26 Desember 2018 - Bangrud telah mengambil cuti panjangnya di akhir tahun dan Fandy juga jarang selalu ada di meja kerjanya. Siang itu, Adam benar-benar sedang duduk termenung sendirian di meja kerjanya.
Belum ada kerjaan lagi nih? Mau sampe kapan kayak gini terus ... bosan.
Dengan mata yang sedikit mengantuk, Adam langsung meletakkan kepalanya di atas meja. Jika dilihat dari jauh—Adam benar-benar seperti anak hilang yang sama sekali tak mempunyai teman bicara di sana.
Biasanya, kalo di jam-jam ini gue ngapain sih?
...
Seharusnya waktu ini bisa menjadi kesempatan terbaik buat deketin Mita. Tapi ... Firasat yang selalu mengganggu pikiran gue akhir-akhir ini, membuat gue kehilangan semangat lagi.
Adam kembali menaikkan kepalanya dan sedikit menoleh ke arah meja kerjanya Mita.
Mita akhir-akhir ini suka tersenyum sendiri saat menatap layar komputernya, apa dia sedang chat dengan seseorang?
Setelah itu, Adam kembali meletakkan kepalanya di atas meja.
He~eh ... mungkin jika saat ini gue masih terbebas dari pikiran-pikiran negatif yang selalu muncul di kepala gue, sekarang juga, gue bakal langsung menghampiri ke meja kerja dia seperti biasanya. Bedanya, mungkin gue nggak akan sungkan untuk mengajaknya makan siang berdua.
...
Beh, tapi kenapa gue selalu kepikiran kalo dia itu udah sama Boris sih?
~...Takut?...~
Padahal gue nggak pernah takut sama pribadi seseorang, selama dia nggak lebih pintar dan rasional dari gue. Gue nggak akan pernah takut.
~...Lalu bagaimana dengan takut akan kehilangan Mita?...~
Iya ... gue memang takut untuk kehilangan Mita. Gue takut ... ketika gue nyamperin dia, ternyata Boris ikutan nongol buat ngajak dia makan siang. Dan kalo Mita jauh lebih memilih Boris, itu sama aja seperti ... menghina gue dari hasil upaya yang gue selama ini lakukan.
~...Memang dia tahu usaha kamu?...~
Belum.
~...Lalu?...~
Huft...
Sejujurnya, gue takut untuk merasa sakit karena kesalahan diri gue sendiri, karena tidak bisa mengungkap perasaan gue sendiri ke dia.
~...Lalu apa yang akan kamu lakukan?...~
Dalam posisi dahi yang menyentuh meja, Adam sedikit mengubah arah pandangnya ke arah meja kerjanya Doni, yang saat itu sedang ada obrolan di antara Doni, Muslim, Hida dan Mas Kurnia.
Gue benci dengan firasat ini, mungkin memang ada baiknya memastikan itu semua sambil nunggu waktu makan siang disana. Mereka sepertinya lagi asyik nge-bahas sesuatu itu.
Adam lalu berdiri dan berjalan menuju ke tempat obrolan itu. Di saat yang sama, Doni melihat ke arah Adam yang tampak kusut sekali pada hari itu.
"Hahaha ... kenapa lu Dam? Kelihatan suntuk gitu? Ngerasa sendirian ya disana?" tanya Doni.
"Hahaha ... iya, bosen. Gue ikut nimbrung ya!" jawab Adam sambil duduk di kursi kosong dekat meja kerjanya Doni.
"Sendirian hatinya? Hahahaha...!" celetuk mas Kurnia, yang sedang duduk di sebelah kirinya Doni.
"Ehehehe...," tawa Hida.
"Malah ketawa, memang kamu paham apa Hid?" sahut Muslim dari sebelah kirinya.
"Enggak ... Ehehehe...," jawab Hida.
"Hahaha...," semua pun tertawa.
Doni yang masih memberikan perhatiannya ke Adam, coba membujuk dia. "Mending lu bilang mas Dika deh, buat pindah meja kerjanya dekat sini aja. Sama kita-kita, daripada lu di pojokan sana kan...?"
Bujukan Doni tersebut hanya di respon Adam dengan nada yang malas. "Iya ya? ... Eh, kalian nanti mau makan dimana?"
"Halah depan aja lah. Nanti kabar-kabar ya, aku mau ke masjid dulu soalnya," jawab mas Kurnia.
"Oke," balas Doni.
Saat itu, Adam benar-benar tidak bisa tertawa lepas dan bercanda seperti biasanya. Dia hanya diam membisu sambil mendengarkan ocehan teman-temannya yang lain.
Di dalam lubuk hatinya, dia sebenarnya sedang menunggu kepastian dari kebenaran firasatnya sendiri.
Kira-kira benar nggak ya ...? kalo semisal benar, gue harus ngelakuin apa...?
---△---
Jarum jam pun sudah menunjukkan pukul 12:02.
"Eh aku tak sholat dulu ya. Ntar kalo jadi maksi, kabar-kabari," ucap mas Kurnia.
Setelah merespon mas Kurnia, Adam lalu bertanya ke Doni. "Iya, eh jadi maksi?"
Doni yang masih sibuk dengan game Wibu-nya hanya menjawab, "Ya, bentar."
Muslim langsung berdiri dan berjalan menuju tangga turun. Doni yang melihat itu, segera bertanya ke Muslim. "Weh, mau maksi sekarang?"