The Deaveka

Haula Luthfia Ramadhan
Chapter #8

Chapter 7

Senyum manis milik gadis berambut pirang sebahu bernama Laudya itu menyambut Zie. Penampilannya benar-benar cerah mengenakan bando serta dress selutut berwarna kuning. Sementara Zie, dia tampil kasual dengan kemeja abu-abu dan Jeans biru. Meski begitu, rambut panjangnya tetap digerai. Memancarkan aura cantik yang membuat Laudya kagum, kepada rambut serta poni yang menutupi dahinya.

Baru saja kemarin mereka bertemu dan mengobrol di sosial media. Berhubung hari ini libur akhir pekan, keduanya mengadakan janji pertemuan dan langsung sepakat untuk bertemu hari ini, di sebuah taman kota. Zie agak gugup, karena sudah lama dia tidak mengobrol langsung dengan seorang teman. Laudya mulai berbasa-basi, sebelum benar-benar akrab. Namun, Zie tak ingin berlama-lama. Dia penasaran akan Deaveka milik Laudya dan ingin segera melihatnya. Bahkan, dari sejak pertama datang, kepalanya sudah menoleh sana-sini, mencari keberadaan sosok Deaveka yang konon katanya bisa dilihat oleh sesama pengguna Deaveka Method

Laudya tertawa.

“Kamu benar-benar tak sabaran, ya? Baiklah, akan kupanggil dia sekarang.”

Sebelum benar-benar memanggil, Laudya mengajak Zie mencari tempat yang tidak terlalu ramai. Ada satu bangku yang letaknya dekat dengan sebuah pohon bagian belakang taman. Hanya dua tiga orang yang terlihat berlalu lalang di sana. Mereka memutuskan untuk pindah ke tempat itu.

Setelah duduk dengan nyaman, Laudya mulai menyerukan sebuah nama, “Rafael, Sayang!”

Zie kaget saat mendengar Laudya menambahkan kata 'Sayang' di ujung panggilannya. Sedikit menggelikan dan ... dia tak sempat memedulikan pikirannya lagi setelah kaget untuk kedua kalinya. Sosok lelaki muda nan tampan tiba-tiba muncul di samping Laudya. Lelaki berkulit putih serta mata biru dan rambut pirang kecoklatan. Zie merasa tak asing dengan wajah lelaki itu. Mirip sekali dengan seorang penyanyi dari sebuah band terkenal yang tengah naik daun saat ini, Rafael. 

“Keren,” benak Zie. Laudya memunculkan sosok yang elegan dan seterkenal itu untuk dijadikan teman imajinasinya. Hampir tak terpikirkan oleh Zie untuk membuat sosok teman imajinasi yang seperti itu. Salah-salah, sosok yang diciptakan tidak sempurna. Namun ini, wujudnya nyaris sangat tampan. Tak terlihat cacat sedikitpun, dari lekuk wajah dan postur tubuhnya yang tinggi dan gagah. Porsi garis mata, tonjolan hidung yang mancung, serta bibir merah tipis dan merona. Tak peduli apakah sama persis dengan yang asli atau tidak. Setidaknya, sosok tersebut bisa menjadi kekasih paling sempurna yang akan menemani hari-hari Laudya.

Melihat wajah Zie yang terkesima kagum, Laudya tersenyum bangga. Zie hampir tak bisa bernapas saat sosok lelaki muda itu menyerahkan tangan hendak bersalaman dengannya. Dengan senang hati, Zie membalas. 

“A-aku Zie." Benar saja, tangan Zie menghangat saat bersentuhan dengan lelaki itu.

“Senang bertemu denganmu, Zie,” sahut Rafael dengan senyuman manis. Pipi Zie memerah malu, terlebih saat Laudya kembali menertawainya.

“Sekarang giliranmu,” ujar Laudya setelahnya. 

Zie terhenyak. Dia mencoba mengatur pita suara. Lalu memandang ke sebuah arah yang menjadi instingnya. 

“Paman Jason Ann!” serunya sekali. Laudya sudah bersiap terkejut melihat penampakan Deaveka milik Zie. Akan tetapi, tak ada siapa pun yang muncul setelah Zie menyeru. 

Ssshhh ...

Rekah di wajah sontak menghilang. Zie sendiri tak percaya, tidak ada tanda-tanda kemunculan Deaveka Jason. Hanya angin yang bersemilir di antara mereka. Dia, Laudya, dan Rafael serentak keheranan; dan Zie mulai gugup: Apa dia harus memanggilnya lagi?

“Paman Jason Ann!”

Lihat selengkapnya