Akhirnya Ujian Nasional terlewati juga. Pengumuman nilai juga sudah selesai, tinggal menunggu acara malam perpisahan dan pembagian ijazah.
"Lulus sudah, kamu harus ke sini sekarang, nilai Bahasa Indonesiaku sukses 8.00 hahahaha..." pamer Sisca pada Dave.
"Aku ke sana beneran bingung kamu nanti. Kok bisa? Nyontek ya, atau dapat bocoran soal?"
"Menghina banget, aku ini pelajar yang jujur. Belajar dengan semangat itu namanya biar kamu ke sini kok."
"Ga bisa sekarang, besok aku masih ujian. Lusa baru selesai. Bisa ga lulus kalo bolos, males ngulang aku."
"Halah, bilang aja males. Ya udah selamat ujian, saya mau bersenang-senang sebelum pulang."
"Bukan males, beneran ini ujian."
"Iya deh, makanya selamat ujian. Thaaa..."
"Oke, thanks. Tumben kamu santai banget, malah aneh."
"Efek bahagia, lulus, merdeka... Thaaa lagi."
Memang hari itu mood Sisca amat baik sekali, sehingga tak mempermasalahkan alasan Dave tak menepati perkataannya.
Hari Senin sesuai jadwal, upacara kelulusan, memakai seragam putih. "Seragam paling jarang dipakai, ga pernah kena permak nih." Sisca mengeluarkan seragamnya.
"Aduh, ga modis banget ya kita. Dasi item, rok midi, kaos kaki panjang juga. Kayak mau ospek" Widya mengomel.
Maklum, seragam harian mereka pasti sudah terpermak, dipendekkan dengan lipatan bertujuan agar ketika ada razia bisa dipanjangkan kembali.
Tumben si Om baik hati, mengantar mereka berenam ke sekolah dengan mobilnya. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka berbaur dengan teman kelas masing-masing. Duduk sesuai urutan tempat yang ditentukan.
Acara seremonial bertempat di aula ala-ala wisuda tanpa toga. Nama para siswa disebut satu per satu untuk naik ke panggung. Ternyata ada rasa haru juga mewarnai acara.
"Selamat bagi para siswa yang berbahagia. Setiap tahun, kami para guru harus merasakan hal seperti ini, kalian akan meninggalkan sekolah ini untuk menjemput impian masing-masing. Kami hanya bisa melambaikan tangan, melepaskan kepergian kalian. Ini bukan perpisahan, sampai jumpa di lain kesempatan. Sekali lagi sukses selalu untuk kalian!" sambutan singkat dari perwakilan guru.
"Kamu di mana?" sms Dave masuk saat sedang asyik mendengarkan pidato. Tak terbalas sampai akhir acara. Lanjut foto-foto bersama teman-teman seolah itu hari terakhir mereka bersama. "Halo, kamu di mana?" akhirnya Dave menelepon juga karena tak mendapat jawaban.
"Masih di sekolah, kenapa?" Sisca menjawab dengan suara habis menangis. Maklum memang sedang acara tangisan bombay.
"Masih lama? Aku di depan kosmu. Atau aku ke sana saja?"
"Hah? Ngapain datang? Beneran? Aku bercanda aja."
"Ini kamu masih lama apa sudah selesai? Ga dijawab."
"Sudah mau selesai sih, ya habis ini aku pulang."
"Ya udah aku ke sana aja. Tunggu di depan aja ya!"
"Oke."
Ternyata Sisca masih sibuk mengumpulkan tanda tangan dan kesan-pesan di buku kenangan, sampai lupa janjian. Sampai Vina mengajak pulang, ia baru sadar. "Astaga, Viiin. Aku janjian sama Dave di depan gerbang. Ikut kah, pulang bareng?"
"Wah payah kok kamu ini! Ya sudah aku pulang sendiri, kalian kabur semua sama pacar."
"Lho barengin aja, supaya aku ga diomeli karena kelamaan. Ayolah."
"Dasar kurang ajar. Ya udah kutemani."
Sisca mengetuk kaca jendela. "Lama amat sampai aku hampir ketiduran di sini."
"Iya, maaf, melengkapi buku kenangan." jelasnya.
"Hai, aku ikutan pulang ya. Gapapa kan? Kata Sisca takut diomeli sama kamu." Vina berkata dengan lengkapnya.
"Bagian belakang ga usah disebut kenapa?" Sisca sedikit jengkel.
"Iya masuk aja, bareng aja gapapa kok."
Setelah turun, duduk di pelataran kos yang panas. "Ngapain beneran datang? Emang selesai ujianmu?" tanya Sisca.
"Selesai, ga ada ngulang harusnya maka pulang aja sekalian aku. Seragammu aneh, hahaha...kayak paskibra tapi ga 17-an."
"Ya jarang dipakai, males permak. Lainnya sudah jadi korban permak deh. Pake setahun sekali pas upacara kemerdekaan doang."
"Emang ngapain harus dipermak?"
"Lho, rok sekolah sekarang itu di atas lutut, baju aja dimodif supaya bisa ditekuk aja ga perlu dimasukkan. Soalnya kalo beneran dipendekkan, pas razia bisa kena hukuman."
"Segitunya ngurus panjang rok?"
"Ya iyalah, panjang rok harus di bawah lutut. Harus pakai dalaman. Haduh aneh-aneh kan?"
"Ya harus dong, masak ga pake, jadi pornoaksi dong."
"Hih, maksudku itu kaos dalam itu lho. Ngeres!"
"Lho iya, kayaknya jaman aku sekolah juga wajib deh meskipun sekolah umum biasa. Lha kalo ga kan ya nerawang, Non. Baju putih tipis gini."
"Ya ga lah, siapa bilang tipis. Lumayan tebal kok. Apalagi kalo batik, tambah ga keliatan walau lebih tipis."
"Trus kamu pernah ga pake juga?"
"Pernah dong, tapi sukses kok ga kena razia. Terbukti memang ga perlu pakai."
"Ckckck...namanya pameran dong. Yang lihat sih seneng-seneng aja." map tanda lulus pun melayang. "Lho bener lah, jujur aja kan? Orang ditunjukkan kok, rugi aja ga dilihat."
"Dasar edan! Berangkat jam berapa kamu? Ga capek?"
"Capek, pijitin dong!"
"Males."
"Hahaha... kejamnya. Ya capek, belum tidur juga, lama pula kamu. Masih ada acara kah? Kalo ga, temani pulang dong biar ga ngantuk aku."
"Ga berencana pulang ini, masih ada acara perpisahan akhir minggu. Jalan-jalan juga sama temen-temen. Padahal berencana mau ke Bandung lho aku. Mau menangkap basah kamu lagi ngapain di kos? Sama siapa aja? Awas, ketahuan kamu!"
"Halah palingan kamu asyik jalan-jalan di sana. Mau kah ke sana? Kuajak jalan-jalan deh."
"Oke, sekarang ya."
"Wuih ya ga sekarang. Bisa gila aku balik lagi setir sendiri pula! Emang kamu bisa gantikan?"
"Ga bisa lah. Naik motor aja barusan belajar. Ya ga mungkin ke sana lah, pasti ga boleh sama mama. Kalo ke sana aku trus nginap di mana? Sendirian pula."
"Nginap di kamarku aja, gratis, asal mau bersihin kamar, hahaha..."
"Ya tambah ga dibolehin lah, gila aja!"
"Hahaha, iya jangan deh, nanti jadi pernikahan dini."
"Edan! Ngantuk bikin ga waras kayaknya."
"Ga ga, Sis, ya kalo kamu di kamarku, aku ga di sana lah. Ga gila juga main resiko. Tenang aja. Tapi aku beneran ngantuk eh sekarang, gimana nih?" Dave menyandarkan kepalanya di bahu Sisca.
"Berat kepalamu, patah nanti pundakku." Sisca asal bicara menyamarkan rasa groginya.
"Pelitnya, aku ngantuk ini beneran."
"Trus gimanaaaaa? Tidur di kosku? Bisa diusir tante aku nanti."
"Hahaha...ga lah, aku ke rumah Kent aja numpang tidur, dianya paling juga lagi tidur. Nanti sore aku ke sini lagi. Thaaa..."
"Sudah sampai kah?" Sisca menulis pesan 1 jam kemudian, tak ada jawaban. Sedikit panik, Sisca meneleponnya.
"Hmm?" jawab Dave.
"Udah nyampe?"
"He-eh."
"Ya udah deh tidur sana." sambil menggerutu, "Sampai juga ga kasih kabar, bikin bingung!"
Siang itu, Indah mulai mengemasi barang-barangnya. Ia pulang besok pagi, baru kembali untuk malam perpisahan dan selanjutnya ia ke Yogyakarta, mendaftar program kedokteran di UGM. "Tiga tahun singkat ya. Jadi keinget pas awal sekamar ama kamu, Sis. Orang kok kuat banget tidur. Kupikir pemalas, hahaha..." kenang Indah. "Besok aku pulang ya. Jangan childish lagi ya sama Dave. Kasihan lho."
"Emang selalu aku ya yang salah?" Sisca tak terima.
"Ya ga juga sih, mayoritas iya. Hahaha... kidding."
"Iya, Sis, kalo LDR itu rasa saling percaya wajib dibangun. Kalo ga ya capek juga. Cowok penipu banyak, yang setia alias setiap titik ada juga banyak. Yang bener-bener setia itu yang harus dijaga." Vina menambahkan. Sisca hanya mengangguk tanda setuju.
Sore itu...
"Aku sudah di depan." kata Dave di telepon.
"Hah? Aku baru bangun. Perasaan ga ada bilang jam berapa? Ya udah tunggu aja di sana."
Setengah jam berlalu, Sisca keluar menemui Dave. "Kepalaku pusing gara-gara kaget soalnya. Lha kamu ga ngomong jam berapa datang."
"Tadi ngantuk banget soalnya aku. Mau ngapain sekarang?"
"Ga ada. Makan aja. Aku traktir deh."
"Ya boleh."
Sampai di tempat, memilih menu dan menunggu. "Sis, besok mamaku jemput kakak di stasiun. Kamu belum pernah ketemu mamaku kan?"
Dengan kepala yang masih berat, ditambah pertanyaan Dave, Sisca bingung menjawabnya, "Trus aku harus ngomong apa? Gimana? Aduh, takut aku."
"Ngapain takut? Ga diapa-apain kok takut."
"Ya takut aja, masak takut perlu alasan. Duh kepalaku sakit beneran ini!" Sisca menyandarkan kepala ke tembok.
Berpindah tempat ke samping Sisca, Dave meraih kepala Sisca dan menyandarkan ke bahunya. "Kamu boleh kok bersandar ke aku, daripada sandaran ke tembok. Kenapa kok sakit kepala mendadak?"
"Belum makan dari siang mungkin."
"Lha ngapain siang ga makan? Jangan bilang diet, badan sekamu pake diet segala, mau jadi tulang belulang? Tahun depan kalo skripsiku disetujui dan bisa cepat jalan, aku mungkin bisa lulus lebih awal. Kususul ke Surabaya. Tapi aku ga janji, ga tahu lancar atau molornya."
"Iya harusnya gitu. Sebenarnya kalo kamu di sini tu lebih enak, tapi sayangnya kamu jauh, tak nampak. Apalagi nanti ga ada teman di sana, tambah kesepian." ungkap Siaca melow.
"Ya awalnya gitu. Namanya kelulusan itu pasti disertai perpisahan. Nanti kan juga ketemu teman baru. Kamu lagi melow sih makanya pusing."
"Kupikir kalo kelulusan kali ini lebih berkesan daripada kelulusan SMPku. Kalo pas itu yang bikin sedih malah karena pisah sama kamu. Padahal bukan teman sekelasku."
"Aku juga sedih, kenapa harus jauh gitu. Tapi ya mau apa, sudah terlanjur. Kalo tahu bakal jatuh cinta sama kamu, aku ga kuliah jauh-jauh. Kamu telat datang sih."
"Halah...ngarang. Kayaknya mungkin aku duluan yang ngejar kamu, memalukan. Padahal aku ga suka cewek agresif. Duh!"
"Kamu itu cuma bikin jebakan, trus kabur, memancing keributan. Setelah terjadi huru-hara kamu ngilang. Itu namanya kurang ajar!"
"Hah? Yang kurang ajar itu kamu. Bilang naksir siapa trus deketnya ama siapa. Pria memang hebat bikin wanita kebingungan. "
"Yang bilang naksir itu lho kalian sendiri. Aku ga pernah tuh bilang gitu. Kesimpulan awalmu yang salah."
"Udah ah laper mau makan, kalo masih pusing mau beli obat, tolong anterin ya."
"Memang cewek yang aneh, sebentar sedih sebentar ketawa."
Setelah makan, Sisca tak lagi merasa pusing. Dave mengantarkan Sisca pulang dan berkata, "Ini aku langsung pulang, besok antar mamaku ke stasiun, jemput kamu baru pergi lagi."
"Ga kemalaman kah?"
"Gapapa biasa. Sungkan ngerepoti Kent lagi."
"Kabari kalo sampai rumah, jangan bikin orang kepikiran."
"Bagus berarti kamu bisa mikirin aku hahaha...Thaaa..."
Keesokan harinya, ketika tinggal tersisa Vina dan Sisca, mereka maraton menonton film-film lama daripada tidak ada kerjaan.
"Vin, nanti aku diketemukan sama mamanya Dave, gimana nih? Tegang aku!"
"Ya bagus dong, berarti dia serius sama kamu. Btw, kalian sekota kan? Masa ga saling kenal?" tanya Vina.