Musik berdentam-dentam memenuhi seluruh ruangan. Lampu warna-warni yang berkelap-kelip itu tidak sertamerta membuat mereka pusing. Mereka menikmatinya.
Alfi Kamali Rafanda. Pria tampan dan mapan. Anak semata wayang dari pemilik salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Asia, Rafka Rafanda. Namun, tak banyak yang mengenal jati dirinya karena dia tak pernah membawa nama belakang keluarganya.
Alfi Kamali. Begitu dia memperkenalkan dirinya. Salah satu dari mereka yang sedang menikmati minumannya.
“Lo gak bosen hidup kayak gini?” tanya Ilham sahabatnya sejak dia SMP.
Pria berusia 28 tahun itu menoleh dengan kerutan di dahinya. “Maksud lo?”
“Foya-foya, mabuk-mabukan, main wanita, kena penyakit baru tahu rasa lo.”
Alfi berdecak. “Lo tahu kalau gue gak bisa hidup tanpa tiga hal itu. Kenapa lo tiba-tiba nanya gitu? Lo udah bosen?”
Ilham tersenyum. “Enggak kenapa-napa, sih. Ngeri aja gue ngebayangin berapa banyak cewek yang lo mainin sejak
***
SMA. Dan berapa banyak alkohol yang lo teguk setiap malem. Lo gak niat nerusin usaha bokap lo?”
Alfi terdiam. Benar juga kata temannya. Tapi, memang itu yang dia inginkan. Baginya, dia sudah mati sejak 16 tahun yang lalu. Dan dia sama sekali tak tertarik dengan perusahaan ayahnya. Yang dia lakukan hanya menghabiskan uang ayahnya untuk wanita-wanita yang dia kencani. Ah, bahkan uang ayahnya tak kan habis, pikirnya. Salah satu alasan dia tak pernah memakai nama belakang keluarganya adalah dia tak ingin mempermalukan keluarga satu-satunya. Setidaknya itu yang bisa dia lakukan untuk ayahnya. Hanya sebuah permintaan kecil dari ayahnya.
Alfi tiba-tiba bangkit dari duduknya.
“Mau ke mana lo?” tanya Ilham.
“Nyari mangsa,” jawab Alfi sambil melengos pergi.
“Cih. Dasar harimau.”
***
“Nah .... Jadi, setiap amal perbuatan yang kita lakukan semasa hidup kita, entah itu baik atau buruk, pasti akan dicatat oleh malaikat Rokib dan Atid.” Begitu penjelasan akhir Afanin kepada murid-muridnya.