Meski terluka, Urara tidak menyerah. Dia mengangkat kembali belatinya dengan kemauan yang kuat dan meluncurkan serangan yang mendalam pada Chinua. Pertempuran terus berlanjut dengan keganasan dan ketahanan yang luar biasa.
Namun, akhirnya, setelah berjuang dengan gigih, Chinua mampu mengimbangi kekuatan Urara dan mengambil keuntungan atas celah tersebut. Dengan satu serangan terakhir yang tepat, pedang peraknya menghampiri leher dan kepala Urara jatuh menggelinding ke tanah.
Pertempuran pun berakhir, dengan Chinua tetap berdiri sebagai pemenang. Dia tetap waspada, menahan nafas dan mengamati Urara yang terkapar di tanah. Meskipun demikian, Chinua masih merasakan kekuatan dalam diri Urara dan tahu bahwa pertarungan belum berakhir.
Sebuah momen yang tak terduga terjadi, tubuh Urara tiba-tiba berubah menjadi kepulan asap hitam yang menyelimuti dan menghilang begitu saja. Chinua merasa heran dan memicingkan matanya.
"Hahahaha!! Kau berpikir kau berhasil menghabisiku? Huh!! Aku takkan mati begitu saja," pekik Urara dengan penuh kepuasan sambil duduk santai di atas dahan pohon.
"Teknik Sihir, ya? Cih, kau mencemari pertarungan adil bagi para pendekar," Chinua berteriak menanggapi.
"Nona, di dunia ini tak ada pertarungan yang adil. Asalkan masih ada peluang untuk menang, tak masalah menggunakan cara apa sekalipun. Hanya orang naif yang masih terikat dengan keadilan saat berniat membunuh," Urara menyindir dengan tajam.
Chinua hanya diam dan terus mengerutkan keningnya. Tatapannya begitu serius, seolah-olah membawa sosok Chinua dari masa lalu kembali didalam dirinya.
"Baiklah mari kita akhiri sekarang!" ucap Urara dengan sinisnya. Ia dengan santainya menghilang dalam sekejap dari dahan pohon tempat ia duduk.
Dengan keahliannya yang terampil, Urara langsung menyerang Chinua dengan kedua belati tajamnya. Namun dengan sigap, Chinua berhasil menangkis serangannya.
'TING!'
Benturan keras antara kedua senjata itu bergema, memecah keheningan. Urara segera melompat mundur dan menghilang di balik bayangannya. Kemudian, dia tiba-tiba muncul kembali di belakang Chinua dalam sekejap,
'TRANG!'
Serangan itu kembali ditangkis oleh Chinua, dan begitu seterusnya. Urara beberapa kali menggunakan trik yang sama berulang kali. Namun, secara tiba-tiba, muncul tujuh bayangan Urara yang mengepung Chinua dari segala arah.
Dalam keadaan yang semakin terjepit, Chinua mencoba menghadapi serbuan dari tujuh bayangan Urara. Ia menggunakan semua keterampilan dan insting bertarungnya untuk bertahan. Perlawanan yang tangguh mampu menahan serangan-serangan yang datang dari berbagai arah.
"Tebasan Perusak!!!
'Slahsshh!!'
Ketujuh bayangan itu seketika menghilang akibat serangan Chinua itu. Namun, Urara terus meningkatkan intensitas serangannya. Ia kembali membuat bayangan serupa dan dengan lincah meluncur dari satu bayangan ke bayangan lainnya, terus mendesak Chinua dengan serangannya yang tak henti-henti.
"Aha ha ha! Hanya segini kah kemampuan mu, Nona?" desing Urara dengan nada meremehkan.
Chinua hanya terdiam dan tetap gigih, menahan nyeri akibat kelelahan. Ia tahu bahwa keputusan harus segera diambil. Dengan gerakan yang cepat, Chinua menggunakan seluruh kekuatannya untuk melompat ke udara, menjauh dari penjepitan bayangan Urara.
Sesaat dalam keheningan, Chinua merasakan detak jantungnya yang memburu. Ia merenung dan mencari celah yang akan mengubah jalannya pertarungan ini. Kepala jernih Chinua memikirkan strategi baru untuk menaklukkan Urara.
"Sudah kuduga, teknik ini persis seperti yang digunakan pendekar tua itu. Dia hanya memanfaatkan bayangan pepohonan untuk menyamarkan keberadaannya dengan teknik ilusi," gumam Chinua memprediksi.
Seketika, secercah cahaya tercermin di mata Chinua. Ia tersenyum dengan penuh keyakinan. Dengan gerakan yang tiba-tiba, Chinua memanfaatkan keberadaan ketujuh bayangan Urara untuk menciptakan kesempatan.