The Diary of The Unlucky Boy : A-Side

Jaydee
Chapter #14

Suasana Baru

"Akhirnya aku pun meyakinkan diri untuk mengenal lebih dekat dengan 'Wanita' itu, syukur-syukur bisa langsung mendapatkan perhatian dia. Kalo gagal? Ya ... paling momen-momen semasa sekolahku dulu bakal terulang lagiyang mana aku udah Ill Feel duluan atau malah aku-nya yang dijauhin sama dia. Ya ... aku berharap, jika kali ini aku tidak beruntung lagi, aku bisa sesegera mungkin untuk melupakannya dengan mudah seperti yang sudah-sudah. Yang jelas, aku nggak mau jatuh sakit hanya gara-gara aku harus memusuhi perasaanku sendiri yang meronta-ronta seperti anak kecil ini.

Karena pada akhirnya aku memilih jalan itu, Pikiranku sendiri, aku paksa untuk mau mulai sejalan dengan perasaanku walau seakan-akan pikiranku berkata, "Oke deh, aku ngalah. Aku akan mengikuti keinginan kamu tapi dengan satu syarat. Kalo kamu nggak bisa mendapatkan perhatian Wanita ini dalam 3-4 bulan, lepasin saja, berarti dia memang bukan untukmu." dan Kemauan pun saat ini hanya berkata "Aku hanya mengikuti persetujuan dari Pikiran. Jadi, jangan pernah bertanya denganku soal apa yang seharusnya yang kamu lakukan soal keinginanmu. Saat ini, aku hanya anak buahnya sebuah Pikiran, jadi dengarkan dia saja."

I know it sounds crazy, but this will happen when your Mind deny what your Heart wants."

---△---

14 Mei 2018 - Seperti biasa, semenjak kepindahan Adam ke timnya mas Dika—Adam selalu datang ke kantor di atas jam 08:00 pagi alias sudah terbiasa untuk datang terlambat.

Yang penting kan kalo di timnya mas Dika, nggak perlu bayar denda! Lagian keterlambatan juga nggak ngaruh, kalo kerjaan sendiri aja bisa selesai dengan cepat. Kecuali kalo udah telat, ngantuk-an, malesan alias mempengaruhi performa ... Hasshh, itu baru buruk.

Ketika Adam sampai di kantor, dia langsung menekan tombol power di PC dan segera duduk di kursi kantornya sambil menunggu proses booting dari PC-nya tersebut.

Dengan kondisi area kerja timnya mas Dika yang masih sepi, Adam pun berusaha memainkan dan memutar-mutar kursinya sendiri dan terhenti saat mengarah ke belakang, yang mana arah itu bertepatan dengan arah meja kerjanya Mita yang masih kosong.

Mita hari ini berangkat nggak ya?

...

Eh apaan sih?!

Adam lalu menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Huft, bener juga ... Kalo banyak anak-anak kantor yang tahu dan kalo nanti gue sampe gagal buat dapetin dia, malunya kan bukan main. Bisa juga nanti gue jadi Public Enemies secara instan kalo ternyata si Mita nggak suka dan gue nya kelihatan maksa karena masih harus bekerja secara professional sebagai partnernya dia dalam tim.

Apalagi, kalo memang ada yang sama-sama suka sama Mita, bisa jadi malah berantem nanti gue di depan kantor. Nggak mungkin juga gue cari masalah disini, bisa-bisa yang ada gue kena SP dan di keluarin dari kantor. Gue kan belum punya pegangan untuk kerja selain di kantor ini.

Cih, mau jatuh cinta aja ribet banget, banyak aturan jaman sekarang tuh.

Adam tiba-tiba teringat dengan gosip negatif yang pernah beredar dari karyawan lain yang juga pernah suka juga sama cewek satu kantor.

Memang nggak ada sih karyawan yang berakhir untuk dikeluarin dari kantor karena punya masalah pribadi di sini, tapi nggak sedikit juga yang dapet low respect dari temen-temen yang lain. Payah mah.

Hissszzz...

Anjay, kebanyakan mikir gue. Tujuan gue kan memang untuk mengikuti kata hati, nggak salah dong? Benar juga, kenapa pikiranku selalu menginterupsi dan memberikan ketakutan-ketakutan itu?

Huft ... By the way, dengar-dengar Mita sering banget beli makan siang di depan Kantor bareng Muslim, Bangrud dan Doni. Apa gue ikut aja ya ntar? Ya lumayan buat langkah awal.

Hmmm... Iya deh, bodo amat lah, daripada main game sendirian di kantor. 

---∆---

Waktu sudah menunjukkan pukul 11:49, waktu dimana para karyawan Waverocks mulai bersiap-siap untuk mencari makan siang.

Terlihat dari arah dalam gang area tim, Doni dan Muslim mulai bergegas untuk mencari makan siang di luar. Adam yang masih duduk di kursi kerjanya mencoba untuk menghentikan laju jalan mereka. "Eh Don, lu mau maksi?"

Doni dengan rambut kritingnya yang panjang dan menjulur ke atas, secara tidak langsung mendengarkan suara Adam yang mencoba menghentikan jalannya secara tiba-tiba. "Hmm iya, mau ikut Dam?"

"Iya deh, mau makan dimana kalian? Di Bu Syahril kan?" Adam coba memastikan.

"Iya, Ayok ikut aja! Daripada disini ... Sendirian," Muslim tampak juga untuk ikut mengajak Adam.

"Iya deh yok," ucap Adam yang sedang mencari dompet di tas selempang Adam.

Tidak lama kemudian, Muslim menoleh ke arah Mita, "Eh Mit, ikut maksi nggak?"

"Hah?" Mita terlihat malas untuk menjawab, "Iya bentar."

Ketika Adam, Muslim dan Doni berjalan ke arah tangga turun, Mita yang sudah terlihat mau mengikuti mereka bertiga, merubah arah jalannya untuk menuju ke meja Bangrud dan mengajaknya.

Adam yang saat itu tidak sengaja menoleh balik ke area kerja timnya mas Dika, mulai menaruh telapak tangannya di bagian dadanya.

dug...dug...dug...

Sial! Semakin gue menjauhi Mita yang masih berada sama orang lain, semakin sesek jantung gue.

Sambil berjalan turun, Adam yang masih mengelus-elus dadanya berusaha untuk mengambil napas sedalam-dalamnya, lalu dikeluarkan secara berulang-ulang. Dia melakukan hal tersebut sampai memasuki Lobi kantor di Lantai 1.

~...Mita...itu...seharusnya...melihatmu...~

Doni yang tidak sengaja melihat Adam, sedikit terheran dengan sikap temannya yang selalu memegangi dadanya ini. "Lu kenapa Dam?"

Adam yang seketika itu sadar, coba memfokuskan pandangannya ke Doni. "Ha? Gimana, gimana?"

"Itu loh kok dari tadi lu ngelus-ngelus dada terus sambil ngos-ngosan? Ga kuat turun tangga lu? Hahaha....," Doni tanya kembali dengan candaan.

"Hahaha...," tawa Muslim.

"Nggak kok, enggak, enggak tau aja dari tadi jantungku sesek banget," dengan tidak diikutinya oleh Mita dan Bangrud di belakangnya, Adam pun berkata jujur dengan apa yang dia rasakan.

Anjing! Bisa mati lama-lama gue kalo gini. Fak ... sakit banget. Kenapa sih gue nih?

~...Kamu...kehilangan...dia...~

Adam kembali mencoba untuk menarik napas yang panjang kembali dan dikeluarkan secara lepas. "Fuuuh...!"

"Mau coba ke dokter nggak Dam?" ucap Doni sambil menepuk pundaknya Adam.

"Kamu kalo nggak kuat turun lewat tangga ngomong aja loh Dam, lain kali kita bisa pakai lift hahaha ... Biarpun ntar jadi kelamaan," sahut Muslim dengan posturnya yang tinggi dan memakai celana jeans yang sudah sobek-sobek.

"Hahaha ... makannya itu, daripada lu pingsan disini kan?" ucap Doni.

Adam pun mencoba memukul ringan dadanya sebanyak 3 kali dan menjawab pertanyaan Doni, "Nggak...! Ehem, nggak kok, nggak apa-apa ... gue cuma akting aja hahaha ... Calon sutradara kok nggak bisa akting hahaha!"

"Oh...," heran Doni sambil tersenyum.

Akhirnya mereka bertiga berhenti sejenak di pinggir jalan sambil melihat kanan kiri untuk menyeberang jalan besar.

---∆---

Sesampainya mereka bertiga di warung bu Syahril, Adam yang masih dihantui dengan rasa cemburunya itu, secara tidak sengaja melihat balik ke arah kantor. Tampak Mita dan Bangrud sedang jalan berduaan dan tampak asyik berbicara satu sama lain.

~...Adam!...dia...sama...orang lain!...~

"Eh Dam, lu minumnya apa?" dengan membawa ballpoint dan kertas di tangannya, Doni bertanya sambil menunggu Adam untuk menjawab.

~...Mita...tampak...bahagia...dengannya...~

Ck, Apa sih yang mereka bicarakan?

...

Lihat selengkapnya