The Destiny Of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)

EternityID
Chapter #8

CHAPTER 6 : Teman Perjalanan

Dua puluh menit berlalu, yang terasa seperti berabad-abad, dan akhirnya, aku berhasil memadamkan api sepenuhnya.

"Fiuh... Selesai juga," ucapku dengan napas tersengal. Sambil mengelap keringat yang membasahi wajah dan menatap langit yang kini bebas dari amukan api. Setiap hembusan angin yang menyentuh pipiku memberikan kesejukan, meredakan beban di hati.

Setelah memastikan tidak ada sisa bara api, aku terperanjat melihat mayat-mayat musuh yang tergeletak di tanah. Aku memutuskan untuk memeriksa pakaian mereka, dengan harapan menemukan barang berharga yang akan berguna dalam perjalanan selanjutnya.

Aku menyadari bahwa tindakan mengambil barang pribadi dari orang yang telah gugur di medan perang jelas melanggar Konvensi Jenewa, yakni hukum perang saat ini. Sebenarnya aku tidak perduli dengan itu, toh ini adalah dunia lain; selain itu, mereka bukanlah prajurit Kombatan, hanya sekumpulan bandit yang mungkin sering merampok barang milik orang lain. Hukum tersebut tidak berlaku untuk para bandit seperti mereka.

Sesuai dugaan, di antara pakaian mayat-mayat tersebut, aku menemukan beberapa barang menarik. Ada koin perunggu dan perak dengan ukiran wajah seseorang, serta beberapa perhiasan emas yang berhasil kudapatkan. Selebihnya, tidak ada yang spesial, kecuali senjata mereka. Aku juga mengambil salah satu pedang dari mayat-mayat tersebut untuk digunakan sebagai alat pemotong seperti parang.

"Lumayan buat motong kayu," gumam ku sambil mengangkat bilah pedang itu.

Dengan hati-hati, aku mulai mengumpulkan semua mayat itu ke satu tempat yang lebih tersembunyi. Meskipun merasa lelah mengangkat dan menyeret tubuh mereka satu per satu, aku melakukannya dengan tekad kuat agar gadis harimau putih tidak melihat pemandangan mengerikan ini yang mungkin akan mempengaruhi kondisi mentalnya jika kami harus melewati jalur ini lagi.

Namun, selama aku sibuk dengan tugas itu, pikiran teralih pada pria pemanah yang tadi menghilang begitu saja. Rasa curiga muncul dalam diriku, dan membuat bertanya-tanya kemana dia pergi?

Aku tidak menyangka bahwa dia memiliki kemampuan untuk menghilang seperti itu. Apakah dia memiliki kemampuan teleportasi? Atau mungkin dia hanya menggunakan sihir yang tak terlihat?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengisi pikiranku, mencari jawaban yang masuk akal. Jika dia memang mampu berteleportasi, pastinya dia tidak akan meninggalkan jejak apapun di tempat ini. Tetapi, jika dia menggunakan sihir yang tidak terlihat, hal tersebut bisa menjadi petunjuk bahwa dia tidak jauh dari sini.

Setelah menyadari bahwa pria pemanah tadi mungkin menggunakan sihir tak terlihat, aku kembali memeriksa tempat kejadian dengan lebih teliti. Dan benar saja, dugaanku terbukti. Di sepanjang jalan yang ia lalui, terdapat jejak tetesan darah yang ia tinggalkan. Jejak itu pasti akan mengarahkannya ke suatu tempat.

Namun, setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk tidak mengikutinya. Lebih baik aku kembali ke tenda dan memeriksa apakah gadis harimau itu baik-baik saja. Keselamatannya lebih penting saat ini.

POV 3

"Ah sial, darahku terus mengucur tanpa henti. Luka ini tampaknya cukup parah," desis Kael dengan suara yang gemetar. Ia berusaha berjalan meski tubuhnya terasa goyah, sambil menahan rasa sakit di bahu kirinya yang terluka.

Pada dini hari tersebut, Kael berhasil lolos dari serangan mendadak Yudha dengan sedikit keberuntungan. Ia memanfaatkan jubah ajaibnya untuk menghilang dari pandangan Yudha dan berhasil meloloskan diri dari tempat itu.

Sekarang, dengan segala upaya, dia berusaha menahan rasa sakit yang ditimbulkan oleh luka tembakan dari senapan SS2 yang digunakan oleh Yudha. Kael terus berjalan menyusuri jalur di tengah hutan belantara, hingga akhirnya tiba di lokasi di mana pertempuran antara Yudha dan tiga orang lainnya terjadi sebelumnya. Namun, karena kegelapan malam yang menyelimuti, ia tidak menyadari sesuatu yang membuatnya tersandung.

"Apa ini?" Kael berusaha keras untuk memfokuskan pandangannya pada sesuatu yang membuatnya tersandung. "Astaga!!! Ada mayat? Uh, baunya sudah mulai busuk. Tunggu, apakah dia...?" Kael berusaha keras untuk melihat dengan jelas wajah mayat tersebut.

"Sudah kuduga, dia adalah anggota yang gugur- Ah!! Sial, aku harus segera kembali ke markas." Sambil merintih kesakitan dan tanpa memperdulikan mayat yang baru ditemukan, Kael melanjutkan langkahnya yang penuh tekad menuju markas.

Lihat selengkapnya