Mereka bersorak kagum karena terkejut melihatku berbicara dengan bahasa negara ini. Reaksi orang-orang di sekitar beragam, ada yang terkesan, ada juga yang masih skeptis terhadapku.
"Wah!! Tuan akhirnya bisa berbicara normal, yeay!!" Tiba-tiba gadis harimau putih itu mengajak ku mengobrol.
"Ahahaha, ya! Kita gak perlu perlu isyarat lagi!"
"Iya, Tuan! Hi hi hik!" Gadis harimau putih itu tersenyum lebar padaku.
"Oh ya, Tuan Leonard kan?"
"Ya, itu nama ku. Ada yang bisa aku bantu?"
"Bisakah Anda menjaga ini tetap rahasia dari orang lain? Ini tentang senjata dan asal-usul saya."
Agar tidak menjadi pusat perhatian banyak orang di kerajaan ini. Aku meminta agar identitasku tidak diketahui semua orang. Jika viral nanti malah akan menjadi pembicaraan yang tak ada habisnya.
"Tentu saja, aku dan para prajurit ku bisa. Tapi aku tidak yakin dengan mereka berdua. Mereka adalah petualang, biasanya mereka akan menjual informasi menarik ke guild untuk mendapatkan penghasilan tambahan," balas Tuan Leonard.
Sepertinya akan sulit bagiku merahasiakan ini. Aku harus membujuk mereka untuk tetap merahasiakannya. Sepertinya mereka belum sepenuhnya mempercayaiku. Baiklah, aku akan berusaha memberikan kepercayaan kepada mereka.
"Tapi jangan khawatir, aku jamin mereka akan tetap merahasiakannya setelah kejadian ini. Tak perlu dipikirkan," imbuh Tuan Leonard.
"Tapi bagaimana dengan pihak istana? Bukankah Anda ingin melaporkan kejadian ini?" tanyaku.
"Tentu saja aku akan melaporkannya. Hal ini tak bisa lagi dirahasiakan. Yang Mulia harus segera mengambil langkah dalam menghadapi para pemberontak asing ini. Namun, jangan khawatir, kerajaan pasti akan menjaga identitasmu dari luar istana sesuai keinginanmu. Tak perlu khawatir."
Tuan Leonard mencoba menenangkanku. Akhirnya, aku bisa bernapas lega setelah mendengar kalimatnya. Namun, aku harus tetap mewaspadai kedua pendekar itu dan kemungkinan yang akan terjadi.
"Sebelum kamu ikut kami, ada satu hal yang perlu kamu singkirin dulu. Ingat?" kata Chinua sambil berjalan mendekatiku.
"Maaf, tapi aku lupa apa yang kamu maksud. Emang apa?" jawabku dengan santai.
"Aura pembunuhmu!! Singkirin dulu sana!" katanya sambil menyindir.
Aku pun teringat perkataan Tuan Leonard sebelumnya mengenai aura pembunuh ku. "Oh itu toh! Gimana cara ngilanginnya, Kak cantik?" balasku dengan canda.
"Ca-can-cantik?" Pendekar wanita itu terkejut sejenak. "Hmm, oke, kamu juga pandai menilai penampilan orang lain," kata Chinua itu sambil memerahkan pipi. Melihat reaksinya, aku merasa agak kebingungan.
"Hee? Muka apaan tuh? Dia lagi kesem-sem apa? Tsundere kah dia?" gumamku dalam hati. Sepertinya dia tipe cewek yang benci tapi di dalam hatinya diam-diam suka.
"Pokoknya, kamu singkirkan dulu aura pembunuh itu," katanya sambil muka sedikit memerah.
"Udah ku bilang, gimana caranya?"
"Masa gitu aja harus dijelasin, huh?"
Mendengar keributan, Tuan Leonard mendekati kami yang sedang berdebat. "Sudahlah Nona Chinua, apa kau tidak memahami inti pembicaraan kami sebelumnya? Anak muda ini tidak tahu caranya mengontrol aura pembunuhnya," jelas Tuan Leonard kepadanya.
"Huh!? Tidak tahu caranya? Masa gitu aja gak tahu, emang di Negara mu gak di ajarin begituan?" Perempuan yang bernama Chinua itu melengking tajam kearah ku.