"Ketika kamu merasa sendirian, lihatlah langit. Sederet ukiran semesta di angkasa yang sangat luas itu, mampu memberikan sebuah ketenangan dan kedamaian di dalam hatimu. Cobalah berbicara kepadanya, kapan saja dan dimana saja. Karena sinar mentari dan rembulan tak akan pernah hilang dimakan oleh waktu"
---▽---
Tidak seperti hidup gue! Udah nggak pernah punya temen, Single lagi! Errgghh, gue kan butuh temen juga!
Tapi bagaimana dengan gue yang lebih nyaman sendirian? Ck, gimana sih? Tuh kan, malah bingung sendiri!
Well dasarnya, gue itu cuma mudah bosan aja sih dengan keramaian. Juga ... kalo terlalu lama sendirian, ya bosan juga. Anehlah pokoknya. Apalagi gue itu termasuk orang yang sulit untuk menemukan sahabat atau teman yang tepat. Biarpun pernah ada, tapi selalu hilang ditelan oleh waktu. Kalau begitu terus — lantas, semisal gue butuh curhat, harus ke siapa dong?
Hey kenalin, nama gue Adam Antares, namun biasa dipanggil sebagai Adam dan gue adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Gue sendiri sebenarnya juga gagal paham, kenapa nama ini turun dan menjadi nama yang gue pake di KTP sampai sekarang. Padahal gue sendiri anak ke-3, sementara Adam sendiri artinya Manusia Pertama. Nggak nyambung kan?
Lalu Antares? Nama marga?
Bukan, mana ada marga dengan nama Antares di Negeri Nusantara ini? Kalo kata Papa sih, nama itu terbesit dan berasal dari nama toko bangunan di sebelah rumah gue dulu. Menurut Papa, nama itu keren banget dan doa-nya sendiri, supaya gue tumbuh kuat seperti kerangka bangunan yang dijual di toko bangunan tersebut.
Iya keren sih keren, tapi kalo dari doa-nya ... emm, nggak ada yang bisa lebih lucu lagi dari itu?
Tapi, akhirnya gue tau juga kok asal nama itu. Setelah diulik melalui mesin pencari Google, ternyata nama itu berasal dari nama bintang yang bersinar paling terang di rasi bintang Scorpius, yang letaknya sendiri, gue juga nggak ngerti. Belum ada maskapai yang bisa nganter gue sampai sana. Dan ... memang sih, gue itu berzodiak Scorpio — tapi mungkin itu hanya kebetulan saja kali ya? Secara gue nggak begitu percaya hal-hal begituan. Norak soalnya.
---▽---
Saat ini, sebagian banyak orang mengenal gue sebagai seseorang yang Introvert. Jujur, sebenarnya gue ragu dengan pendapat itu, secara gue pribadi nggak pernah menganggap kalo diri gue ini Introvert. Karena terkadang gue orangnya aktif berbicara dan suka bergaul dengan orang-orang yang memang udah gue anggep sebagai sahabat atau teman dekat — atau mungkin, beberapa dari mereka juga menganggap gue ini termasuk orang yang misterius dan nggak gampang ketebak.
Entahlah ... ribet! Kadang aktif, kadang juga nggak.
Denger-denger sih, kalo sifat seperti itu adalah sifat orang-orang Ambivert. Dengan kata lain, gue itu orangnya Moody. Bisa jadi Introvert atau bisa jadi Ekstrovert, tergantung dari dukungan kondisi dan lingkungan sekitar gue saat ini. Tapi, memang ada ya istilah Ambivert? Hmmm...?
Entahlah...! Gitu aja dipikir!
Namun sekarang, di umur gue yang menjelang seperempat abad ini, gue merasa kalo sifat gue condong ke arah Anti-Sosial. Ya, jauh sekali dari kata-kata 'mudah untuk bersosialisasi', bahkan istilah itu sangat mendekati dengan kata 'mengurung diri', atau kalo para Wibu mengenalnya sebagai 'Hikikomori'. Hmmm, tapi denger-denger kalo jadi Hikikomori itu, berarti udah parah banget dong? Hiii ... gue nggak mau menjadi seseorang yang menghabiskan hidupnya di kamar doang. Ngeri ya?
Aduh obrolanku malah kemana-mana, lanjut!
---▽---
Sekarang sahabat-sahabat gue dulu sudah mulai melanglang buana untuk mencari karir dan tujuannya masing-masing. Bahkan sudah ada yang menikah, mempunyai anak, sukses menempuh studi di luar negri. Nah gue? Ya segini-segini aja. Bahkan yang ada sekarang, gue jadi malas untuk mencari sahabat-sahabat yang baru lagi. Penyebabnya, ya karena Trust Issue — sebuah masalah yang letaknya berada di kepercayaan gue ke orang lain.
Oh iya! Mama sempat memperingatkan ke gue kalo gue itu orangnya terlalu baik buat orang lain, mudah berempati dan suka menolong. Emang iya?
Nggak penting ya? Eh ... ini gue ngomong sama siapa sih?
Tapi, separah-parahnya gue sekarang, membuat gue jadi inget dengan jaman-jaman masa kecil dulu. Gue itu ternyata pernah menjadi anak yang nakal dan aktif.
Dimulai dari suka ikut-ikutan ngumpul sama anak-anak komplek, suka ngajak ribut sama orang yang dirasa lebih kuat dari gue, suka nimbrung dengan satu-satunya tetangga yang punya channel Indosiar buat nonton Digimon, suka korupsi uang belanja mama di warung buat beli permen Cup-Cup Pop, suka numpang main game di tetangga yang punya PS, ngintip mbak-mbak tetangga yang sedang ganti baju dan bahkan ikut-ikutan anak komplek sebelah buat balapan sepeda, yang pada akhirnya sepeda gue terpleset jatuh di tumpukan pasir bangunan yang penuh dengan bulatan tahi kambing.
Iya sih, gue tahu kalo sikap gue dulu memang sangat memalukan, bodoh. Namun di sisi lain, gue jadi bahagia karena melihat hal-hal semacam itu sebagai kenangan masa kecil yang tak akan pernah terulang kembali. Karena dalam sejarah, setidaknya gue pernah nakal. Tapi itu dulu, sebelum gue sering berpindah tempat tinggal karena kantor dinas Papa yang nggak menentu.
Iya gue itu aslinya nakal, tapi kenapa jadi baik dan santun begini pas gede?!
Iya! Dengerin dulu dong!