Chinua menatap dengan penuh ketertarikan pada gadis harimau putih itu. Hatinya berdebar, merasa terpesona dan seakan ingin mengadopsinya. Meskipun ada perbedaan ras di antara mereka, Chinua memilih untuk tidak mempermasalahkannya.
"Anggap saja aku ini mamamu!" kata Chinua sambil tersenyum lebar.
"Anda aneh. Kita baru saja bertemu, bagaimana mungkin aku bisa memanggilmu Mama? Lagipula, Anda terlihat sangat muda. Apa kata orang kalau tahu kamu punya anak?" Syira menjawab dengan jujur, dan tanpa sadar kata-katanya menyentuh hati Chinua, membuatnya merasa sedikit tersakiti.
Meskipun usianya sudah 43 tahun, Chinua masih terlihat awet muda, segar, dan bugar. Ia telah mencapai tingkat tinggi sebagai seorang pendekar, ditambah kebiasaan mengonsumsi rempah-rempah dan ramuan herbal seperti ginseng, yang menjaga penampilannya tetap cantik dan tanpa keriput.
"Hiks, kamu jahat sekali, Nak! Baiklah, panggil saja aku Chinua. Tapi bolehkah aku tahu siapa namamu?" Chinua mencoba bercanda, menepuk-nepuk pipi Syira dengan guyonan yang menyakitkan hatinya.
"Syira... Namaku Syira," jawab Syira dengan senyuman manis, memperkenalkan dirinya.
"Waah, nama yang sangat cantik, seindah dirimu, sayang," puji Chinua dengan mata berbinar. "Ngomong-ngomong, Syira, apakah pria itu melakukan hal yang aneh padamu?" lanjutnya, mencoba mengalihkan topik.
"Emm, tidak juga, Kak Chinua..." Syira menjawab, namun Chinua langsung memotongnya.
"Ah, aku dipanggil kakak lagi? Padahal usiaku 43 tahun, loh. Haha, tak masalah, penampilan memang bisa menipu," kata Chinua sambil memegang pipinya dengan kedua tangan dan tertawa manja.
Di dalam hati, Syira berpikir, "Hah? Bagaimana bisa dia terlihat lebih muda dari usianya? Wanita yang aneh. Sepertinya aku perlu menjaga jarak."
"Lalu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Syira, kelihatan bingung.
"Bercanda, Nak... Panggil aku dengan nama apapun, terserahmu. Jadi, bisa lanjutkan ceritanya?" kata Chinua dengan santai.
"Baiklah, Bibi Chinua. Sebenarnya, Tuan yang bersamaku tidak melakukan hal yang aneh. Dia baik hati, ramah, dan sangat pengertian. Bahkan, dia merawatku ketika aku sakit. Aku bisa meyakinkanmu bahwa dia tidak berbahaya," jelas Syira dengan tenang.
"Kenapa kamu tidak takut dengan aura pembunuh yang terpancar darinya?" tanya Chinua, heran.
"Itu... emm, sebenarnya pada awalnya aku merasa ragu. Aku bahkan tidak yakin dia akan menyelamatkanku. Namun, setelah aku mencium aromanya, aku merasa dia adalah orang yang bersahabat, meski ada aura yang kuat menyelimutinya. Sejak saat itu, aku yakin dia orang yang baik," jawab Syira.
"Aroma? Aroma seperti apa?" tanya Chinua, semakin penasaran.
"Oh, itu... Aku tidak bisa menjelaskannya dengan tepat. Tapi, aku punya kebiasaan mencium aroma tubuh seseorang untuk mengenali karakter mereka. Ibu di panti dulu pernah mengatakan itu adalah salah satu kemampuan khususku," kata Syira.
Syira mengingat kembali saat-saat di tenda beberapa waktu lalu, ketika dia mencoba mengendus aroma keringat Yudha untuk menilai karakter pria itu. Saat itu, dia menyimpulkan bahwa Yudha adalah sosok yang baik.
Sebagai ras demihuman harimau putih, Syira memiliki indra penciuman yang sangat tajam, sekitar 14 kali lebih sensitif daripada manusia. Ia sering menggunakan kemampuan ini untuk mendeteksi bahaya, memastikan kehadiran orang, atau mencari tanda-tanda aktivitas di sekitarnya.
"Jadi, itu salah satu kemampuan ras harimau, ya? Menarik sekali. Mama pernah dengar bahwa ras harimau punya kebiasaan mencium bau. Jadi, dari situ kamu bisa menyimpulkan bahwa dia orang baik?" tanya Chinua, terkesan.
"Iya, Bibi! Aku yakin dia bukan orang jahat," jawab Syira dengan penuh keyakinan.
"Jika kamu yakin, Nak, Mama juga ikut yakin dia orang baik. Semoga saja benar. Lalu, bagaimana kalian bertemu?" tanya Chinua, ingin tahu lebih lanjut.