The Deaveka

Haula Luthfia Ramadhan
Chapter #10

Chapter 9

Ada sebuah toko aksesoris baru yang tak sengaja dijumpai Zie saat tengah di perjalanan pulang. Sebelumnya, Zie baru saja berpisah dengan Laudya dan Aldy di warung makan. Ketiganya memutuskan pulang sebelum hari gelap. Namun, keramaian di toko itu membuat Zie merasa tertarik untuk ikut melihat-lihat.

Sebelum masuk, Zie harus melewati garis pita berwarna merah terlebih dahulu, supaya lebih tertib. Halaman depannya lumayan kecil. Tapi, saat Zie masuk ke dalam, dia terpana memandang seisi toko yang luas. Terlihat mewah dengan latar dinding warna peach dan cokelat. Aksesoris-aksesorisnya dipajang dalam lemari kaca yang disusun berderet layaknya rak di minimarket, sehingga para pengunjung dapat dengan mudah melihat semua koleksi yang ada di toko itu.

Sudah lama rasanya tidak membeli dan memakai perhiasan. Zie berhenti beberapa kali jika ada aksesoris yang menurutnya cantik atau unik. Kali ini, dia berhenti dan berdiri cukup lama di depan sebuah kalung dengan liontin merah delima. Sepertinya, Zie berminat akan kalung itu. Melihat harga yang tertera, dompet Zie tak sanggup. Ketika itu, dia langsung teringat pada Deaveka Jason.

Dia lalu sedikit menepi ke arah sudut, sebelum mencoba mengeluarkan suara.

“Paman Jason Ann,” panggilnya dengan nada sedikit rendah. Batang hidung pamannya itu tak langsung terlihat. Zie geram karena dia harus ulang memanggil sampai beberapa kali lagi. Seraya bercelingak-celinguk di depan pengunjung lain yang sedang lewat. Dia akhirnya menemukan Deaveka Jason yang sedang berjalan dari deretan sebelah sambil juga melihat-lihat.

“Mau beli perhiasan?” tanya Deaveka Jason. Wajah Zie langsung merekah cengengesan, sembari menunjuk kalung yang ia suka.

“Bagaimana menurut Paman? Bagus, kan?”

“Ya, bagus." Deaveka Jason hanya mengangguk setuju. Dia tak melakukan apa-apa lagi selain memandang datar. Zie jadi kesal karena pamannya tidak peka.

“Ayolah, Paman, belikan aku ....” rengek Zie, tanpa sadar bahwa dirinya sudah dilihati orang-orang karena dikira sedang berbicara sendiri. Pantas saja, Deaveka Jason lupa memindahkannya ke dalam mode tak terlihat.

Saat Deaveka Jason hendak melakukannya, tiba-tiba Zie menyergah. Sebab, matanya tiba-tiba terpaku sesuatu. Pandangnya tertuju pada seorang wanita yang juga tengah melihat-lihat di deretan depan sana. Rasanya dia sangat mengenali wajah wanita itu. Saat dia mencoba mendekat, dia pun sangat yakin bahwa wanita itu adalah mantan kekasih pamannya dulu, Anneth.

Wanita yang diduga ialah Anneth itu menyadari keberadaan Zie. Dia tercenung beberapa saat, menduga-duga hingga matanya melebar.

“Kak Anneth,” seru Zie mendekat

“Hmm …? Zie, ya?”

Keduanya semringah, kemudian berpelukan haru. Tentu senang sekali rasanya setelah sekian lama tak berjumpa. Bagi Zie, bertemu dengan Anneth rasanya sama seperti bertemu lagi dengan ibu sendiri. Anneth pun sama senangnya. Sedangkan Deaveka Jason, dia hanya memandang kedua perempuan itu bergantian tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.

Rencana Zie untuk pulang tertunda semakin lama. Dia memilih menerima ajakan Anneth untuk mengobrol di kafe sembari menikmati minuman hangat. Suhu di Kota Medellin ini memang cenderung dingin, meskipun berada di garis katulistiwa dan memiliki 2 musim. Sehingga, selain minuman keras, minuman hangat merupakan pilihan yang paling diminati. Karena sebelumnya sudah minum kopi, kali ini Zie coba memesan susu hangat agar perutnya tidak sakit. Sedang Anneth memilih minuman dengan olahan karamel.

Keduanya saling berbagi cerita, tentang bagaimana kehidupan dan perasaan mereka selama ini. Zie mengatakan bahwa hidupnya mulai terasa menyenangkan sejak beberapa waktu terakhir. Dia juga memberitahu mengenai prestasi serta teman-teman yang ia punya. Begitu pun Anneth. Wanita itu katanya sudah menikah dan memiliki satu orang anak laki-laki. Zie yang mendengar itu terkejut.

“Waah, benarkah? Aku jadi penasaran dengan anak kakak.”

“Kalau ada kesempatan nanti, aku akan membawanya bertemu denganmu,” ucap Anneth. Diperhatikan oleh Zie, senyum wanita itu. Walau manis, namun entah mengapa, Zie merasa ada yang miris di dalamnya.

Sama seperti dulu, meski sudah berusia 30-an tahun, wanita itu masih sangat cantik. Lekuk mata, hidung, pipi, dan bibirnya bagaikan mahakarya. Ditambah dengan kulit putih, manik mata biru, dan rambut pirang yang panjang. Dia memang kental bergaris keturunan Eropa. Berbeda dengan keluarga Zie yang keturunan campuran Eropa dan Asia. Zie merasa, sangat disayangkan sekali mengingat wanita itu tidak jadi menikah dengan pamannya. Padahal mereka sudah berpacaran lebih dari 8 tahun.

Lihat selengkapnya