The Destiny Of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)

EternityID
Chapter #30

CHAPTER 28 : Konfrontasi

Sementara itu, waktu terus berlalu. Chinua memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah dahan pohon besar, sebelum melanjutkan perjalanannya untuk membalas dendam terhadap para pemberontak yang telah melakukan kejahatan terhadap Syira.

Matahari hampir berada di puncak langit ketika Chinua melanjutkan langkahnya, melaju dengan cepat dan melompati dahan-dahan pohon dengan keahlian seperti seorang ninja yang mahir. Ilmu yang dikuasainya dikenal sebagai ilmu meringankan tubuh, kemampuan khusus yang membuat tubuh para pendekar menjadi seringan kapas, sehingga memungkinkan mereka bergerak lebih cepat daripada angin.

Chinua bergerak dengan lincah dan melintasi jalannya melalui pepohonan tanpa mengalami hambatan yang berarti. Akan tetapi, kepekaan yang dimiliki Chinua mengirimkan sinyal bahwa ada beberapa sosok yang mendekatinya dari arah depan.

"Ini!? Ya, aku yakin bahwa mereka yang berada di depan sana adalah orang-orang suruhan dari pimpinan pemberontak itu. Aku tidak akan melepaskan kesempatan ini jika bertemu dengan mereka. Sebaiknya aku bersembunyi dan menyamarkan Aura Pembunuhku. Aku akan menyerang mereka dengan serangan kejutan," gumam Chinua dengan penuh siasat.

Chinua menyadari bahwa dia tidak ingin memancing perhatian mereka, maka ia mencoba untuk menarik kembali Aura Pembunuh yang sebelumnya telah dia keluarkan beberapa waktu lalu. Dia bersembunyi di balik pepohonan yang lebat sambil mengendalikan napasnya agar tetap tenang.

Chinua berusaha menyamarkan kehadirannya, menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dia fokus mengatur energi dan aura yang ada dalam tubuhnya, memadamkan kekuatan aura pembunuh yang sebelumnya terpancar. Dalam ketenangan, ia menemukan keseimbangan dan kembali berada dalam keadaan yang tenang.

***

Sementara itu, Aran, sebagai demihuman macan dengan kepekaan yang luar biasa, juga menangkap kehadiran seseorang tak jauh dari mereka. Urara, dengan kemampuan khususnya, juga mengendus aroma keringat yang mengindikasikan keberadaan lawan di depan mereka.

"Sepertinya ada seseorang di depan sana yang akan menghalangi kita, Aran. Apa yang akan kita lakukan padanya?" tanya Urara.

"Jangan langsung menyerang. Kita perlu memahami situasinya terlebih dahulu. Dia bisa jadi hanya seorang petualang yang tersesat," jawab Aran.

"Mana mungkin ada petualang yang berani menjelajahi hutan angker ini. Aku yakin orang di depan kita adalah salah satu anggota kelompok bangsawan," sangkal Urara.

"Tetap waspada. Jika benar itu salah satu anggota kelompok bangsawan itu, kemungkinan dia orang barbar yang dimaksud itu," tebak Aran.

"Aku tidak sabar menguji kemampuan pria itu. Sepertinya belati-belati tajam ini menginginkan darah segarnya," kata Urara sambil tersenyum licik.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, tetap waspada terhadap kehadiran sosok misterius tersebut. Mereka sadar bahwa pertemuan dengan orang tersebut bisa menjadi penentu nasib mereka di hutan ini.

***

Saat mereka semakin mendekat, Chinua tiba-tiba merasakan adanya kehadiran kedua sosok itu di balik pohon. Ketegangan menyelimuti udara, memompa adrenalinnya yang terus meningkat. Namun sebelum ia berani muncul dari persembunyian, sebuah kejadian tak terduga pun terjadi. Chinua pun terkejut mendapati seorang wanita yang menggelantung tepat di depan wajahnya.

"Ketemu, hihi!" terdengar suara wanita itu, diiringi dengan gelak tawa licik.

Dalam keadaan panik, ia bertindak dengan insting dan melompat ke bawah pohon. Tubuhnya meluncur dengan kecepatan tinggi, memberikan tarian yang anggun di udara, seolah-olah waktu berhenti sejenak untuk memperhatikan gerakan yang begitu indah.

Ketika Chinua mendarat dengan tegap di tanah, ia tersadar bahwa sosok wanita tersebut adalah Urara, yang dengan lihai menemukan keberadaannya.

Dengan sikap yang angkuh, Urara membalikkan posisinya, mengangkat punggungnya dan menatap Chinua dengan tatapan yang penuh penghinaan. Sementara itu, Aran berdiri kokoh di atas puncak pohon cemara, dengan kedua tangannya yang dilipat, sementara wajahnya menampilkan ekspresi dingin yang tidak tergoyahkan.

"Ternyata dia seorang wanita!" Ucapan Urara terdengar sinis, menciptakan ketidakpuasan dalam nadanya. "Aku pikir dia pria barbar itu, huh membosankan."

"Aku juga tidak menyangka," kata Aran, suaranya terasa dingin dan meningkatkan ketegangan di udara.

Lihat selengkapnya