Berlanjut dari kisah sebelumnya...
Haruskah gue mengatakan hal ini ke Lira? Rahasia pribadi yang semestinya nggak terucap dari mulut gue sampai kapan pun. Apa yang bakal Lira pikirkan soal ini? Bisa-bisa gue cuma di cap sebagai sepupu brengsek yang ngakunya baik doang. Tapi pernyataan gue tadi itu memang benar. Faktanya, gue memang mudah sekali untuk luluh ke banyak wanita dan ya ... disisi lain, gue sebenarnya terlalu Egois untuk menjadi seorang cowok sejati. Yang ada—kalo gue terus turuti isi keinginan gue sendiri tanpa menahannya, fix gue bakal jadi cowok brengsek yang lebih brengsek daripada cowoknya Lira.
Lira masih terlihat bingung, karena ucapan Adam yang sangat cepat itu membuat kata-katanya Adam sendiri tidak terdengar begitu jelas. "Heh, ya? Gimana, gimana? Ngomongnya kecepetan mas, nggak kedengeran. Cuma denger bagian 'nggak bisa nyakitin' doang tadi hahaha. Apaan sih tadi barusan?"
Adam yang sempat terdiam karena merenungkan kondisinya dirinya sendiri, kembali teralihkan fokusnya ke Lira. "Eh, mmm ... gimana Lir? Memang mas Adam barusan ngomong apaan?"
Lira pun merubah ekspresinya menjadi sinis. "Hasyah, pura-pura lupa lagi mas. Tadi soal komitmennya mas Adam sendiri! Soal mas Adam yang Playboy!"
Oh iya, ngapain juga gue ngomong masalah pribadi gue ke Lira ya? Nggak ada gunanya juga. Yang ada, malah wibawa gue lagi yang jatuh. Oh iya, wibawa gue yang mana memangnya? Bukannya wibawa gue sudah membusuk sejak lama?
"Hmmm ... nggak, nggak jadi deh Lir, hahaha. Maaf, mas Adam tadi cuma ngelantur, lupakan aja."
"Hmmm, gitu kan? Suka-nya main rahasia-rahasiaan," Muka cemberut Lira terpampang sedikit lama, hingga perlahan-lahan dia merubah ekspresinya menjadi lebih simpatik. Dengan menarik napasnya dalam-dalam dan melepasnya, Lira akhirnya mencoba untuk menanyakan masalah mas Adam. "Huft ... Mas Adam memang kenapa? Kalo ada masalah soal cewek, boleh loh curhat ke Lira mas. Mungkin mas Adam butuh pendapat dari seorang cewek."
Iya bener kata Lira, gue itu masih Single sampai sekarang dan belum pernah merasakan cinta yang sebenarnya sejak ... eh iya sejak lahir ya? Brengsek, 24 tahun gue beneran Single nih? Asli, salah pendidikan apa? Tapi memang dari dulu gue cuma sekedar suka cewek by cover doang sih, setelah kenal jadi males, bosen. Cewek mah gitu-gitu aja, manja dan ...
~...jangan...feminis...~
Ck ... kenapa malah gue yang jadi feminis gini?
Tapi kenapa gitu ya? Gue masih normal kan ya? Iya, sekarang aja gue masih naksir sama Lila, adik kelas waktu SMA dulu, naksir juga sama Puspita, temen kuliah dulu dan masih naksir juga sama Alya, adik angkatan SMA yang baru masuk setelah gue masuk kuliah dan dari mereka semua—nggak ada tuh rasa kangen atau drama lebay dengan salah satu dari mereka, ya suka cuma atas dasar nafsu saja. Enak kali ya kalo hidup dikelilingi cewek-cewek seperti mereka gitu, tapi ya karena mereka semua secara fisik cantik dan seksi, mau gimana lagi? Lagian ini gue malah udah sok-sokan ngajari Lira segala tentang cinta, salah kayaknya gue.
Adam tampak tersenyum sendiri.
"Heh mas Adam!" bentak Lira.
Adam yang kembali fokus dari renungannya, memindahkan pusat matanya ke arah Lira. "Hmmm...?"
"Malah ngelamun tuh gimana sih!" kesal Lira.
Oh iya, sampe lupa kalo Lira lagi mode peduli, tumben.
"Iya Lir, ntar kalo misal ada apa-apa, mas Adam coba tanya-tanya kamu deh. Makasih ya udah mau nawarin," Adam pun tersenyum.
"Yaudah, tapi kapan-kapan janji ya?" ucap Lira.
"Janji?" tanya Adam dengan memiringkan kepalanya.
"Cerita soal komitmen-komitmen tadi kan belum selesai mas, aku penasaran soalnya," jelas Lira.
"Oh iya deh, ntar kapan kita ke Kopi Negeri lagi aja, cari yang deket, sambil ngobrol-ngobrol," ucap Adam.
"Nah gitu dong, treat me as your little sister Bro, di jajain teyus! Hahaha!" ucap Lira dengan genitnya.
Nah kan, mulai deh, baru aja gue iyain tuh mode pedulinya Lira, sekarang udah berubah ke mode bikin tekor sepupunya sendiri. Dasar Robot!
"Hmmm ... yaudah, aku mau balik ke rumah lagi mas, masih ada kerjaan buat njemur pakaian. Makasih mas. Salamlekum," pungkas Lira.
"Oke deh," Adam menutup pintu sambil mengingat ulang renungannya tadi.