The Deaveka

Haula Luthfia Ramadhan
Chapter #4

Chapter 3

Zie membuka matanya, mendengar suara Livina yang menjerit dari luar sana, entah di mana. Jason menarik tubuhnya yang tersepit bangku kemudi, dan mendorongnya ke luar. Saat itu baru Zie sadar, bahwa Jason tak bisa keluar. Pinggangnya terjepit, kakinya mungkin sudah putus dan remuk di dalam sana. Darah keluar, merembes mengenai kemeja putih yang dipakainya. Dia tak bisa bergerak banyak, pecahan kaca dan besi-besi tajam mengelilingi, dalam seketika mungkin bisa menusuk tubuhnya yang lembek itu.

Sambil menahan sakit, dia menatap Zie dengan tegas, menyuruhnnya untuk segera menjauh. Namun, Zie tak bisa, tubuhnya membeku, tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. 

“Paman!” jeritnya seketika, menangis. Jason masih menatapnya keras, tangannya bergerak mengusir Zie untuk menjauh.

“P-pergi … Zie!” suaranya, rintih.

“Pamaaan!” Zie masih menangis, dia malah semakin mendekat pada pamannya itu. Sebuah benda besar lalu jatuh ke atas kepala mereka. Zie terkejut. Jason berhasil menahan dengan kepala dan tangannya. Tidak, dia tidak akan sanggup menahannya. 

“Cepat Zie, kamu sudah besar!” teriak Jason keras. Zie akhirnya menjauh dengan cepat, sedang matanya terus menatap tak terima. “Pa-paman.”

Benda besar itu menekan semakin kuat. Jason tak berdaya, tubuhnya habis ditelan oleh bagian dari mobil dan truk yang hancur itu, lalu benar-benar hancur oleh ledakan api yang besar. Bersamaan dengan tim penolong yang datang menarik tubuh Zie menjauh. Zie membelalak, berteriak sangat keras, “Haaaaagh! Pamaaaan ...!”

***

Zie masih tak berhenti menangis di ruang tunggu rumah sakit. Livina yang juga masih menangis mencoba menenangkannya. Tapi, Zie tak terima, dia malah meneriaki wanita itu.

“Sebenarnya kau siapa, sih? Gara-gara kau, gara gara kau pamanku meninggal!”

Hati Livina sungguh sakit saat diteriaki seperti itu. Dia tahu, ini salahnya. “Maaf, maaf …,” lirihnya, amat sangat menyesal atas kejadian yang telah menimpa adiknya itu. “Jason, adikku.”

Seorang pria paruh baya tampak berlari kecil ke arah mereka. Mata cokelatnya yang sama persis seperti milik Zie membulat merah. Tony, dia adalah ayahnya Zie. Begitu melihat Zie, wajahnya langsung terperangah, kesima.

“Zie!” serunya. “Zie!” Semakin mendekat, meraih gadis itu untuk ia peluki dengan haru. Namun, Zie menepis.

Lihat selengkapnya