Berlanjut dari kisah sebelumnya...
"... Waktu itu aku kan juga bingung, mana di momen-momen tertentu aku selalu papasan terus. Tau sendiri kan, kalo makan siang atau pas lagi dimana gitu. Di deketku selalu ada dia, mana depan ku terus lagi. Eh ... ya nggak setiap saat sih. Tapi maksudku, selalu ada-ada aja momen yang bikin aku itu merasa harus memiliki dia gitu, aneh banget kan? Intinya kayak di arahin sama sesuatu gitu," lanjut Adam.
"Hahaha...," tawa Bangrud.
"Tapi ya itu, selama aku berusaha mencuri perhatiannya ... kayaknya tuh, di mata dia cuma ada kamu deh Bang. Jadi mau bagaimanapun juga, usahaku untuk memenuhi permintaan hati bangsatku ini, cuma terlihat sia-sia...."
Adam lalu membuang napasnya secara lepas.
"... Jadi, maksudku ngajak kamu kesini itu ... kalo semisal ... selama ini aku ada salah atau memang pernah nge-rugiin kamu, aku mau minta maaf. Mungkin aku juga pernah ngata-ngatain kamu, aku juga minta maaf untuk itu. Nanti aku bayarin deh sotonya atau kamu mau nambah Bang? Hahahaha ...," pungkas Adam dari penjelasannya.
Duh, gue kepaksa ngomong ginian. Absurd banget sih, mana cowok sama cowok lagi. Beh!
"Hahahaha ... udah santai aja. Itu wajar kok, aku dulu juga pernah gitu. Makannya aku pernah bilang kan? jangan cari sama yang satu kantor," Bangrud coba mengulang perkataannya yang udah berkali-kali Adam dengarkan.
"Ya kan aku emang nggak nyari, mana ada aku kepikiran nyari. Naksir satu pun aja enggak ... Eh, dulu pernah sih aku naksir sama cewek di kantor ini, tapi dia orangnya kayak susah diajak ngobrol," Adam tiba-tiba ingat dengan apa yang pernah dia alami dulu.
"Siapa?" tanya Bangrud.
"Siti, tapi dulu aku naksirnya karena dia emang cantik sih. Tapi kelihatannya dia diem banget dan aku juga pendiem ... masak iya entar kalo jalan diem-dieman? Kaya pacaran orang tahun 70-an dong," jawab Adam.
Mata Bangrud tampak berpikir dengan sedikit anggukan kepala, "Oooh, Siti yang udah resign itu ya? Ya aku tahu ... tapi aku juga nggak begitu kenal sih."
"Masa? Aku kira kamu tipe orang yang memang jadi magnet cewek-cewek di kantor ini," jawab Adam.
"Hahaha ... nggak juga ah", tawa Bangrud.
"Hahaha ... ya gitu. Tapi untuk Mita ini, aku itu benar-benar serius. Cuman sekarang aku nggak tahu lagi harus ngelakuin apa. Aneh aja sih, tiba-tiba aku itu seakan-akan bisa menerima dia apa adanya. Entahlah, aku belum pernah ngerasain hal ini sebelumnya. Karena dasarnya, aku memang baru ngerasa benar-benar merasa sayang ke orang lain itu baru sekarang, brengsek emang." jelas Adam.
"Bentar ... apa adanya itu maksudnya, kamu itu bisa melihat Mita tanpa memandang fisik kan?" tebak Bangrud.
"Iya, mau dia gemuk lah, kurus lah, jelek lah, asal sifatnya enggak ikutan berubah jadi dalam tanda kutip nakal yang ke arah lebih negatif atau ganjen ke semua orang. Aku cuma butuh orang yang loyal dan satu frekuensi denganku. Itu udah bisa menjadi partner hidup yang sempurna buatku. Ah tai, kenapa aku jadi terus terang gini sih?" jawab Adam.
"Nggak apa-apa, keluarkan aja semua uneg-unegmu Dam Hahaha...," jawab Bangrud.
Seketika itu, terlihat ibu-ibu yang membawa dua gelas es jeruk menginterupsi obrolan mereka berdua.
"Ini mas, es jeruk dua ya?" ucap ibu-ibu penjual soto.
"Iya bu, makasih ya...," jawab Adam.
"... Ya gitu lah, dan ternyata beberapa waktu lalu juga ... aku baru sadar kalo Mita tuh sekilas mirip sama ... emmm ... Mama aku. Tapi itu pun cuman semacam apa ya? Emmm ... mirip dari sifatnya secara sekilas sih, bukan keseluruhan," ungkap Adam.
Iya, jadi ketika suatu saat nanti aku kehilangan sosok Mama. Setidaknya masih ada orang lain yang bisa mengingatkanku tentang dia. Tapi itu kalo semisal aku bisa mendapat cintanya Mita.
"Oh Mita itu mirip Mamamu?" bisik Bangrud.
"Iya secara kemiripan wajah sih enggak, tapi kelakuannya itu loh. Dari kelembutan saat dia bicara, ekspresi, raut mukanya, sifatnya sampai logat bahasanya tuh bener-bener 11-12. Ya mungkin itu yang bikin aku nyaman. Bahkan sisi menyebalkan, amarah dan cueknya pun sama hahaha...," terang Adam kembali.
"Hahahaa...," tawa Bangrud.
"Ya gitu bang, bukan membandingkan dia nya sih. Cuma ya gimana ya, aneh ... bingung aku mau njelasinnya gimana. Harusnya ini aku omongin sama dia, tapi aku takut. Kalo semisal dia jadi menjauh gitu, padahal aku itu masih mau untuk ketemu dengan dia, masih mau bicara dengan dia. Akhir-akhir ini aja dia udah mulai nunjukin tanda-tanda itu, seakan-akan aku itu orang yang menjijikkan, sebel," ungkap Adam.
"Hmmm ... i see," ucap Bangrud.
"Gitu deh, jadi aku ngomong gini sekarang itu jujur cuma mau damai aja sama kamu. Kalo misal Mita lebih milih kamu ya ... aku udah bisa sedikit terima sih, tapi sedikit aja. Selama dia bahagia sih nggak apa-apa. Yang jelas, aku mau persaingan yang sehat. Secara kamu itu juga temanku," jelas Adam.
Bangrud pun tertawa secara lepas. "Hahahaha ... santai aja, nggak kok...."
Nggak? Nggak apa nih?
"Hmmm? Maksudnya?" Adam coba memastikan.
"Enggak, ya nggak ada apa-apa kok aku sama dia, biasa aja," Bangrud jawab dengan santainya.
Adam lalu teringat dengan kedekatan antara Bangrud dan Mita. "Hah? Lah kemaren-kemaren itu...?"
"Nih ya Dam, aku bilangin ... Aku sama Mita itu cuma temenan aja, nggak lebih. Kalo semisal ngobrol bareng itu paling cuma ngobrol biasa aja, malah kayak sahabat aja," jelas Adam.
"Sahabat tapi lama-lama kan bisa deket? Hahaha...," sindir Adam.