The Destiny Of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)

Eternity Universe
Chapter #41

CHAPTER 39 : Kebangkitan

"Uan Yuha... Uan Yuha..!"

Terdengar suara samar-samar ditelingaku. Suara itu terasa hangat seperti cahaya lilin yang berkilauan di kegelapan malam. Kurasakan percikan air membasahi wajah, memaksanya untuk bergeser. Lambat laun, air semakin merebak, membuat ku membuka mata. Suara samar itu semakin jelas, memanggil namaku berulang-ulang.

"Tuan Yudha! Kumohon bangunlah Tuan Yudha! Tuan Yudha!!!" teriakan itu seketika membangunkanku dari tidur panjang.

Ketika membuka mata, aku melihat wajah seorang wanita yang begitu familiar menangis di hadapan. Air matanya membasahi wajah, membuatku terenyuh. Tanpa diduga ternyata dia adalah gadis yang telah menemaniku selama ini. Aku merasakan kepala berat ini berbaring di pangkuan pahanya yang lembut, dejavu rasanya.

"Tuan Yudha!!!!" tiba-tiba, wanita itu memeluk dengan penuh keputusasaan, seakan merobek hatiku yang hancur.

"Ah, aku kembali!" ucapku sambil mengelus kepalanya, merasakan beban berat tanggung jawab membebani diri ini.

***

Sejenak setelah bangkit dari pangkuannya, aku memperhatikan sekeliling. Cahaya mentari menerangi pagi, lalu kualihkan pandangan ke jam tangan di lengan kanan dan waktu menunjukkan pukul 8 pagi.

Lokasi kami tidak berubah sejak pertarungan sengit beberapa waktu lalu. Namun, tempat ini tampak hancur berantakan, sebagai saksi bisu dari pertempuran dahsyat yang telah terjadi. Aku yakin pertarunganku dengan pria bertopeng tidak sampai membuat kerusakan sebesar ini. Namun, bekas-bekas kehancuran di sekitar kami menandakan bahwa sebuah pertarungan besar telah berlangsung setelah kematianku berlalu.

Rasa ingin tahu mulai menguasai pikiranku. Syira adalah satu-satunya yang terakhir berada di tempat ini. Pasti dia mengetahui apa yang telah terjadi di sini. Sekarang, perhatianku sepenuhnya tertuju pada wanita itu. Ketika aku memandangnya dari atas ke bawah, nampaknya ada perbedaan dari dirinya. Wanita yang berada di hadapan ini tampaknya bukan lagi Syira yang aku kenal. Dia terlihat lebih dewasa, lebih mempesona, lebih padat berisi, lebih menawan, bahkan terlihat lebih tinggi.

"Bentar deh, dia Syira bukan ya?" pikir ku dalam kebingungan.

"Ada apa Tuan Yudha?" ujarnya sambil menyeka air mata yang tersisa. Tampaknya ia merasa tidak nyaman dengan sorot mataku.

"Kamu beneran Syira enggak sih?" tanyaku dengan perasaan heran.

"Iya ini saya, kenapa?"

"Enggak deh, Syira yang kukenal itukan masih bocil!" kata ku, sambil melipat kedua tangan.

Dengan pipi yang mengembung, wanita itu menjawab, "Sampai kapan Tuan Yudha memperlakukan saya seperti bocil? Saya ini Syira!" suaranya meningkat dalam penegasan.

"Seriusan?" tanyaku, masih ragu.

"Apa Tuan masih ingat waktu memberi saya batu mustika merah itu?" tanya Syira mencoba memastikannya.

"Ya, aku masih ingat!" jawabku.

"Izinkan saya menjelaskan. Saya ingin menyoroti fakta bahwa demihuman memiliki kondisi unik di mana kami dapat berevolusi setelah menyerap batu mustika monster. Semakin banyak mustika yang kami serap, semakin besar kekuatan yang kami miliki. Selain itu, ini juga akan memengaruhi perubahan fisik kami, dari yang tadinya anak kecil menjadi dewasa. Tidak hanya itu, daya ingat kami juga meningkat, dan kemampuan kami berkembang dengan cepat tanpa perlu melakukan latihan fisik yang berat," jelasnya dengan keyakinan yang kuat.

"Oh, jadi gitu ya!" kata ku yang telah memahami situasi ini.

Dari penjelasan Syira dan analisis ku pada situasinya, nampaknya dialah yang menghadapi pria bertopeng itu ketika ku mati. Sepertinya Syira mengamuk saat bertarung dengannya sampai membuat tempat ini hancur lebur. Saat itu, dia kembali ke sini meski sebelumnya, aku menyuruhnya pergi sejauh mungkin. Karena khawatir padaku, akhirnya dia memutuskan menggunakan batu mustika monster untuk berevolusi agar dapat meningkatkan kekuatannya.

"Bukannya aku bilang supaya kamu pergi, tapi kenapa balik lagi kesini?" tanya ku memastikannya.

"Soalnya saya gak bisa ninggalin Anda sendirian. Bagi saya, Tuan Yudha adalah cahaya di tengah kegelapan. Kalau saya kehilangan cahaya itu, pasti akan tersesat dalam gelap. Jadi saya putuskan untuk menjemput cahaya itu kembali," jelas Syira dengan mantap.

Pernyataannya seketika membuat ku mengangkat alis ku.

"Bentar, darimana dia bisa sebijak ini? Apa itu pengaruh evolusinya ya?" gumam ku yang terheran-heran menyaksikan perubahan perilaku Syira sekarang."Oh gitu ya, jadi ini alasannya tempat ini bisa sehancur ini," kata ku menyimpulkan.

"Sejujurnya, saya bingung bagimana ini semua terjadi. Ketika sadar dari pingsan, semuanya sudah hancur begini," jawab Syira, raut heran masih terpancar di wajahnya.

"Tapi... bukannya kamu datang ke sini melawan cowok itu?" tanyaku.

"Saya benar-benar lupa, Tuan. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengaburkan ingatan saya waktu itu," jelas Syira dengan nada cemas.

Pernyataan dari Syira membuatku semakin bingung. Apakah mungkin dia telah dirasuki oleh sesuatu? Mungkin itulah sebabnya dia tidak bisa mengingat detil pertarungan yang telah terjadi.

"Kapan terakhir kali kamu ingat?"

"Terakhir kali, waktu saat saya lihat Anda dipenggal di depan mata saya. Perasaan saya saat itu campur aduk, rasa marah, kecewa, dan sedih bercampur. Saya merasa seperti tubuh ini bergerak tanpa sadar," jelas Syira.

"Jadi kamu lihat kejadian ngeri itu?"

Lihat selengkapnya