Berlanjut dari kisah sebelumnya...
Waktu masih menunjukkan pukul 5:21 pagi.
puk... puk...
...
"Eh dek, jadi nggak?" bisik Papa sambil mencolek kaki Adam.
Adam yang masih tertidur pun membalas ajakan Papa dengan gumaman dan melanjutkan posisinya untuk tidur telungkup. "Mmmmmm? Humm...."
Setelah Papa membangunkan Adam berkali-kali, dia pun berjalan keluar untuk menunggu di teras. Adam yang sudah sedikit tersadar, coba memaksa tubuhnya sendiri untuk bangun dan segera duduk di samping tempat tidur.
Setelah beberapa detik kemudian, Adam berjalan ke kamar mandi untuk membasuh mukanya dan balik ke kamarnya lagi untuk berganti pakaian Olah Raga. Adam lalu menyusul Papanya yang sudah menunggu di teras. Waktu Adam keluar dari teras, tampak Lira sedang berbicara dengan Papanya Adam.
"Iya Pakde, Lira cuma tinggal skripsi kok. Insyaallah, tahun depan bisa maju pendadaran"
"Oh ya, berarti bisa lulus 3 tahun ya ini mbak?" tanya Papa.
"3,5 tahun Pakde," ungkap Lira.
"Lir," sapa Adam dengan menganggukkan kepalanya ke atas.
"Widih, ini nih ... eh Pakde, tau nggak Pakde. Sekarang Adam itu sudah punya pacar loh!" ucap Lira dengan senyum yang sangat lebar.
"Iya apa?" tanya Papa.
Adam yang mendengar itu, langsung mengkerutkan dahinya. "Heh ... huss! Apaan sih Lir, asal nerocos aja. Nggak bener kali!"
"Wahahahaha...!" tawa Papa.
"Hahaha ... Oh iya Pakde, Bude ada di rumah?" tanya Lira ke Papanya Adam.
"Iya ada mbak, masuk aja kalo mau ketemu," ucap Papa.
Lira pun berjalan masuk ke rumah Adam untuk bertemu Mama.
Adam yang sudah siap dengan satu set pakaian joggingnya, bertanya ke Papa. "Ke arah mana nih jadinya Pa?"
"Nanti keliling Sunmor aja," jawab Papa.
---△---
Setelah ratusan meter berjalan dengan cepat di pasar kaget Sunday Morning. Adam mulai merasa bosan karena tidak adanya alunan musik yang masuk ke dalam telinga Adam.
Bosen juga kalo nggak ndengerin musik. Ngajak ngobrol Papa aja deh.
"Pa, dulu waktu kuliah, Papa sering lewat sini?" tanya Adam.
"Sering ... tapi dulu waktu kuliah, jalannya belum sebesar ini," jawab Papa dengan singkat.
Setelah beberapa langkah, Papa pun akhirnya melanjutkan obrolan yang ada sangkut pautnya dengan karirnya Adam. "Gimana dek, kamu jadi pindah kerjaan di Jakarta? Kalo jadi, itu di apartemen kak Danu ada kamar kosong satu. Kak Danu kan juga udah mau ambil rumah di jaksel juga, jadi kemungkinan apartemennya nggak kepake. Gimana?"
Kemaren aja gue ngajuin ke beberapa PH aja nggak lolos, ke Jakarta juga mau ngapain? Ngamen? Lagian gue sekarang fokusnya kan lain.
"Wah nggak tau, kayaknya aku udah nyaman lagi di kantor, belum jadi mau resign," Adam menepis pertanyaan Papa yang sempat jadi perbincangan beberapa bulan yang lalu.
"Loh gimana? Kamu nggak pengen apa gitu kerja di tempat yang lebih mendingan gajinya? Atau jadi PNS kayak Papa aja ya? Asal kamu kerjanya bener, enggak bakal kena kasus kok. Kalo memang takut keseret korupsi," ucap Papa.
"Ah males, kalo udah terikat sama negara, malah nggak bebas entar. Mana paling ya temennya bapak-bapak atau ibu-ibu gitu," jawab Adam.
"Ya nggak, kalo kayak kamu di awal-awal nanti, paling jadi staff dulu. Staff biasanya banyak yang muda-muda," ucap Papa dengan gerakan jalannya yang mulai melambat.