Seseorang yang tidak terlalu jelas bagi Syira menginterupsi kegiatan mereka. Aku menduga itu pasti bawahannya. Dengan berat hati, Si Sampah terpaksa menghentikan ritualnya sesaat, memberikan waktu bagi perhatiannya untuk sepenuhnya tertuju pada anak buahnya itu. Ia ingin mendengarkan dengan seksama setiap kata yang disampaikan.
"Apa kau tidak bisa menunggu sebentar?" ucap Si Sampah yang didengar Syira dengan samar-samar.
"Mohon maaf, jika mengganggu kegiatan Anda, Tuan Albert. Tapi ini mendesak," ucap bawahannya itu.
Syira mengatakan bahwa pada saat itu, pendengaran dan penglihatannya terganggu oleh reaksi dari segel budak. Akibatnya, dia tidak bisa dengan jelas memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Dalam kondisi setengah sadar, Syira tidak sepenuhnya memahami percakapan di antara orang-orang tersebut. Namun, kemudian dia ditarik dengan kasar oleh penjaga tahanan budak dan dibawa kembali ke selnya.
Setibanya di sel tahanan, tubuh Syira didorong dengan kasar oleh penjaga tersebut ke dalam sel. Pintu sel kemudian kembali ditutup dan dikunci dengan gembok sihir. Penderitaan Syira terus berlanjut di hari-hari berikutnya, tak kunjung berhenti. Pada suatu waktu, langkah penjaga tahanan budak kembali menghampirinya, membuka pintu sel Syira. Sambil menggumamkan kalimat-kalimat yang tak terungkap, Syira merasa ragu akan niat penjaga tahanan itu padanya.
Perlahan-lahan, Syira ditarik keluar lagi dari kamar pengasingan, beban berat borgol yang mengikatnya dilepaskan agar langkahnya terasa lebih ringan. Rasanya seperti langit yang terbuka setelah terkungkung dalam jeruji besi.
"Kini kau telah menjadi budak, jangan mengambil tindakan yang gegabah agar tak terluka. Waktunya Tuan Albert memasang kontrak budak padamu. Ayo ikuti aku!" kata sang penjaga tahanan budak dengan tatapan sinis yang menusuk jiwa, ditujukannya kepada Syira.
Dengan langkah pasti, penjaga itu melangkah maju, sementara Syira mengikuti dari belakang dengan langkah kaki yang terhuyung-huyung. Di dalam getaran langkah mereka, Syira diselimuti oleh kenangan yang membuat hatinya terbangun.
Syira berbagi, dalam ingatannya padaku akan momen berharga ketika ia masih diasuh oleh ibu panti asuhan di desa. Api menyala membara di tengah reruntuhan bangunan, menghancurkan segala yang ada di panti asuhan itu.
Terlihat jelas bagaimana sang ibu pengurus panti asuhan tak berdaya, terperangkap di bawah runtuhan bangunan yang runyam. Dengan langkah kecilnya yang penuh tekad, Syira memasuki bahaya, berusaha menyelamatkannya, namun percobaannya berakhir dengan kegagalan. Dalam detik-detik terakhirnya, ibu panti asuhan berbicara dengan penuh keberanian kepada Syira.
"Syira sayang, apapun yang terjadi, kamu harus bertahan hidup. Berjuanglah tanpa henti... Lari, selagi masih ada kesempatan untuk menyelamatkan dirimu. Lari, Syira!!"
Kata-kata terakhir sang ibu panti asuhan masih tergambar jelas dalam ingatan Syira. Setiap hurufnya menerangi langkah-langkahnya yang berat di tengah kegelapan.
Motivasi itu mendorongnya untuk mencari peluang melarikan diri dari tempat tersebut. Dalam langkah beriringan dengan penjaga, Syira menemukan celah kecil yang bisa dimanfaatkannya. Dengan gerakan penuh ketenangan, Syira memburu tangkai pentungan yang tersembunyi di balik pinggang penjaga. Untungnya, penjaga itu tidak menyadari tindakan Syira yang tiba-tiba.
Dalam sekejap, Syira mempergunakan pentungan itu dengan kekuatan yang tak terduga, menghantam kepala penjaga hingga ia kehilangan kesadaran.
'TUNG!' "Arhhh!!"
Dalam ketegangan yang melanda, Syira membuang pentungan dan segera meluncur berlari mencari pintu keluar. Keberuntungan berpihak padanya, karena ia masih mengingat dengan jelas denah ruangan, sehingga tidak butuh waktu lama baginya menemukan jalur keluar.
Dengan hati yang berdebar, ia berhasil melesat keluar dari bangunan semi permanen itu dan terus berlari tanpa henti menuju gerbang luar. Para penjaga, menyaksikan aksi keberanian Syira, tidak tinggal diam. Mereka berusaha keras untuk menghentikan langkah kaki Syira yang tergesa-gesa.
Namun, sungguh sebuah keberuntungan bagi Syira yang berasal dari ras demihuman harimau putih. Kelebihan yang dimilikinya memungkinkannya berlari dengan kecepatan yang tak terjangkau. Bak seekor harimau liar, gerakan lincah dan gesitnya membuat beberapa penjaga tidak mampu menangkapnya.
Meskipun tubuhnya lemah, dengan tenaga terakhir yang tersisa, Syira terus meloloskan diri dari kejaran para penjaga. Setiap langkahnya dihantui oleh rasa putus asa yang hampir membatasi napasnya. Namun, determinasi yang menggebu-gebu mendorongnya untuk terus melangkah.
Akhirnya, dia berhasil menemukan pintu keluar dan melampaui gerbang tanpa juluran tangan penjaga yang memilukan. Tiga orang penjaga terlibat mengejar Syira dan berpacu menembus hutan yang masif.
Dalam kedalaman hutan, keberadaan Syira terasa terisolasi dan rentan, namun tetap tanpa batas keinginan untuk mempertahankan kebebasannya. Langkah-langkah cepat pengejaran terus berputar, hingga akhirnya mereka bertemu dengan ku yang sedang berburu rusa pada waktu itu.
Terungkaplah dari kisah yang dikisahkan Syira bahwa semuanya ini memang berkaitan dengan diriku. Seakan-akan, suratan takdir yang direncanakan sebelumnya telah mengikat kami. Mungkin inilah sebabnya aku dikirim ke hutan ini, untuk menjalani peran yang telah ditetapkan oleh-Nya. Datang untuk Syira demi menyelamatkannya.
***