belum, emang kamu ga kepikir kalo bakal lulusan ini? Kita kan ga bakal ketemu lagi." jawab Sisca.

"Ya kan masih ada waktu, bisa kontak juga kan masihan."

"Lha kamu ga nanya sama orangnya sendiri, biar jelas jawabannya. Aku ga ikutan deh urusan kayak gini."

"Sudah pernah, katanya belum punya sih, cuma sudah suka sama seseorang. Kalo bukan Winda, trus siapa ya kira-kira? Kamu kah?"

"Aku? Kok jadi aku?"

"Ya kalo kamu, kok kamu diem aja ga ngomong sama aku dari dulu."

"Hah? Maksudmu?"

"Bilang aja kalo memang kamu ada rasa juga sama Dave. Kok kayaknya ga mungkin antara kalian ga ada apa-apa. Karena hari kita ketemu di lorong waktu itu, sekilas aku lihat dia menoleh ke arahmu dengan tatapan aneh. Kamu juga langsung pergi aja. Jelaskan coba kenapa?"

"Kenapa ya, aku udah janjian sama Airin dan Livi jadi harus cepetan pergi daripada ditinggal."

"Entahlah, kita ini ga bisa saling terbuka dari dulu. Kayak ada tembok antara kita."

"Ya ga tau juga lah, Nez, terserah aja."

Dari obrolan ringan sampai topik terakhir yang membuat mereka bertiga saling terdiam. Hanny juga bingung harus bagaimana pada keduanya.

Karena perdebatan sebelumnya, maka pada saat istirahat Sisca ke kelas Airin, yang dicari malah mengajak makan di kantin karena ia lapar. Di kantin menemani Airin makan, sedangkan Sisca sendiri malah menyandarkan kepala di meja dengan tangan menahan.

"Rin, hari ini aku ditanya Inez, trus harus bilang apa? Duh, aku jadi pengen segera lulus, pindah cari lingkungan baru."

"Ya karena kamu memikirkan banyak hal, tapi ga memikirkan dirimu sendiri maunya apa? Sibuk mikir orang lain. Kesel juga aku!" jawab Airin sambil tersenyum pada seseorang.

"Iya bener banget. Mikir banyak hal, sampe bingung sama diri sendiri." Dave berpendapat juga "Kamu di kelas rangking berapa sih?"

Sambil menoleh ke arahnya, Sisca menjawab, "Heh? Apa hubungannya ya?"

"Ya mau tahu, rangking berapa? Ditanya kan ga njawab, malah bales kasih pertanyaan kan, Rin." Airin mengangguk sambil menghabiskan baksonya.

"Rangking dua, kenapa? Trus apa hubungannya rangking sama mikir?"

"Harusnya cerdas ya, kok kayaknya agak agak kurang gitu."

Plak, plak...kebiasaan Sisca bila sedang kesal refleks menepuk lawan bicaranya. "Menghina banget. Butuh perjuangan kalo mau ngalahkan juara bertahan, bukan karena aku ga cerdas tapi dianya lebih cerdas." sambil pasang muka melas.

"Bukan gitu, Sis, tapi kamu itu kadang mikirnya kelamaan. Jadi lambaaaat mutusin. Hal simpel aja bingung. Ngerti?" Airin menjelaskan dengan jujurnya.

"Ya karena mikir makanya lambat, kan musti menganalisis resiko-resiko biar ga salah langkah." protes Sisca.

"Ga semua perlu dipikir lah ya, kayak yang kubilang, semua ya pasti ada resikonya. Mikir apa sih sebenarnya?" tanya Dave.

"Mikir kamu tuh." Airin menjawabkan.

"Ngawur, bukan lah." jawab Sisca dengan malu-malu.

"Serius, mikir apa?" tanya Dave.

Setelah memastikan suasana aman Sisca berkata pelan-pelan, "Inez suka kamu."

"Ya sudah kubilang kan. Trus kenapa dipikir?"

"Aaaah, ga ngerti juga? Sudahlah." jawab Sisca meninggalkan Airin dan Dave.

"Itu kenapa lagi sih? Bingung aku."

"Ya soalnya Ineznya nanya sama dia. Sekarang bingung jawabnya gimana? Susah kan, emang dari dulu gitu anaknya. Maklum."

Pulang sekolah, Dave menunggu Sisca di gerbang sekolah, "Trus kamu maunya aku gimana sekarang?" tanyanya.

"Ssst, jangan dibahas di sini! Rame gini!" Sisca menoleh ke segala arah, panik atau khawatir.

"Lho, kok kalian di sini, janjian ya? Maju, Dave, langsung ke orangnya jangan lewat perantara. Tadi sudah lewat kayaknya anaknya." Ronny berteriak usil.

Lihat selengkapnya